Sialan!
Gara-gara Ares pakai acara mampir sarapan bubur ayam di pinggir jalan tadi, mereka jadi telat. Dari kejauhan sudah terlihat gerbang sekolahnya terkunci rapat. Ares membelokkan motornya ke samping sekolah.
"Nyusup mau, Zan?" tanya Ares santai. Ia sepertinya nggak menangkap ekspresi wajah Nana dari spion yang terlihat menahan geram.
Nana melirik jam HPnya. Pukul 07.25! "Gara-gara ulah lo, nih, tai!" sungutnya.
Karena Davian masih nggak enak badan, Nana disuruh berangkat sekolah bareng Ares. Sebenernya mereka berdua sudah berangkat sejak jam 06.30 tadi, dan sarapan bubur ayam pun hanya sekitar sepuluh menit. Yang bikin lama adalah Ares nggak bisa nahan mules dan mampir buang hajat di pom bensin yang terletak beberapa kilo sebelum tempat penjual bubur ayam. Bolak-balik deh!
"Gara-gara tai lo nih!" ulang Nana sambil menabok pundak Ares.
Ares memarkirkan motornya di pelataran bangunan setengah roboh di dekat situ. "Turun," suruhnya kepada Nana.
Dengan penuh kekesalan Nana turun dari boncengan dan berkacak pinggang. "Tau nggak? Lo udah ikut berpartisipasi dalam membangun kehancuran masa depan gue!"
"Emang selain gue siapa lagi yang ikut?" Ares menarik pergelangan tangan Nana agar mengikutinya berjalan.
"Baru gue!" bentak Nana sambil menepiskan tangan Ares.
"Nggak papa lah. Gue bakal bikin kehancuran lo semakin da best," tutur Ares saat mereka sudah sampai di sebuah pintu kecil di samping sekolah.
"Da best gigi lo!"
Dengan percaya diri, Ares memamerkan deretan gigi-nggak-putih-nya.
"Gigi lo tuh kalah putih sama monyet tulen," desis Nana sambil bersedekap sebal.
Ares menyembunyikan kembali giginya ke dalam mulut dan mengedikkan dagu kepada pintu kecil tadi. "Buruan masuk," perintahnya.
"Tembus kemana, nih? Jangan-jangan ini pintu samping ruang kesiswaan?" tanya Nana penuh kecurigaan.
"Nggak lah, pinter. Emangnya gue cari mati?" Ares memutar kenop pintu tersebut. "Lagian, gue lagi males bertamu ke ruangan Paparon dan kawan-kawan."
"Paparon?" tanya Nana.
Ares menarik tangan Nana agar mengikutinya masuk melalui pintu itu. "Papa Imron," jawabnya.
Mulut Nana membulat membentuk huruf O.
Pintu kecil itu ternyata adalah jalan masuk menuju rumah Pak Bon, pengurus SMA Citra Bakti, yang ada di pojok bangunan sekolah. Mereka berdua melangkah melewati onggokan-onggokan kayu yang tergeletak di pinggir rumah.
Ares melepaskan pegangannya pada tangan Nana saat ia melihat Pak Bon sedang duduk di pintu belakang rumahnya.
"Pagi, Pak!" sapa Ares sambil melambaikan tangan menghampiri Pak Bon.
Bapak gendut dan kumisnya hanya tumbuh di tengah itu segera menghentikan pekerjaannya mengamplas sesuatu. "Eh, Mas Aris!"
"Ares, Pak! Udah berapa kali saya bilang," dumal Ares.
"Eh, iya, lupa Bapak mah."
Cowok itu segera mengeluarkan sebungkus rokok dari saku seragamnya dan mengangsurkan kepada Pak Bon. "Telat nih, Pak. Numpang lewat rumah Bapak ya."
Pak Bon tersenyum sumringah dan menepuk bahu Ares. "Silakan, Bos!"
"Yuk, Na." Ares menyuruh Nana mengikutinya masuk ke dalam rumah Pak Bon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ares & Athena
Teen FictionAjari aku melupakan dia. Setelah itu, sepenuhnya hatiku akan menjadi milikmu. __________ "Athena, lo nggak lagi bercandain gue kan?" Nana menggeleng lemah. Ares membanting sisa puntung rokoknya ke tanah. Matanya menatap Nana dengan pandangan n...