lima belas

26 0 0
                                    


Pada dasarnya memang diri rani adalah manusia yang 'kepo' , entah kenapa perasaannya sangat ingin mengetahui kemana dito pergi.

Dengan gerakan cepat rani berjalan ke arah meja guru, meminta izin untuk ke toilet. Setelah itu ia langsung berlari menelusuri lorong kelas yang sepi, namun nihil, rani tidak menemukan dito.

Kakinya berhenti di ruang osis yang berada di lantai bawah, penglihatan nya mengedar ke seluruh bagian di sekolah ini.

rani melihat tubuh dito datang ,  berjalan ke arah ruang uks yang tidak jauh dari ruang osis. Tangannya membawa satu nampan berisi makanan dan minuman.

Dito memasuki ruangan itu dan menutup pintu uks. Rani dengan hati-hati berjalan ke arah uks. Kepalanya sedikit mengintip melalui jendela uks yang terbuka, matanya membulat , di dalam ada dito dengan seorang perempuan. Tapi..siapa perempuan itu? Rani tidak asing melihat wajahnya. Sepertinya ia sering bertemu dengan dia perempuan itu.

"Makan dulu ki, kamu laper kan?" Perempuan itu hanya menggangguk, seraya tersenyum "makasih dito,"

Tangan dito meraih puncak kepalanya, mengusap rambut kecoklatan perempuan yang ada dihadapannya dengan penuh kasih sayang

"Sama-sama."

"Kamu pasti lupa makan kan? Sampai kambuh kayak gini?"

Parempuan ini hanya memberikan cengiran lebarnya kepada dito . Tangannya bergerak memegang pipi dito dan mengusapnya dengan perlahan. "Hehe, maaf. Tugas banyak banget soalnya. Kamu kan tau gimana kelas 12. Sibuk." Ucapnya dengan penuh hati-hati.

"Tapi kan, nggak gitu juga kiara. Kamu harus tetep jaga kesehatan. Jangan kayak gini lagi ya?" Dito menghembuskan nafasnya asal, tangannya meraih jari-jari kiara yang masih berada di pipinya .

"Iya."

Jantung rani berdegup lebih cepat dari sebelumnya, tangannya menutup mulutnya . Berusaha menahan isakan tangis yang sedari tadi ia tahan. Melihat dua orang yang berada di ruangan itu.

Dengan tenaga yang tersisa rani pergi meninggalkan tempat ini, meninggalkan dua orang yang sedang menjalin kasih?
Rani merutuki dirinya sendiri, ia tidak seharusnya menangis, untuk apa dia seperti ini, dito bukan siapa-siapanya bukan?

                       *******

Rani tidak berniat untuk pulang , tubuhnya lebih memilih tetap duduk di dalam kelas . Menatap sekelilingnya yang sudah mulai sepi. Hanya tersisa dirinya dan beberapa pengurus kelas yang sedang ditugasi oleh guru pelajaran tertentu.

Banyangan kejadian di ruang uks itu selalu terputar di pikirannya. Melihat dito yang menatap penuh kasih sayang kepada perempuan yang bernama kiara itu.

Berbanding jauh dengan dito yang selama ini rani lihat. Dito yang hanya menampilkan wajah datar dan sorot mata dingin kepada setiap orang, kecuali pada kiara dan teman-teman geng sterid nya.

Apa dito pacaran sama dia?

Lamunan rani harus buyar karena ada suara yang memanggilnya "Rani" ia menoleh dan menatap--adel--teman sekelas rani yang sudah berada di sampingnya .

"Gue ,adit sama ardi mau pulang nih. Lo yakin mau dikelas sendiri?" Ujarnya dengan menunjuk kearah ardi dan adit yang sudah berada didepan pintu.

Rani menggangguk "oh, iyaudah. Gue masih mau disini. Duluan aja nggak apa-apa. "

"Kalau gitu, kita duluan ya ran."

Sudah lima belas menit setelah kepergian teman-teman sekelasnya rani masih tetap berada disini. Hanya kesunyian yang menemani dirinya.

Rani memutuskan pulang karena senja sudah hampir hilang. Berjalan dengan langkah gontai menuruni setiap anak tangga.

Lapangan yang berada di tengah sekolah masih terlihat ramai, ada banyak siswa yang sedang mengikuti beberapa ekstrakulikuler.
Rani melanjutkan kembali langkahnya keluar dari gerbang sekolah.
Sesekali matanya melirik kearah parkiran, siapa tau ia dapat melihat dito di sana.

"Bro gue duluan ya,"

"Iye dit, jangan lupa nanti malem."

Rani yang masih dengan pikirannya sendiri, berjalan menyebrangi jalan besar yang berada di depan sekolahnya tanpa melihat keadaan sekitar.

Suara klakson panjang menyadarkannya, spontan kepalanya menoleh melihat roda motor yang berada kurang dari 5 cm dari tubuhnya.

Jantung rani mencelos, dahinya mulai mengeluarkan beberapa butir keringat dingin.

"Lo nggak apa-apa kan?" Rani hanya terdiam memandangi orang yang sedang menanyakan keadaanya ini.
"Kalau jalan hati-hati . Untung gue nge rem." Ujarnya dengan dingin lalu melajukan motornya kembali, meninggalkan rani yang masih mematung di tempat ia berdiri.

Tangannya bergerak menyentuh dadanya, merasakan detakan jantung yang terasa cepat .

Apa jantung gue sehat-sehat aja setelah ini. Setelah banyak keter--kejutan yang mendatangi gue bertubi-tubi kayak gini.

Merdu untukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang