Ayase datang seperti janjinya. Dia memeriksa Tina dan menanyakan semua yang perlu dia ketahui. Sedikit banyak Ayase mengerti apa yang Tina maksud. Ayase memeluk Tina dan menyuruh gadis itu beristirahat, sementara dirinya pergi menemui orang yang memanggilnya
"Sebaiknya biarkan dia tenang. Daniel-ssama, saya minta anda jangan menemuinya"
"Kenapa?" Tanya Cornelia
"Maaf jika saya lancang tapi, Tina... Dia secara fisik memang baik-baik saja, bahkan lukanya sudah mulai menghilang. Hanya saja, secara psikis dia masih sangat terkejut. Dari cerita yang ia katakan serta sorot matanya menunjukan dia terkejut, takut dan kecewa"
"Kecewa? Bukan marah?"
Ayase menggeleng
"Rasa kecewa lebih dalam daripada rasa marah Cornelia-ssama. Dan dalam kasus Tina, dia lebih mengarah ke kecewa dibandingkan marah. Entah pada siapa dia kecewa, bisa pada seluruh keluarga ini, atau pada Nick, atau pada beberapa orang dari kalian saja. Intinya rasa kecewanya cukup besar untuk membuatnya hampir depresi"
"Jadi maksudmu, kami tidak bisa menemuinya?" Tanya Jeanne
"Begini saja Jeanne, bagaimana jika kalian mencoba menemuinya. Lihat bagaimana responnya. Jika responnya baik maka kalian bisa menemuinya, jika buruk berarti kalian harus menjauh darinya sementara waktu"
Ayase meninggalkan resep obat untuk Tina, dan dia segera bangkit untuk pergi
"Emmm, dari yang aku dengar kemarin Louisa bersamanya dan dia tersenyum. Mungkin Louisa bisa berada di dekatnya"
"Baiklah, nanti aku akan minta Louisa menemani Tina" ujar Cornelia
"Aku permisi jika begitu. Sampai jumpa"
"Hati-hati di jalan Ayase"
.....
"Kakak..." Panggil Louisa
"Iya ada apa?"
"Kenapa kakak tidak keluar?"
"A-aku"
"Kakak sedang sakit?"
"Iya. Ada apa? Apa Louisa-ssama butuh bantuan?"
"Tidak kak, aku hanya ingin bermain. Dan berhenti memanggilku Louisa-ssama. Panggil Louisa saja kak"
"Baiklah, Louisa"
Louisa tersenyum. Dia naik dan duduk di kasur besar milik Tina. Dia menceritakan tentang mimpinya semalam. Lalu, dia juga menceritakan tentang rumah besar yang mereka tempati di Inggris
"Kak, boleh aku minta tolong?"
"Minta tolong apa?"
"Tolong kuncirkan rambutku. Aku dengar kak Tina pandai menata rambut"
"Baiklah, tunggu, aku akan mengambil sisir"
Louisa tersenyum manis pada Tina. Tina mengambil sisir dan beberapa jepitan juga karet. Tina mulai menyisir rambut Louisa
"Bagaimana? Apa kamu suka?"
Louisa mengangguk "sangat suka. Terimakasih"
Tina tersenyum
"Kakak, kita ke taman?"
Tina ingin menolak tapi, wajah Louisa sangat mengharapkan ia menjawab 'iya'. Lagipula pada jam segini biasanya Nick, Richie dan Karin sedang ada di sekolah dan yang lain sibuk dengan urusan mereka
"Baiklah. Ayo kita ke taman"
Louisa berjingkat girang. Dia segera menggandeng tangan Tina dan menarik pelan tangan itu keluar dari kamar. Tina mengikuti Louisa menuju ke taman dan bermain. Tina merangkaikan mahkota dari bunga untuk Louisa
"Louisa seperti putri tidak kak?"
Tina mengangguk "tentu saja Louisa seperti seorang putri. Putri yang sangat cantik"
Louisa tertawa dan Tina ikut tertawa bersama Louisa
"Louisa" suara berat penuh wibawa terdengar di telinga Tina
Tubuh Tina menegang seketika, jantungnya berdetak beratus kali lebih cepat. Tina bahkan tidak sadar jika kini dia tengah gemetar
"Uncle! Uncle membuat kak Tina takut! Uncle tidak boleh kesini atau Louisa akan marah!" Omel Louisa
Daniel tersadar dan segera pergi dari sana. Dia melihat bahu Tina bergetar. Daniel benar-benar tidak menyangka jika kegegabahannya menjadi sesuatu yang paling tidak ia inginkan
....
Hari berikutnya Tina kembali ke sekolah seperti biasa. Dua hari di rumah membuatnya hampir ketinggalan pelajaran. Tina memilih diam dan jarang bicara. Sebagian siswi justru senang dengan keadaan Tina bagi mereka lebih baik seperti ini karna artinya hubungan Tina dengan Nick merenggang
"Coba lihat, benarkan kataku dia tidak pantas untuk prince!" Bisik salah seorang siswi
Brakk
"Tina? Ada apa?"
"Ano... Sensei, izinkan aku izin sebentar, aku mau ke UKS"
"Kamu sakit?"
Tina hanya mengangguk
"Aku bisa buatkan surat izin pulang jika kamu mau"
Tina kembali mengangguk. Tak lama sang wali kelas memberikan surat izin pada Tina
"Arigatou sensei"
"Hati-hati di jalan"
Tina berjalan keluar dari kelas. Hari ini Nick dan Richie memang tidak ikut pelajaran karna mengurusi urusan lomba basket. Karin mengirimkan pesan singkat pada Richie
"Huft..." Tina menghela nafas pelan
Tina berjalan dan keluar dari area sekolah. Dia memilih berjalan kaki dari pada menaiki bus. Dia ingin menjernihkan pikirannya sejenak
"Mmm!!!" Tina hendak berteriak saat sebuah tangan membekap mulutnya
Tina berusaha melepaskan diri tapi, tentu saja gagal karna dia terus terbayang hari dimana Daniel mencekiknya dengan keras. Mata Tina mulai berair. Hatinya menjerit minta tolong
"Jadi dia, calon istri dari Nickolash Russelldy" ujar orang yang membekap Tina
"Bagaimana kalau kita bunuh saja dia? Atau kita mutilasi dan kirimkan badannya ke mansion Russelldy?" Ujar seorang yang lain
'Tolong!' Batin Tina
'Nick!' Panggil Tina dalam hati pada nama yang dua hari terakhir belum pernah ia sebut
Jduaghh
Krakk
"Argghhh!" Jerit salah seorang dari segerombol orang yang ikut dalam aksi membekap dirinya
Tina hanya bisa mendengar suara orang terpukul, terjatuh dan orang menjerit tanpa tahu apa yang terjadi
"Cepat bawa dia pergi dari sini!"
Tina merasakan perih di lengannya. Seseorang menyuntikan sesuatu ke dalam badannya. Perlahan Tina mulai merasa mengantuk dan tepat saat itu Tina merasakan dirinya terlempar ke dalam Air
'Sesak!' Batin Tina
KAMU SEDANG MEMBACA
STEAL MY HEART
RomansNickolash Russelldy atau The prince of Russelldy, anak kedua sekaligus anak laki-laki pertama di keluarga Russelldy, menyimpan sejuta rahasia bersama nama Russelldy yang dia sandang. Sejuta rahasia yang harus terjaga dan masa lalu yang menyedihkan m...