BAB 7

69.1K 8.2K 254
                                    

UPACARA berjalan lancar, namun Lagas tidak bisa mengembuskan napas lega karena setelah ini mereka para pengurus harus mengatur rangkaian kegiatan bagi siswa 2P

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

UPACARA berjalan lancar, namun Lagas tidak bisa mengembuskan napas lega karena setelah ini mereka para pengurus harus mengatur rangkaian kegiatan bagi siswa 2P. Tentu saja, dibanding mengurus mereka, lebih baik Lagas menghabiskan waktunya dengan belajar, mempertahankan beasiswa.

Sayangnya, menjadi pengurus adalah salah satu kewajiban Lagas agar beasiswanya bertahan. Menyebalkan.

Setelah do'a bersama, Lagas pun mulai mengambil alih mikrofon. Tentu saja melihat wajah gaharnya, para peserta 2P lantas mengkerut ketakutan.

"Pindah ke aula," perintah Lagas begitu saja dan semua peserta mulai ribut membubarkan diri, menuju aula.

Perlahan barisan pun menyebar. Dan mata Lagas menyipit tidak suka ketika melihat Judy masih ada di barisan, tepat di sana, dengan tangan bersedekap dan pandangan mata yang menghunus tajam ke arah Lagas. Di sebelahnya, Lema menarik-narik lengan Judy, memintanya untuk segera ke aula.

Pengurus lain menatap Lagas, begitu pun Ramy. Lagas menarik napas panjang, kemudian berkata, "Kalian duluan aja."

Mereka serempak mengangguk dan berjalan menuju aula. Meninggalkan Lagas dengan Judy dan Lema.

Lagas berjalan mendekat sampai akhirnya dia berhadapan dengan Judy.

"Ke aula sekarang," perintah Lagas lagi.

Judy maju selangkah, mengangkat dagunya tinggi-tinggi. "Kalo enggak mau, gimana?"

Rahang Lagas mengeras. Perempuan ini....

"Kalo enggak mau, keluar dari sini."

Judy terkekeh geli mendengar ucapan idiot Lagas. "Poin buruk bagi pengurusnya, dong. Enggak mengurus peserta dengan baik."

Lagas paling tidak suka perasaan ini. Perasaan di bawah kekuasaan seseorang. Karena Lagas sering merasakannya. Tiap saat, tiap waktu. Dan tiap perasaan ini muncul, Lagas seperti dibunuh perlahan.

"Apa lo enggak mikirin angkatan di bawah lo yang mau ikut acara ini? Kesempatan mereka berkurang karena kelakuan lo sekarang," ucap Lagas, sedikit terperangah. Memang, bila ada masalah di angkatan Judy, pasti kesempatan angkatan di bawahnya untuk ikut acara ini akan berkurang.

Judy tertawa mendengar pertanyaan Lagas. "Loh, sejak kapan gue harus mikirin mereka? Memang, mereka mikirin gue?"

Menyebalkan. Judy menyebalkan karena dia benar. Judy menyebalkan karena dia menampar Lagas dengan realita yang ada. Tidak ada yang benar-benar peduli pada perasaan seseorang, kecuali bila sudah berkaitan dengannya.

Kali ini, Lagas menghela napas panjang. "Gue cuma meminta lo untuk ke aula sekarang."

"Gue enggak mau!" nada suara Judy meninggi. "Gue enggak mau ikut perpeloncoan kayak gini!"

"Dy," kini Lema yang sedari tadi diam mulai bersuara. "Ayo kita ke sana aja."

Judy menatap Lema tidak suka. Dia menarik tangan Lema, berusaha membuatnya diam untuk sesaat. "Lo mau dijadiin babu sama mereka, Le? Di balik layar, mereka ketawa melihat kesulitan kita."

Lagas menautkan alisnya. Apa memang seburuk itu pengurus acara Pertukaran Pelajar ini di mata mereka?

"Dy...," Lema mulai bimbang.

"Le, kalo lo enggak mau ikut sama Judy, lo bisa ikut sama gue," ucap Lagas langsung. Tentu saja muka Lema berubah cerah, sementara Judy seolah terkhianati.

Judy menarik Lema menjauh hingga tidak terlihat dari pandangan Lagas. Dan Lagas akhirnya hanya bisa pasrah. Ini bukan masalah dia. Sama sekali bukan. Judy yang pergi, ini bukan salahnya....

NAPAS Judy memburu ketika membawa Lema pergi ke koridor yang sepi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

NAPAS Judy memburu ketika membawa Lema pergi ke koridor yang sepi. Setelah yakin di sini tidak ada yang mendengar, Judy mulai berhadapan dengan Lema. Mencecarnya dengan pertanyaan. Astaga! Judy tidak tahu bagaimana jalan pikiran Lema sampai mau patuh dengan perintah Lagas.

"Le, gue tahu lo enggak polos-polos banget sampe mau dijadiin bahan lelucon mereka. Apa sih, yang lo pikirin?"

Lema menggeleng kuat-kuat. "Lo salah, Dy. Ini enggak seperti yang lo pikir. Mereka semua baik!"

"Kenapa bisa lo yakin mereka nggak bakal nyuruh kita ini-itu?" tanya Judy tidak suka. "Gue enggak mau berakhir dengan berdiri panas-panasan di lapangan karena sebuah 'hukuman' karena 'alasan' yang dibuat-buat."

"Dy, enggak semuanya itu seperti yang lo pikir!" seru Lema mulai panas. "Mereka enggak bakal ngelakuin hal itu. Mereka bukan orang jahat. Gue yakin karena feeling gue mengatakan kalo mereka enggak kayak gitu. Gue bisa ngerasain! Dan sekarang, cara lo kabur kayak gini, ini bukan lo banget, Dy."

Judy tertawa geli mendengar ucapan panjang lebar Lema. Ceramah saja bisanya.

"Kalo mereka emang seperti yang lo pikir, kita buktiin sekarang juga. Kita ke aula!" cetus Lema memberi jawaban final.

"Lo enggak bisa gitu," kata Judy. "Lo mau ninggalin gue?"

Lema membuang mukanya.

"Serius, Le?" kini napas Judy memburu. "Enggak setia kawan banget, lo."

Judy melepas cengkeraman tangannya pada Lema, kemudian berlalu pergi mencari tempat untuk kabur. Sementara di tempatnya berdiri, Lema berseru kencang.

"Gue setia kawan! Kalo lo salah, gue enggak bakal bilang lo bener. Gue nampar lo dengan kata-kata supaya lo mikir! Enggak semua hal yang lo benarkan itu benar, Dy!"

Judy menutup hati dan telinganya rapat-rapat. Dan dia pergi.

Mulai nih mulai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mulai nih mulai...

HSS (1): DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang