BAB 19

51.5K 7.6K 1.2K
                                    

"Pada akhirnya, orang yang berjanji akan selalu ada pun pergi. Pada akhirnya, aku sendiri."

(Kemanapun Selain Kembali)

JUDY pernah memiliki impian. Sederhana saja. Dia bisa berada di dalam ruangan yang sama dengan Ayah, Ibu, Anin, dan Amara. Mereka mengobrol ringan sambil, mungkin, menonton film kelurga atau kartun. Kalau filmnya sedih, Judy mungkin meledek hidung Amara yang memerah karena menangis. Amara selalu menangis karena dia melankolis bila tersentuh film-film sedih. Saat Amara nonton film Hachiko, dia dirundung kesedihan selama seminggu penuh.

Judy punya impian itu, namun rasanya pupus ketika melihat Ibu, Anin, dan Amara keluar dari mobil Nissan dan berjalan bertiga, mengobrol dan tertawa, persis seperti imajinasi dalam pikiran Judy.

Sekarang pikirannya kosong.

"Dy?" tanya Lagas heran melihat Judy membeku di tempatnya.

Mata Judy masih terpaku pada tiga figur yang perlahan mendekat. Ketika menyadari keberadaannya, mereka berhenti tertawa. Raut wajah bingung terulas di wajah ketiganya. Ibu yang pertama kali berjalan mendekat, berhadapan dengan Judy langsung.

"Kamu kok di sini, Dy? Enggak ke sekolah?" tanya Ibu cemas.

Pertanyaan sama yang ingin Judy lontarkan. Ibu enggak bekerja? Anin dan Amara tidak sekolah? Kalau iya, kenapa tidak satupun dari mereka menelepon Judy? Kenapa mereka seolah meninggalkan Judy di belakang?

Karena tak ada jawaban apa-apa dari Judy, Amara mendekat. Kakaknya itu ingin menyentuh pergelangan tangan adiknya, namun dengan cepat Judy tepis.

Mata Amara melebar, "Dy...."

Setelah menarik dan membuang napas, akhirnya Judy berbicara. "Kalian ngapain?"

Bungkam. Ibu, Amara, apalagi Anin, tidak ada yang mengucapkan satu patah kata pun pada Judy.

"Kalian ngapain?" nada suara Judy meninggi, membuat Ibu cepat-cepat menenangkan anak keduanya.

"Ibu sama Anin merayakan kembalinya Amara ke rumah, Nak. Hanya itu."

Kini Judy melihat ke arah Anin dan Amara. "Lo? Balik? Bukannya gue udah bilang, jangan nginjek kaki lo di rumah itu lagi! Lo bukan keluarga kita lagi, inget itu!"

"Kak!" bentak Anin langsung, "Jangan ngomong gitu sama Kak Amara."

Judy melayangkan tatapan tajam pada Anin, membuatnya bungkam. Tidak berkutik. Ini urusan Judy dengan Amara. Anin tidak akan pernah mengerti.

Anin tidak mengerti... usaha apa yang Judy lakukan agar Amara kembali ke rumah. Sampai akhirnya Judy menyerah.

"Dy, Kakak tau Kakak salah–"

Judy dengan cepat memotong. "Lo kalo mau pergi, ya pergi aja! Buat apa lo balik? Mau bikin Ibu nangis lagi berbulan-bulan? Mau gue dibully lagi sama temen-temen lo? Itu kan yang lo mau?"

"Judy! Cukup!" Ibu berseru, wajahnya tidak kalah tegang dibanding yang lain. Mata yang biasanya lembut menatap Judy kini penuh amarah. "Jangan bicara seperti itu sama kakak kamu."

Judy seolah ditampar. Mungkin lebih daripada itu. Judy selalu sayang kepada Ibu. Lebih dari apapun di dunia. Judy begitu sakit ketika Amara pergi dan membuat Ibu bersedih. Judy berusaha mengembalikan senyum Ibu. Ternyata, hanya Amara yang bisa mengembalikannya ya, Bu?

"Ada sesuatu yang enggak kamu tahu, Dy," ketika Amara mulai bersuara lagi, pikiran Judy sudah berantakan. Dia tidak mau mendengar apapun lagi darinya.

HSS (1): DaisyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang