Dibuat oleh PhiliaFate
“Can, kamu yakin ini aman?” tanya Safira sambil menarik kemeja putih milik pemuda yang berjalan di depannya.
Mata hitam gadis berambut sebahu itu menatap khawatir ke arah hutan yang mengelilingi mereka. Suasana mulai gelap sementara langit merah di atas perlahan berubah menjadi kelam. Tidak ada bunyi apapun selain gemerisik langkah yang menginjak dedaunan, suara batang-batang ditebas oleh Candra serta suara hewan di kejauhan. Safira sesekali menoleh ke belakang, menatap ke arah seorang pria setengah baya dengan baju safari dan tas ransel. Sepatu boot hitamnya mengikuti langkah dua remaja di depan. Guntur, demikian nama pria itu, tersenyum ramah pada Safira yang menatapnya. Gadis itu membalas sopan sebelum menggenggam kemeja Candra lebih erat. Safira tidak nyaman bertatapan dengan guru favorit di sekolahnya itu. Dia selalu merasa kalau guru itu memberi perhatian berlebih kepadanya.
“Kamu terlalu ke kanan , Can.” Pria itu memberi arahan.
“Oke, Pak!” seru pemuda berambut cepak tersebut sebelum berkata kepada kekasihnya, “Kamu ga percaya sama Pak Guntur? Dia ‘kan guru biologi kita. Lagian dia yang secara khusus ngajak kita berdua buat nemani dia mencari hewan langka.”
“Tapi, mungkin kita lebih baik tetap di perkemahan bareng kelas kita.” Safira berbisik kepada Candra. “Aku takut, Can. Kita balik aja, yuk?”
“Aduh! Nanggung ah! Udah sejauh ini juga. Lagian kamu ga mau nilai bulat 100 di raport semester?” ucap Candra sambil terus menebas anak ranting yang menghalanginya.
Safira terdiam. Dia tidak lagi membantah perkataan kekasihnya dan ikut berjalan dalam diam. Ketika cahaya matahari semakin lemah, Candra dan Pak Guntur menyalakan senter di kepala mereka.
“Candra, kita balik yuk.” Safira kembali merengek ketika bulan mulai naik ke langit.
“Nanggung, Saf! Pak Guntur, masih berapa lama lagi?” tanya Candra pada pria yang sedari tadi berkutat dengan peta dan kompas.
“Lima kilometer lagi,” serunya tertahan. “Sekitar tiga puluh menit lagi harusnya sampai. Maaf ya, Bapak jadi ngerepoti kalian. Bapak dari dulu penasaran sama hewan yang konon tinggal di hutan ini. Mau istirahat sebentar?”
Candra mengangguk sebelum berhenti membuka jalan. Dia menjatuhkan dirinya pada akar pohon yang mencuat sambil mengelap keringat. Safira langsung mengeluarkan tisu untuk Candra.
“Benernya, apa yang kita cari sih, Pak?” tanya pemuda itu sambil meneguk botol minum yang ditawarkan Safira.
Pak Guntur mendesah sambil melepaskan ranselnya. “Kalian tahu tentang Ahool?” balasnya sambil mendudukkan dirinya di atas tumpukan daun.
Candra bertukar pandang dengan Safira dan keduanya menggeleng. “Apa itu, Pak?”
“Itu hewan dalam mitos. Dulu seorang peneliti mengaku bertemu dengan seekor kelelawar raksasa dengan muka seperti monyet. Sayapnya membentang hingga dua belas kaki.” Pria itu merentangkan kedua tangannya sebelum menyadari bahwa penjelasannya membuat kedua muridnya pucat.
“Candra, aku mau pulang,” rengek Safira.
“U-uh, mereka tidak semenyeramkan itu, kok.” Guru setengah baya itu berusaha menenangkan. “Dua ilmuwan yang katanya pernah melihat mereka tidak diserang. Lagipula, kita hanya akan menginap di tempat di mana mereka terlihat. Belum tentu juga bertemu mereka.”
Orang tua itu membetulkan letak kacamatanya. “Maaf, ya. Bapak sampai melibatkan kalian. Bapak sebenarnya ingin pergi sendiri, tapi ....”
“Ah! ‘Kan aku sendiri yang memaksa untuk ikut,” sergah Candra membuat Safira mendelik ke arahnya tapi diabaikan. “Aku suka dengan petualangan dan alam bebas, apalagi kalau dapat bonus nilai,” tambahnya tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Battle OS Mitos Indonesia
RandomBattle OS member Fantasticcomm dengan tema "Mitos Indonesia"