Dibuat oleh ???
Hari sudah gelap, matahari tak lagi menyinari. Keadaan yang memang seram bertambah akibat suasana sekitar yang gelap. Aku bersama lima orang temanku, masih terus mendaki gunung Salak. Padahal kami bergerak dengan cepat tadinya. Tapi mengapa sampai sekarang kami masih belum sampai di puncak?
Sedari tadi satu kalimat yang menghantuiku, Kami tersesat. Mengingatnya saja membuat bulu kuduk merinding. Kami sungguh kelelahan, persediaan air juga sudah habis. Salahkan cuaca tadi siang yang begitu terik. Belum lagi persediaan makanan yang turut habis, salahkan temanku yang bernama Satria.
"Aku lapar." gumam Satria. Berbadan gemuk dan gemar makan.
"Siapa yang tadi menghabiskan makanan huh?" ujar Rahman. Pemuda kurus tinggi seperti tiang listrik.
"Apa kita tidak bisa tidur?" tanya Rani. Gadis berkulit sawo matang, paling ceria di antara kami.
"Keadaan tanahnya tidak memungkinkan untuk membangun tenda." jawabku.
"Aku lapar." gumam Satria lagi.
"Sekali lagi kau mengatakannya, aku akan mengempiskan perut besarmu itu." ujar Aditya sembari mencuramkan alis. Berkulit hitam, bertubuh relatif pendek. Paling pemarah di antara kami.
"Aku tidak mengerti, aku sudah memastikan jika kita tidak salah jalur." ujar Leon. Pemuda berkulit putih, dan memiliki wajah yang tampan. Ia juga memakai kacamata, menambah kesan dewasa. Dan jujur dia yang paling dewasa di antara kami.
Leon memukul-mukul kompas di tangannya. Mungkin kompas itu telah rusak. Wajar saja jika kami tersesat.
Kami terus mendaki, kali ini kecepatan kami sangat lambat akibat kelelahan yang sedari tadi kami rasakan. Jujur aku mulai lelah, dan mengantuk. Lapar dan haus telah menghantuiku sedari tadi. Bahkan beberapa tanah tinggi yang biasanya dengan mudah kulewati kini mesti dibantu oleh Leon.
Ahoool!
Suara aneh itu menyadarkan diriku sepenuhnya. Aku menatap sekeliling, berharap suara tadi hanya imajinasiku saja.
"Suara apa tadi?" tanya Rani.
Tak ada yang menjawab, karena jujur tak ada yang tahu suara apa itu. Tapi entah mengapa suara ini pernah kudengar sebelumnya, tetapi dimana?
"Kuharap itu suara hewan yang tidak berbahaya." ujar Leon.
Kami berpikiran sama, tapi ada yang lebih kutakutkan dari sekedar berbahaya. Jika hewan itu tidak dapat disentuh, kalian paham bukan?
Ahoool!
Suara itu kembali terdengar. Lebih keras dari sebelumnya. Tak lama dedaunan berterbangan kearah kami. Seperti ada sesuatu yang menerbangkan dedaunan itu dari arah lawan.
Rani berteriak histeris, dua ekor hewan besar terbang kearah kami. Aku tak bisa melihat dengan jelas, yang kulihat hanya sayap besar yang seperti sayap kelelawar.
Kedua hewan itu mengarahkan cakar besarnya kearah kami. Aku segera menghindar, berlindung di balik pepohonan.
Yang kulihat hanya teman-temanku yang dibawa oleh kedua hewan besar itu. Terbang menjauh yang entah akan pergi kemana.
"Rani!" teriakku.
Aku hanya bisa menatap kepergian mereka. Entah mengapa, aku seakan pernah mengalami ini sebelumnya. Jujur ini bukan kali pertamaku mendaki gunung Salak. Ini yang kedua kalinya.
"Sia." seseorang memanggilku. Aku menoleh kebelakang, rasa syukur memenuhi dadaku. Leon ternyata tak dibawa oleh hewan besar itu. Aku segera berlari kearahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Battle OS Mitos Indonesia
RandomBattle OS member Fantasticcomm dengan tema "Mitos Indonesia"