Dibuat oleh Bintang
Sekelompok orang yang berjalan beriringan di bawah pimpinan bos Brama dan 2 orang kaki tangannya tengah melakukan survey untuk membabat hutan di tanah Kerinci tersebut. Proyek yang diprogramkan pemerintah daerah untuk pembangunan ruas jalan lintas Muaro Bungo-Kerinci ini sudah dimenangkan oleh bos Brama. Niat dan tekadnya yang bulat mampu membuat banyak orang yang sesungguhnya tidak setuju dengan proyek ini memilih bungkam dan menunggu apa yang akan terjadi setelahnya.
"Apa sebaiknya kita batalkan saja proyek ini," Saran Zafrani, salah satu kaki tangan bos Brama.
"Heh?! Kita sudah berada di garis start, tidak mungkin kita mengundurkan diri sebelum berperang." Jawab bos Brama acuh tak acuh.
"Tapi 'kan, banyak yang nggak setuju dengan proyek ini," Tukas Zafrani lagi.
"Setuju tidak setuju, saat penduduk lain mengetahui tujuan kita 'kan mereka diam saja. Tak ada yang menentang, tidak ada masalah." Bos Brama berkata tanpa takut apa yang akan terjadi pada dirinya dan rombongannya nanti. Ia dirasuki keserakahan, keinginannya untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah dari pemerintah membuatnya gelap mata. Tak ada yang tau selain Zafrani bahwa masalah dan ancaman besar sudah berada di depan mata.
Yang mereka tau rombongan mereka sebanyak mereka. Tak ada yang menyadari bahwa mereka kehilangan salah satu dari mereka. Setelah seperkian jam setelah mereka kembali, mereka baru menyadari akan hal itu. Lantas petugas SAR dan polisi hutan turun tangan mencari seorang yang hilang itu. Ketika ditemukan keadaanya sungguh mengenaskan dengan tubuh sudah hancur tercabik-cabik hingga nyaris tak dikenali.
Zafrani terus-terusan menyarankan bos Brama agar membatalkan niatnya, namun tak kunjung mendapat respon yang baik dari pria berbadan gempal macam karung beras itu. Zafrani geram dibuatnya.
Pada hari kedua setelah melakukan survey, kejadian tragis itu kembali terjadi. Tak ada menyangka kejadian itu akan terjadi berulang kali dalam kurun waktu yang hanya sebatas sehari. Beberapa calon pekerja sempat ketakutan dan beberapa diantara memilih mengundurkan diri dari perusahaan bos Brama. Pekerja itu beranggapan, hutan yang mereka pijak sekarang sedang menuntut tumbal nyawa manusia. Semakin ciutlah nyali pekerja itu, tidak termasuk bos Brama.
Lagi-lagi Zafrani menyarankan agar bos Brama membatalkan niatnya. Namun tanggapannya tetap sama. Bos Brama tak mengindahkan saran Zafrani. Sampai proses pengerjaan terlaksana sudah belasan yang menjadi korban. Pemerintah pun bahkan menganggap sepele masalah ini, orang-orang berpikiran bahwa ini hanya masalah kekurangfokusan para pekerja. Karena pemerintah berkeinginan mengubah nasib penduduk kerinci yang terhalau bukit barisan agar menjadi lebih maju.
Seorang kakek misterius bercaping panjang dengan jubah yang terbuat dari kulit kayu datang menemui mereka. Di hadapan bos Brama, beliau kembali mengingatkan agar menghentikan proyek ini.
"Hentikanlah pekerjaan ini anak-anakku, hentikan sebelum penguasa hutan akan benar-benar marah kepada kalian."
"Tapi kan pembangunan itu juga untuk penduduk warga kerinci," alibi bos Brama.
"Kalian seharusnya tau, penduduk kerinci belum siap menghadapi hal yang baru. Orang-orang kerinci belum sepenuhnya dewasa, pikirannya terlalu mudah terkontaminasi, lagipula naluri mereka belum mampu atau belum bisa digunakan untuk mengontrol nafsu duniawinya. Hal yang baru itu, malah akan menjadi bumerang apabila mereka sendiri belumlah paham soal ini semua. Maka kakek sarankan agar kalian menghentikan pembangunan ini." Saran kakek itu yang lebih terdengar seperti ancaman. kakek misterius yang wajahnya nyaris tak kelihatan karena tertutup kumis dan jenggot yang lebat itu kemudian berlalu meninggalkan bos Brama dan para pekerjanya yang bergidik-gidik sebab membayangkan omongan kakek tersebut. Bukannya mengikuti saran kakek misterius itu, bos Brama justru menyuruh para pekerjanya untuk kembali bekerja.
Zafrani melamun di bawah pohon karet, pikirannya membayangkan sesuatu yang tidak mungkin dibayangkan orang lain. Dan ketika kaki tangan bos Brama yang lain bertanya, Zafrani menjawab. "Kakek itu seorang cindaku." Sekonyong-konyongnya Andera, yang bertanya, terkejut bukan main.
"Dari mana Abang tau?" tanya Andera tak percaya.
"Dari gayanya yang ganjil."
"Berarti peringatan itu nggak main-main, ya?" tanya Andera memastikan.
Zafrani mengangguk.
Andera tak dapat berkutik ia begitu mengetahui apa yang Zafrani katakan.
Keesokan harinya, kira-kira jam 9 ketika pekerja belumlah lama melakukan pekerjaannya tida-tiba dari arah dalam hutan di sekitar mereka menggemalah auman yang sangat ramai dan riuh. Semua pekerja tersentak, terpaku ditempatnya sendiri-sendiri menghentikan pekerjaannya masing-masing dan mematikan mesin-mesin besar seperti traktor dan buldozer. Harimau-harimau berloncatan mendekati beberapa pekerja, dengan wajah pucat dan pias pekerja itu pasrah akan hidupnya. Harimau yang berdatangan semakin banyak, tak tau berapa jumlah pastinya. Harimau-harimau itu bergerak perlahan mengepung rapat seluruh pekerja. Para pekerja yang ketakutan menggigil badannya bahkan ada nyaris tak sadarkan diri.
Dan ketika harimau-harimau yang mengepung itu meloncat dan menerkam satu-persatu para pekerja, maka terdengarlah teriakan histeris para pekerja yang meregang nyawa membaur menjadi satu dengan auman harimau yang menyiratkan amarah, dendam dan kebencian pada jiwa-jiwa manusia yang serakah.
Bos Brama yang asyik menikmati kopinya di dalam tenda lantas menengok ke luar ketika mendengar teriakan-teriakan yang membuatnya penasaran. Betapa terkejutnya ia melihat pertempuran yang tidak sepadan itu. Cepat-cepat bos Brama mengambil senapannya dan dari keluar tenda dengan berlari. Sesampainya di situ, alangkah terkejutnya ia ketika melihat hampir separuh pekerjanya telah menemui ajal dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Sementara yang lain berlari terbirit-birit untuk menyelamatkan diri dari buruan hariamu-harimau yang sepertinya kerasukan itu.
Bos Brama mengarahkan moncong senapannya ke arah harimau yang berlari mengejar salah satu pekerjanya. Dan tepat sasaran! Harimau itu roboh seketika, darahnya berceceran mengotori tanah.
"Aauumm ..." harimau yang berasal dari belakang bos Brama beraum marah. Lantas bos Brama mengarahkan moncong senapannya ke harimau di belakangnya kemudian menembakkannya. Meleset! Bos Brama menyentak kesal.
"Aauumm... dasar kau manusia!" seru harimau itu setelah berhasil merampas senapan bos Brama.
Bos Brama terheran-heran dibuatnya karena harimau itu berbicara layaknya manusia, dipeluk rasa takut dan cemas bos Brama terduduk pasrah.
"Aaumm... bukankah sudah kuperingatkan agar tidak melanjutkan proyek membabat hutan ini?! Dasar kau manusia serakah! Semaunya sendiri! Sepertinya aku harus mengoyak isi kepalamu agar kamu tersadar, aauumm ..."
"Cin... cin... cin... da... ku?" gumam bos Brama terbata-bata. Terasa sulit ia mengeluarkan suara karena perasaan takut menguasai dirinya. Menyesal ia sekarang.
Tanpa berkata-kata lagi, harimau itu kemudian menerkam bos Brama, tanpa peduli wajah melas bos Brama, harimau itu terus mencabik-cabik tubuh gempal bos Brama hingga akhirnya lelaki itu tewas ditangan cindaku itu.
Dengan sigap Zafrani melempar batang kering dan tepat mengenai rusuk harimau itu. "Aauuum... hei kau, aku sudah menyelesaikan urusanku menjaga garis tanah. Sekarang giliranmu untuk membenahi sumpah dan janji nenek moyangmu yang sempat diingkari kaummu ini. Aauumu...." cindaku itu berbicara tenang laksana mengenal Zafrani seperti orang yang sudah dikenalnya lama. Zafrani baru muncul karena ketika perstiwa tadi terjadi ia tengah berada di kali untuk membersihkan badannya.
Zafrani kembali ke tenda usai berurusan dengan cindaku itu, tenda yang dihuni pekerja dan orang yang masih dapat selamat lainnya dengan pakaian compang-camping. Ada kelegaan yang terpancar dari wajahnya. Tak ad yang megita bahwa Zafrani adalah seorang cindaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Battle OS Mitos Indonesia
RandomBattle OS member Fantasticcomm dengan tema "Mitos Indonesia"