PROLOG | NOTE

6K 365 56
                                    

BAHAYA TIDAK SAMPAI TAMAT! Cerita ini di-publish ulang untuk mereka yang ingin tahu Fanbook pertama saya, serta untuk siapa pun yang menginginkan Pre-Order HEALING LOVE.

Dikarenakan ada 4 orang yang menginginkan cerita ini dicetak ulang, saya mencari pasukan lebih banyak. Kali aja sebenarnya ada yang berminat juga karena harganya yang masih murah.

HARGA: 170.000 (belum termasuk ongkir)

HALAMAN: 500

ILUSTRASI: 10

Ukuran: 14x20

Ukuran: 14x20

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

□■□■□■□■□

Hanya karena menolong seekor anak kucing yang hampir tertabrak, Naruto sudah dianggap baik oleh ketua kelasnya. Demi apa pun, Naruto sendiri tidak begitu sanggup menghitung sudah berapa hari dan berapa waktu ketua kelasnya mengikuti ke mana pun ia pergi.

Kemudian, hari ini adalah yang terparah, di mana Naruto menemukan si gadis Hyuuga itu hampir mengikuti dirinya masuk ke dalam kamar mandi pria.

Ia berbalik secepat mungkin demi menyadarkan ketua kelasnya yang sudah kelewat batas.

Naruto pun mengingat jika sampai ketua kelasnya benar-benar masuk ke dalam. Sebutan macam apa yang akan teman-teman lainnya berikan pada ketua kelasnya yang terkadang menjadi gadis paling pendiam?

Mesum. Tukang mengintip?

Naruto mencoba tidak melangkah. Ia diam di tempatnya sambil mengernyitkan hidungnya, melirik ke samping arah. Ia memastikan seseorang tidak melihat mereka.

"Hyuuga-chan, kau salah masuk!" Naruto berhenti di depan pintu toilet, menghadang si ketua kelas, yang nyaris mengikutinya sampai ke dalam. Belum lagi jika di dalam sudah berjejer anak laki-laki. Mereka pun bisa berteriak heboh, jika anak perempuan tetiba muncul di dalam sana tanpa peringatan.

Naruto membusungkan dadanya sambil menjatuhkan pandangan pada Hinata yang masih menunduk agak malu, pula bergetar. Gadis itu sedang memeluk buku berwarna kuning. Kakinya sedikit demi sedikit mundur beberapa langkah. Sampai pada akhirnya berhenti di tengah koridor sekolah yang ada di lantai empat.

"Hyuuga-chan, kau tahu ini toilet pria kan?" perempuan itu mengangkat kepalanya. Sudut bibir Naruto ditarik, ia berusaha untuk tersenyum, tidak sedang menunjukkan kemarahan, atau gadis itu akan menangis dan takut kepadanya. Lalu, pada saat si Hyuuga itu ingin mengeluarkan suaranya namun gagal, Naruto mengerutkan kening. "Kau tidak apa-apa?" gadis itu tidak mungkin menangis. Naruto mendengkus di dalam hatinya serta agak gidik.

"Te-terima kasih." Katanya, secara tiba-tiba. Membuat Naruto lagi-lagi mengerutkan kening untuk kedua kalinya. Setelah itu pemuda tersebut malah berganti menggaruk kepala belakangnya. Jika mendapatkan rasa gugup seperti ini, Naruto akan merasakan gatal pada bagian tersebut.

"... Su-sudah menolong anak kucing yang kemarin."

"Tidak masalah," sahut Naruto dengan nadanya agak ditekan, "tapi bisakah kau kembali ke kelas? Perutku agak sakit, jadi aku harus masuk ke dalam kamar mandi." Masih berada di keadaan yang sama seperti tadi, justru sekarang Naruto dikejutkan oleh si indigo itu yang secara tiba-tiba membungkuk. "A-ada apa lagi sekarang?" Naruto mengerang kesal saat pandangannya jatuh pada gelagat aneh ketua kelasnya sekarang, membuatnya kebingungan, lebih aneh dari ia melihat wanita telanjang yang sedang menari-nari di atas panggung kelab malam.

"Maaf, aku hanya ingin berkata terima kasih saja." Naruto mengangguk beberapa kali. Tetapi benarkah dia tidak memiliki kesempatan untuk bisa masuk ke dalam kamar mandi? Sementara ia mati-matian menahan sesuatu yang akan keluar itu.

Semakin dia tahan, semakin pula keringat itu mengucur deras pada area keningnya serta tengkuknya. "Pe-perutku sakit sekali Hyuuga-chan." Namun sayang sekali, Hinata seperti memiliki suatu tekad membara untuk tidak membiarkan Naruto berada di dalam kamar mandi.

"Uzumaki-kun, a-aku tidak bisa menolong anak kucing itu. Karena ayahku benci sekali dengan kucing, di-dia alergi dengan bulu kucing maupun anjing. A-aku tidak berani menyentuhnya. Karena Ayah pasti akan marah saat aku masuk ke rumah dan membuatnya bersin."

Tidak lama dari penjelasan kecil nan gemetaran itu, mendadak Naruto tidak lagi merasakan sesak pada perutnya. Begitu pun ia tidak merasakan keringat mengucur deras.

Tengah Naruto masih berdiri di depan pintu kamar mandi pria. Dia melihat si Hyuuga itu menunduk sambil bibirnya bergerak-gerak tidak nyaman. Kebiasaan orang gugup yang suka menggigit kecil beberapa kali pada area bibir. Naruto tidak begitu tahu, tanggapan apa yang harus ia sampaikan ketika, ketua kelasnya berbicara seperti itu kepadanya.

"Jadi, aku sangat berterima kasih karena kau mau menolongku."

"Aku tidak menolongmu!" tekanan pada kata-kata itu membuat Hinata terdiam membisu. "Aku tidak memiliki alasan untuk menolongmu," lantas, Hinata mengangkat kepalanya. Ia memandang cukup dalam mata biru kelam milik teman sekelasnya yang pendiam itu. "Jangan merasa seperti itu. Aku menolong karena aku memang ingin melakukannya. Jangan berterima kasih padaku Hyuuga-chan."

"Uzumaki-kun, apakah aku membuatmu marah?"

"Sedikit," sergah Naruto, yang tidak memikirkan bahwa dia bisa saja melukai hati teman sekelasnya. "Aku tidak suka diikuti. Sebelum terjadi sesuatu padamu, aku menghimbau, agar kau berhenti untuk menjadi penguntit. Tidak ada untungnya mengikuti aku hanya karena kau ingin berterima kasih. Sekarang, kau sudah mengatakannya, aku sudah menerimanya, jadi, cepatlah kau segera pergi."

Pandangan mereka bertemu. Namun itu tidaklah lama, sebab Naruto buru-buru untuk berbalik. Ia masuk ke dalam kamar mandi, tanpa merasakan apa pun selain dia kesal harus menahan sesuatu yang benar-benar membuatnya tidak nyaman.

Namun di balik itu semua, Naruto memiliki suatu alasan, ia tidak ingin terlibat dengan siapa pun. Pula ia tidak ingin terjun ke dalam masalah siapa pun itu.

PROLOG | NOTE

***

bukinyan © 23 April 2017

Healing LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang