***
Hinata berjalan penuh semangat di antara gerombolan orang-orang yang berada di bagian lobi salah satu hotel di distrik Minato, sembari dia bersenandung kecil.
Kemudian dia berhenti dan ikut mengantre bersamaan dengan beberapa orang di depan pintu lift lantai bagian lobi. Namun masih di waktu yang sama, perhatiannya tersita oleh suara berisik yang mendadak muncul dari arah sampingnya.
Seorang pria mengeluarkan bunyi berisik dari tangannya yang menggenggam tiga bola-bola kecil pada bagian tangan kirinya.
Tabrakan cukup berisik itu berasal dari bola-bola yang ada pada tangan lelaki tersebut. Umurnya terlihat masih muda. Tetapi bagian sudut matanya muncul keriput tipis yang kentara.
Lantas, Hinata melirik ke arah belakangnya secepat mungkin, dan tidak berlangsung lama dari apa yang dia lakukan, Hinata pun kembali lagi melihat ke depan, di mana pintu lift menyerupai kaca itu memantulkan dirinya sendiri, yang berdiri bersama orang-orang berjas rapi di sekitarnya.
Ada sekitar empat orang berjejer diam seperti patung. Pula Menggunakan earphone di salah satu bagian telinga mereka.
Dua orang Jepang, dan dua warga asing yang memiliki kulit kemerah-merahan serta mata mereka yang cokelat.
"Leonardo?" Hinata tersentak kaget. Saat pria di sampingnya berhenti bermain tiga bola kecilnya namun malah memanggil nama seseorang cukup keras.
Salah satu dari orang asing itu menderapkan langkah untuk mendekat.
Hinata pun baru menyadari, bahwa pria yang membawa tiga bola kecil tadi cukup tampan serta memiliki tindik bulu angsa yang cukup panjang menggantung pada daun telinga bagian kanan.
Suara denting lift terdengar setelah itu, membuat Hinata menengadah melihat papan nomor digital di atas pintu lift tersebut.
Gadis indigo itu mengurungkan niat untuk melangkah lebih dulu. Ia memilih diam di tempatnya berpijak. Sampai pada akhirnya dia mendengar suara dari orang yang sama, di samping kirinya.
"Kau boleh lebih dulu menggunakan lift itu. Aku merasa jika kau tidak terlalu nyaman bersama kami nanti." Hinata memberanikan menoleh. Pria yang cukup hebat sampai tahu apa yang Hinata rasakan sekarang.
Tanpa pikir panjang, Hinata membungkuk berucap terima kasih. Kemudian dia menderapkan langkahnya masuk ke dalam tabung besi tersebut.
Sebelum pintu besi lift itu tertutup. Pandangan Hinata berfokus pada goresan yang berada di bagian pipi kiri pria yang memanggil seseorang dengan nama Leonardo tadi.
Rasa-rasanya goresan itu sama seperti apa yang Uzumaki-kun miliki. Masih belum benar-benar mengering dan terlihat begitu baru. Hanya saja, sepertinya tidak sedalam apa yang Uzumaki-kun punya.
Hinata berdiri sembari ia beberapa kali masih membungkuk berterima kasih, sampai akhirnya pintu lift tertutup otomatis. Namun pria pirang di depannya itu masih menyunggingkan senyuman ramah.
"Berikan sambutan yang menarik untuk dia." Katanya, setelah pria itu mengalah dan membiarkan lift terlebih dahulu dipakai oleh Hinata.
Sembari menyunggingkan senyuman, pria itu masih tetap memandang pantulan dirinya pada pintu besi lift, dan seraya tangannya kembali bermain tiga bola berisiknya itu.
Leonardo memberikan anggukan kecil. Dia tidak bisa menjawab menggunakan bahasa Jepang. Namun dia memahami apa yang sedang tuannya perintahkan kepadanya.
Sementara itu, di dalam kotak besi, lift. Hinata masih bersenandung kecil.
Ia menenteng kotak bekal berisi makan siang. Sesekali pula ia melirik nomor yang terus terhitung maju pada kolom digital yang berada di atas pintu lift, sambil bibirnya tiada henti menyunggingkan senyuman.
![](https://img.wattpad.com/cover/107011287-288-k529524.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Healing Love
FanfictionAwalnya memang ingin menghindar. Tidak ingin melibatkan siapa pun ke dalam masalahnya. Tidak ingin mengenal siapa pun karena pasti mereka terluka karenanya. Naruto Uzumaki terlahir sebagai anak dari seorang wanita yang menjadi istri keempat Mafia d...