#9: Tears and Pain

1.6K 199 4
                                    

Pembayaran:

♦ BNI

♦ BCA

♦ OVO (sudah tidak menerima melalui Gopay)

Bagi yang ingin ikut PO Healing Love, bisa melalui PM Wattpad atau jika kalian sudah memiliki Whatsapp nomor saya, silakan PM langsung.

PO dibuka sampai awal September, kemungkinan pertengahan September atau awal November sudah jadi. Dikarenakan naskah dan ilustrasi sudah siap, tidak perlu menunggu waktu lama lagi untuk masa cetak.

HARGA FANBOOK BELUM TERMASUK ONGKIR

(Jika memang terdapat kenaikan harga secara tiba-tiba, saya selalu menyediakan kompensasi berupa PIN/Ganci)

□■□■□■□■□

Apa yang Naruto dapatkan di sore hari itu adalah pelukan hangat.

Ia tidak begitu mengetahui bahkan alasan apa yang membuat Hinata begitu saja berlari ke arahnya dan mengambil pelukan pada tubuhnya. Kemudian, reaksi yang aneh, di mana dekapan hangat itu memberikan hantaran kecil pada dada Naruto yang justru tidak bisa berhenti berdetak-detak.

Bahagia. Berbunga-bunga. Yang mana pun boleh, rasanya sungguh tidak biasa.

Tidak hanya itu saja, di saat itu juga Naruto justru ingin menumpahkan segalanya. Seperti kekesalan yang selalu ia tumpuk tanpa ada orang lain yang boleh tahu. Tetapi ia cukup sadar diri, tidak perlu ada sebentuk luapan kesedihan atau cerita-cerita yang tidak penting terungkap.

Mengingat luka dan takut kembali melukai, pada akhirnya membuat Naruto kembali menutupi semuanya rapat.

Sesampainya di halaman rumah ditambah masih kalut akan resah tiada habisnya ia membuang napas. Sambil mendorong pagar rumahnya ia merasakan detakan bom kuat di dalam kepalanya.

"Masih, masih, masih seperti ini...," bibirnya menjerit kecil dan ia mencoba menahan semuanya sekuat yang ia bisa. Memutusnya begitu saja sebelum ia kembali dikandikan emosinya yang mengerikan.

Naruto masuk ke dalam rumahnya setelah ia mendorong pintu, disambut oleh Hibiki dengan berdandan rapi menggunakan setelan formal.

Ia mengabaikan. Sebab Naruto memang tidak terlalu peduli dengan dua orang yang terus menempel padanya karena sebentuk perintah. Ditambah, ia cukup gila mengingat pelukan yang ketua kelasnya berikan tadi.

Merasa tidak ada yang lucu, tetapi ia berhasil tersenyum manis di sebelah Annie, hingga wanita itu terdiam sambil mengernyit bingung.

Annie sangat senang jika Naruto tidak kembali marah-marah dan bermuka masam seperti kemarin-kemarin.

Annie bahkan berharap, Naruto tak lagi berada di dua warna seperti hitam dan abu-abu saja. Doa kecil bagi Annie, Naruto mengenal banyak warna di kehidupannya seperti putih, yang lebih cerah, daripada hitam ataupun abu-abu yang tidak jauh berbeda.

"Selamat datang, Aniki." Meski terabaikan, ia tidak begitu kesal pada Naruto yang melangkah sembari tiap ujung bibir ditarik.

Namun Naruto memang tidak benar-benar diberikan kebebasan untuk sedikit tenang.

Saat ia telah berhasil menaiki beberapa anak tangga, Naruto pun terpaksa berhenti karena suatu alasan. Pandangannya menangkap, kaki dengan sendal selop rumahnya yang berada di anak tangga lebih tinggi darinya.

"Kau sudah kembali," seseorang menyapa dirinya. "Kau tidak pergi sekolah lagi hari ini?" si pirang itu segera menengadah, dikejutkan oleh sosok yang tidak pernah ia berharap untuk bertemu. Demi apa pun dan dengan alasan apa pun dia tidak ingin melihat sosok gila itu ada di hadapannya. "Bagaimana kabarmu?"

Healing LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang