Tragedi Spion Hilang

40 2 0
                                    

"Assalamualaikum, Ditto," ucap pelanggan istimewa taksi aplikasiku siang ini melalui telepon seluler.

"Waalaikumsalam. Ini Bu Niken?" jawabku sekaligus memastikan dan bertanya tentang suara yang pernah kukenal dengan baik. Mama Renita, gadis yang diam-diam mengalihkan perhatianku padanya. Tapi, mampukah kuutarakan perasaan ini pada anak gadisnya?

"Ya, betul. Mau minta tolong, Mas Ditto. Anak saya, si bungsu, berada di Klinik Andromeda. Itu klinik kecil. Tolong jemput dia dan bawa ke ke rumah sakit besar saja, Rumah Sakit Melia. Itu, Renita. Dia sedang ada di Jakarta. Libur kuliah. Dia jatuh saat naik motor bersama teman-temannya. Kepalanya bocor!" katanya dengan suara tetap tenang. Hmmm... Renita, gadis supercuek, tapi berhasil membangunkan diamku!"

"Apa, bocor? Aduh!" kagetku. Aku tak sanggup mengimbangi suara lembut dan tenangnya. "Lalu? Apa yang bisa saya bantu, Bu Niken?"

"Jangan khawatir. Sepanjang tidak muntah-muntah dan pingsan, insyaallah dia akan baik-baik saja," katanya menenangkanku. Hmm... Rasa-rasanya terbalik. Justru Bu Niken yang menenangkanku. Terbayang wajah gadis manisku. Ya Allah, semoga semua baik-baik saja.

"O, ya. Saya dan suami sedang berada di Bogor. Di rumah hanya ada Bibi. Mau minta tolong, Ditto sudah saya anggap saudara sendiri. Tolong saat tiba RS Melia mengakulah sebagai saudara. Tolong tanda tangani surat pernyataan agar dokter bisa langsung mengambil tindakan. Kasihan Renita kalau telat mendapatkan tindakan. Saya akan segera menyusul." Suara tenangnya tak bisa membuatku tenang. Terbayang wajah si bungsu putri Ibu Niken. Jatuh? Kepala bocor? Tapi Ibu Niken tetap tenang. Ah, segera kupacu mogeku menuju ke rumah dari perkumpulan pencinta moge yang baru saja kuhadiri. Aku harus berganti kendaraan dengan mobil.

Setelah kuparkirkan mogeku di tempatnya, kuambil kunci mobil dengan tergesa-gesa. Beberapa karyawanku mungkin bingung dengan raut muka tegangku. Ketika hendak membuka pintu mobil, subhanallah. Mengapa spion mobilku hilang? Kubuka pintu mobil, masyaallah, mengapa kotak box tempat menyimpan uangku hilang? Sungguh kaget!

Ya Allah cobaan apa ini! Sejenak terlintas rasa protesku pada Sang Boss, gua sudah setor amal kemarin sore, Boss! Mengapa ini terjadi padaku! Namun, lintasan itu segera hilang karena aku ingat tugasku yang jauh lebih penting daripada meratapi kehilangan ini. Aku harus menemui dan menemani seseorang gadis bermata indah yang kecelakaan tanpa ada orang tua atau keluarganya. Namun, bagaimana bisa aku harus menjalankan mobil tanpa kaca spion kiri dan kanan.

Oh, tidak! Aku harus segera menemui gadis pintar itu demi keselamatannya. Aku memiliki keyakinan. Pasti aku tahu apa yang harus kulakukan. Aku pasti bisa mengendarai mobil ini. Urusanku bukan prioritasku saat ini. Ada hal yang lebih penting dari urusanku: nyawa seorang gadis. Gadis yang tiba-tiba ada di pikiranku pula!

Selama dalam perjalanan menuju Klinik Andromeda, lalu ke RS Melia, spion dalam mobil yang biasanya kugunakan hanya untuk melihat dan mengamati orang yang duduk di belakang, kali ini aku harus menggantikan perannya.  Aku harus menjadi spion yang hilang entah ke mana, entah siapa pelakunya.

Selama perjalanan itu pula, anggota keluarga Ibu Niken yang sedang tidak ada di Jakarta satu demi satu satu meneleponku. Kakaknya. Asisten rumah tangganya. Sepupunya. Tampak sangat khawatir. Kulayani dengan tenang meski hati berdebar tak karuan. Menjalankan tugas kemanusiaan di sela-sela kemanusiaanku diriku sendiri tercuri oleh maling yang tak bertanggung jawab.

Salahku tak segera menyetorkan uang ke bank. Kini, uang yang harusnya besok kubayarkan kepada karyawan-karyawanku hilang entah sudah menjadi apa di tangan pencuri itu. Ah, kusingkirkan rasa kecewa bercampur marah dan penyesalan. Kini, aku harus melakukan yang seharusnya bisa aku lakukan saat ini. Aku harus bisa mengkesampingkan masalahku dan mengkedepankan masalah seorang gadis yang baru saja mengalami kecelakaan.

SPIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang