[6] Pagar Paling Rendah

1.2K 169 34
                                    

Kalau kau berpikir bahwa Lea van Baar adalah orang yang mudah menyerah, maka kau SALAH BESAR

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau kau berpikir bahwa Lea van Baar adalah orang yang mudah menyerah, maka kau SALAH BESAR.

Walau Lou bersikap seolah tidak mengenaliku, aku tetap datang ke sekolahnya saat jam lari pagi tiba keesokan harinya. Dan esoknya, esoknya, esoknya, terus sampai aku tak tahu sudah berapa lama aku berlari di sebelahnya walau ia terus menjawab "tidak mengenal perempuan itu" saat ditanya oleh pelatihnya.

Pada pagi yang mendung ini, aku berlari di sebelah Lou. Dia tidak membawa ransel lagi. Lebam di bibirnya sudah hilang. Tapi matanya masih sangat bengkak. Kali ini aku membawa Perjanjian Oreo dan mengangkatnya ke depan wajah Lou.

"Ingat ini?" tanyaku sambil berlari. "Kuharap kau tidak melupakannya! Maafkan aku karena tak membelamu di depan Ibu dan Ayah, aku tahu aku saudari yang sangat buruk!"

Lou tidak menjawab. Dia juga tidak menatapku seperti biasa. Aku meraih tangannya dan menjejalkan Perjanjian Oreo itu ke dalam kepalan tangannya, namun ia melepaskannya begitu saja. Tisu itu melayang dan mendarat di tanah, lalu terinjak-injak puluhan pasang kaki yang sedang berlari.

Kakiku mendadak berhenti bergerak. Aku bungkam memandangi Perjanjian Oreo yang kini berbentuk seperti gumpalan sampah dengan noda berwarna cokelat di sana-sini itu. Pelan-pelan aku mendekat dan berjongkok mengambilnya. Perjanjian itu sudah tidak bisa dibaca lagi isinya, namun nama Louis masih bisa dibaca sedikit.

Entah mengapa tiba-tiba aku menjadi begitu cengeng. Air mataku meluncur deras sekali saat berusaha mengurai gumpalan tisu itu. Mengapa Lou sangat kejam? Kupikir perjanjian ini membuat kami menjadi saudara seutuhnya, tapi mengapa ia malah membiarkannya hancur?

Aku menangis cukup lama. Amarah, kekesalan, kebencian, semuanya menggumpal menjadi satu di dalam dadaku. Saat barisan murid Schola Expediency mulai kembali setelah mendapat satu putaran mengelilingi area sekolah, aku menunggu Lou lewat. Ketika ia persis berada di depanku, aku kembali mengimbangi langkahnya dan melayangkan banyak sekali pukulan ke lengannya. Lou kali ini menoleh, begitu pula cowok-cowok lain yang melihatku. Aku tidak peduli. Terus saja kupukuli ia sambil berseru, "Aku bersyukur kau bersekolah di sekolah neraka itu dan tersiksa di sana! Aku membencimu! Aku tidak mau melihat wajahmu lagi!"

"van Baar!" Terdengar seruan menggelegar dari barisan depan. Itu pasti si pelatih yang mirip van Damme. "Siapa sih perempuan yang setiap hari mengikutimu itu? Apakah dia pacarmu?"

Lou menjawab, "Dia saudari kembarku, Sir!"

"Dua puluh lima, van Baar, dua puluh lima!"

Lou keluar dari barisan para pelari dan berhenti sementara anak-anak lainnya tetap terus berlari. Aku juga ikut berhenti karena keheranan dengan maksud si pelatih. Lalu, tepat di sebelahku, kulihat Lou melakukan push up dan menghitung dengan suara pelan.

Aku mengamatinya, langsung mengerti mengapa selama ini ia tidak mau mengakuiku sebagai adiknya saat ditanya pelatih berbadan kekar itu.

Setelah hitungan yang kedua puluh lima, Lou bangkit dan menepis tanah dari telapak tangannya. Dia menatapku, bahkan dia memegang kedua bahuku. Ia berkata, "Dengar, aku tidak punya banyak waktu untuk berbicara padamu, karena pelatihku bisa curiga jika aku terlalu lama meninggalkan barisan. Kami tidak boleh menemui keluarga di luar jam kunjungan."

My Twin Brother Lou [Louis van Baar]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang