Pada akhir pekan, Ibu dan Ayah memiliki sebuah ide yang menyenangkan. Kami berempat berpiknik di taman pada siang hari, lalu berjalan-jalan di taman hiburan pada sore hari. Rasanya sudah lama sekali kami tidak bepergian bersama seperti ini. Seperti sudah satu abad yang lalu. Ibu dan Ayah kelihatan asyik bernostalgia, berjalan bergandengan seakan masih muda. Aku dan Lou mengekor di belakang, sesekali Lou mengganggu dengan menginjak ujung sepatuku atau mengaitkan rantai pagar ke kaitan celanaku—kejailannya memang tidak pernah hilang.
Ibu juga sudah tidak memarah-marahi Lou lagi. Bahkan sepertinya Ibu sangat merindukan Lou, jadi saat kami duduk di sebuah kedai es krim, Ibu berkali-kali mengelus-elus bahu dan punggung Lou. Lou kelihatan malu diperlakukan seperti itu. Untungnya dia punya cara untuk menghindarinya, yakni dengan mengajak Ayah memfoto banyak hal.
Ayah—entah bagaimana bisa—membawakan Lou sebuah topi berbentuk kepala unicorn. Pria itu tahu kalau Lou suka unicorn, tapi menurutku itu sangat memalukan. Aku terbahak-bahak saat Lou mengenakannya dengan begitu terpaksa. Ibu mengomel sedikit pada Ayah, "Kau hanya mempermalukan putramu."
Ketika senja mulai datang, Lou mengatur kameranya dengan tripod lalu berlari ke arah Ibu dan Ayah yang sedang berdiri bersisian. Aku duduk bersila di tanah di depan Ayah, sementara Lou melakukan hal yang sama di depan Ibu. Dan klik! Sebuah foto keluarga baru saja diambil, dengan latar taman hiburan dan langit senja berwarna merah jambu!
*
Ini pertama kalinya aku merasa bahagia datang ke sekolah bersama Lou. Saat kami berjalan bersisian dari area parkir menuju bangunan sekolah, aku merasa semua orang memandangi kami takjub. Teman-teman Lou juga datang menyapa dan terkejut bahwa ia telah kembali ke sekolah. Rambut Lou kini juga sudah tidak cepak lagi. Dan percayalah, ini pertama kalinya kami akur saat pergi ke sekolah.
"Hei," kata Lou tiba-tiba. Ia berhenti dan berdiri di belakangku.
"Ada apa?" Aku menoleh ke belakang.
"Kau ceroboh sekali. Selalu saja membiarkan tasmu terbuka," kata Lou. Dia menarik ritsleting tasku dan kami melanjutkan langkah.
Pada semester baru kali ini, aku dan Lou cukup sering berada di kelas yang sama—kami sudah mengecek jadwal masing-masing. Seperti hari ini, kami berada di kelas yang sama saat pelajaran Sejarah. Lou duduk di belakangku. Mr. Bayard memasuki kelas kami saat bel berbunyi. Ia menyapa kami, lalu tatapannya tertumbuk ke belakangku.
"Louis van Baar sudah kembali rupanya." Pria berkulit hitam dengan kumis tebal itu mengucapkannya dengan candaan. Aku menoleh pada Lou dan melihatnya tersipu malu. Kau tahu, karena terlalu nakal, Lou dengan mudahnya menjadi bocah yang terkenal di kalangan para guru—imbasnya, aku juga. Saat Mr. Bayard berkata, "Apa kau kini sudah menjadi pria bermoral seperti Captain America?" seluruh murid di kelas kami tertawa.
"Tidak juga," jawab Lou. Dia menyengir. "Tapi kurasa aku memang ditempa seperti Captain America."
"Maukah kau berbagi pengalamanmu saat bersekolah di Schola Expediency?"
Lou bangkit dari kursi dan mulai berjalan menuju ke depan kelas. Dalam perjalanannya, ada saja anak-anak cowok yang takjub dan bertanya, "Kau bersekolah di Expediency?"
Ketika Lou akan memulai cerita tentang pengalamannya di sekolah asrama, aku membuka tasku untuk mengambil buku catatan. Tapi, apa ini?
ASTAGA!
Aku memekik kaget dan mencelat dari kursi. Semua orang memperhatikanku. Dengan hati-hati, seperti akan menjinakkan bom, aku mendekati tasku di meja dan membukanya. Sebuah KATAK PALSU berukuran besar berada di dalam tasku. Aku mengambil benda itu dan semua anak di kelasku memandang jijik.
Kulihat Lou cekikikan di depan kelas. Tidak salah lagi. Pelakunya pasti ia! Kenapa aku terus saja termakan perangkap Lou?
"LOUIS!" teriakku kesal. Dengan sekuat tenaga aku melemparkan katak itu padanya. Tapi dasar Lou licik! Dia menunduk, sehingga katak itu mendarat ke kepala Mr. Bayard yang berdiri di belakangnya. Semua anak di kelasku tertawa terpingkal-pingkal.
Aku terbelalak. Napasku seakan dipotong.
Mr. Bayard mengambil si katak palsu dan menatapku tak percaya. Lou menggeser tubuhnya menjauhi Mr. Bayard yang ingin mengamuk. Pria itu berkata, "Kalian berdua! Ikut aku menemui Mr. Kingsley sekarang juga!"
Yah, ketika aku dan Lou menemui Mr. Kingsley di ruangannya, Mr. Kingsley menatapku dan Lou bosan sambil berkata, "Kalian lagi, kalian lagi. Kembar van Baar yang tidak pernah jera!"[]
KAMU SEDANG MEMBACA
My Twin Brother Lou [Louis van Baar]
FanficAku dan Lou tidak kembar-kembar amat. Kami bukanlah kembar identik, namun wajah kami berdua sangat mirip. Lou punya mata biru, rambut pirang, dan hidung lancip. Aku juga sama, tapi aku bukan cowok. Lou sangat nakal dan idiot, sedangkan aku tidak. Lo...