[14] Ide Cemerlang Louis

1K 136 4
                                    

Kuyakin, sebenarnya pertengkaran Ibu dan Ayah terus berlangsung karena mereka melupakan masa-masa yang pernah mereka lewati bersama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kuyakin, sebenarnya pertengkaran Ibu dan Ayah terus berlangsung karena mereka melupakan masa-masa yang pernah mereka lewati bersama.

Mereka mungkin lupa bahwa mereka pernah jatuh cinta pada apa yang dimiliki masing-masing. Ayah mencintai Ibu karena Ibu selalu menjadi objek fotografinya, dan Ibu mencintai Ayah karena kesederhanaannya. Mereka menikah dan pernah mengucapkan janji di altar, mereka pernah berbulan madu, dan mereka pernah berbahagia saat tahu mereka akan punya anak kembar.

Mereka pernah berbahagia dalam banyak hal. Mereka bahagia saat berjalan-jalan, mereka bahagia saat mendengarkan lagu kesukaan mereka terlantun di radio—lagu yang sangat mudah ditebak, Endless Love—mereka bahagia saat berlibur, dan mereka bahagia saat tertidur bersebelahan di malam hari.

Mereka juga bahagia merawat aku dan Lou yang bandelnya luar biasa. Mereka pernah tertawa saat aku dan Lou tidak bisa berenang semasa kecil, mereka pernah bergembira saat mengajari kami bernyanyi, dan mereka pernah bahagia saat harus mengantar kami ke sekolah untuk pertama kali.

Bersedih pun, mereka selalu bersama. Dulu, saat Ayah kehilangan pekerjaan karena perusahaan tempat ia bekerja bangkrut, Ibu selalu menyemangatinya dan mendukungnya menemukan pekerjaan baru. Mereka pernah kehilangan rumah karena tidak sanggup membayar cicilan dan harus menumpang di rumah teman selama beberapa hari. Mereka pernah bersedih saat aku dan Lou sakit.

Dan akhir-akhir ini, mereka tidak lagi merasakan semuanya bersama-sama.

Tidak ada lagi pertengkaran di rumahku, sebab Ibu kini tinggal di rumah nenekku di Illinois sedangkan Ayah sering pergi entah ke mana. Aku harus mengurus semuanya sendiri di rumah. Untungnya Ayah tidak pernah lupa membayar tagihan dan memberiku uang untuk membeli kebutuhan yang telah habis. Sedangkan Ibu, aku berbincang dengannya melalui telepon saja. Tidak lama, hanya sekadar pertanyaan "apakah kau baik-baik saja?" dan sejenisnya.

Musim panas telah tiba dan aku tidak bisa merasa lebih bahagia ketimbang menyambut hal ini. Seminggu lalu, Ayah bilang padaku bahwa guru Lou menganggap Lou berkelakuan sangat baik dan nilai-nilai sekolahnya bagus. Itu artinya Lou boleh meninggalkan Expediency! Ayah juga sudah mengurus kepindahan Lou kembali ke sekolah lama kami, sehingga ia bisa bersekolah lagi bersamaku musim gugur nanti. Dan sore ini, aku dan Ayah akan menjemputnya.

Reaksi pertama yang dikeluarkan Lou saat membawa barang-barangnya meninggalkan gerbang depan Schola Expediency adalah berteriak, "AKU BEBAS!" sambil membentangkan tangan di udara. Begitu pula anak-anak lain yang bernasib sama seperti Lou. Beberapa dari mereka bahkan ada yang bersujud, bersimpuh menangis haru, dan berjoget tak terkendali. Sekolah itu rupanya memang membuat siapa pun menderita.

Aku turun dari mobil dan berlari. Kudengar Ayah tertawa di belakangku saat aku meneriakkan nama Lou dengan dramatis. Lou membentangkan tangannya dan menyambutku ke dalam pelukannya. Dia mengangkat tubuhku hingga kakiku melayang.

"Well, kalian benar-benar sudah akrab," ujar Ayah saat menghampiri kami. Lou lalu turut memeluk Ayah.

"Aku kan sudah bilang, aku dan Lou sudah berbaikan," ujarku.

My Twin Brother Lou [Louis van Baar]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang