7 - NEGOTIATION

458 31 7
                                    

Aku berjalan di lorong sendirian sambil berusaha menenangkan diri. Hidupku benar-benar hampa tanpa mereka. Aku benar-benar harus mencari tahu keberadaan mereka bagaimana pun caranya. Aku yakin mereka baik-baik saja.

DBRUK!

"Axel! Apa yang terjadi padamu!" Aku langsung menangkap tubuhnya saat dia terjatuh. Tangannya gemetaran dan wajahnya lebam. Dia terbaring dengan lemah di lantai. Aku pun berusaha mencari bantuan tapi tidak ada yang ingin membantu. Mereka hanya melihat dan terus berjalan. Dasar orang-orang bajingan. Aku pun dengan cepat memapahnya ke ruang kesehatan dengan susah payah. Beruntung ruangan ini belum dikunci. Aku langsung membantunya untuk duduk di tempat tidur. Dengan cepat aku mencari kapas,alkohol dan alat lain untuk menutup lukanya. Aku bukanlah anggota kesehatan,hanya saja aku sudah biasa mengatasi yang lebih parah dari ini. Sudah kubilang Gheo adalah pembuat onar.

"Hei,kido. Bagian mana yang terasa sakit?" Tanyaku sambil memegang kapas dan alkohol tanpa melihatnya. Ku dengar dia sedikit tergelak.

"Kau bisa memeriksanya sendiri." Ucapnya sambil membuka tudung.

"Shit!" Aku terkejut melihat darah di ujung bibirnya. Mata kirinya juga agak sedikit lebam. Dia benar-benar kacau. Berulang kali dia meringis saat aku membersihkan lukanya secara perlahan.

"Kau tahu? Padahal kau adalah gadis yang baik. Kenapa kau tidak memiliki teman?" Aku mengangkat sudut bibirku saat mendengar perkataannya. Aku bahkan lupa kapan terakhir kali aku memilikinya.

"Karena aku tidak membutuhkannya." Balasku sambil tersenyum.

"Kau sangat percaya diri,nona." Sanggahnya sambil tergelak. Dia laki-laki yang sangat manis. Si bodoh Reynad benar-benar harus di beri pelajaran.

"Maaf,apa aku menyinggungmu?" Aku berdehem untuk menjawab pertanyaannya. Kenapa dia tiba-tiba mengatakan itu?

"Kau terlihat mengernyitkan dahimu." Jawabnya. Aku tertawa ringan ke arahnya. Dia benar-benar polos.

"Aku hanya benci melihat Reynad begitu bersenang-senang dengan wajahmu. Seandainya kakakku ada di sini dia pasti akan menghajar Reynad tepat di depan wajahmu. Hingga kau sadar bahwa Reynad bukan tandingannya. Tapi tetap saja dia akan berakhir dengan melakukan hukuman. Bahkan jika dia benar sekalipun. Karena Reynad dan adiknya yaitu Claire adalah donatur terbesar di sekolah ini." Jelasku santai. Baru kali ini aku bisa bicara bebas dengan orang lain. Biasanya aku hanya berinteraksi dengan saudaraku.

"Wah,mereka terdengar seperti orang brengsek." Perkataannya membuatku sedikit tergelak.

"Ya kau benar,nama mereka memang Reynad Asshole Wyden dan Claire Asshole Wyden." Ucapku dengan wajah jijik. Axel tertawa lepas saat mendengar ucapanku. Tapi tiba-tiba dia kembali meringis saat menyadari ada banyak luka di wajahnya. Aku pun meledakkan tawaku melihat tingkahnya.

"Dimana kakakmu saat ini?" Deg. Pertanyaan itu langsung membuatku tersadar. Aku pun refleks menatapnya dalam-dalam. Apa aku harus memberitahunya? Apa dia bisa membantuku?

"Hmm..." Aku berdehem menghilangkan rasa gugup di dalam diriku. Aku terlalu takut untuk memberitahu masalah keluargaku dengan orang lain. Tapi apakah ini kesempatanku? Apa seseorang bisa membantuku?

"Tidak perlu dibahas. Aku juga tidak terlalu penasaran,tenang saja." Jawabnya cepat. Aku hanya diam tanpa menjawab. Aku tak tahu,apa seharusnya aku lega atau menyesal karena tak memberitahunya.

***

"Hei."

"Hei,bangun."

"Bangun."

Aku mengerjapkan mataku perlahan saat mendengar suara seseorang. Perlahan aku melirik ke arah pintu dengan mata setengah terbuka. Seorang pria berdiri di depan pintu kamarku yang terbuka lebar. Dengan penuh keterkejutan aku langsung mendudukkan tubuhku di atas tempat tidur.

"Aku ingin bernegosiasi." Aku mengernyitkan dahi mendengar perkataan pria itu. Pria itu adalah Alex. Dia bersandar di pintu kamarku sambil menatapku. Aku pun hanya menatapnya datar.

"Aku akan mempertemukanmu dengan mereka,jika kau bisa melakukan hal yang kuminta." Lanjutnya. Mataku terus menatapnya dengan tatapan yang sama. Maksudnya bertemu dengan Gheo dan Leo? Kenapa dia tiba-tiba berpikir untuk mempertemukan kami? Dia pasti memiliki niat yang buruk padaku. Aku harus berhati-hati.

Srek!

Aku menatapnya waspada saat dia mengeluarkan sebuah botol dari dalam saku celananya.

"Kau tahu,seumur hidupku aku hanya memiliki satu penyesalan." Aku tetap tidak mengatakan apapun saat dia mulai bicara intens.

"Kenapa aku tidak datang lebih cepat? Kenapa aku terlambat untuk menyelamatkannya?" Ucapnya sendu. Aku tidak menjawab apapun dan tetap waspada saat melihat dia mulai melangkahkan kakinya memasuki kamarku. Deru napasku mulai tidak beraturan. Aku tidak mengerti apa yang dia katakan. Aku benar-benar ketakutan tapi tidak bisa melakukan apapun. Jika dia membunuh saat ini maka selesai sudah. Aku sudah pasti tidak bisa melakukan perlawanan apapun.

Duk!

Aku mengalihkan pandanganku ke sebelahku saat dia melemparkan botol di tangannya ke atas tempat tidurku.

"Kau tahu Damien,kan?" Ucapnya setengah memastikan. Aku masih tidak bergeming karena terlalu takut. Tapi otakku terus berpikir. Siapa yang sedang dia bicarakan? Apa aku mengenalnya? Apa dia temanku atau dia kenalannya? Tapi aku benar-benar tak ingat pernah mendengar nama itu

"Kudengar putrinya bersekolah di tempat yang sama denganmu. Aku juga tahu alasan sekolah memanggilku kemarin karena kalian berurusan dengan anaknya,bukan?" Aku membelalakkan mata mendengar perkataannya. Dia ayah dari Claire? Bagaimana pria ini bisa mengenalnya?

"Kau pasti tahu rumahnya. Aku hanya ingin kau memberikan sedikit pil kesehatan di minumannya. Atau kau bisa memasukkannya di seluruh minuman yang kau temui di rumah itu. Aku yakin kau juga tidak berteman baik dengan putrinya." Aku menatapnya tak percaya saat mendengar perkataannya. Apa dia sudah kehilangan kewarasannya? Dia ingin aku membunuh orang lain? Ini gila! Walaupun aku membenci Claire tapi aku tidak pernah membayangkan akan melakukan hal itu padanya.

"Tidak..." Tolakku dengan nada rendah.

"BUNUH DIA!" Deg. Aku menatap matanya dengan sorot mata ketakutan. Aku takut,sangat takut. Aku tidak tahu apa yang bisa dia lakukan sekarang. Apa dia akan membunuhku jika aku menolak? Atau dia tetap akan membunuhku jika aku menurutinya?

"Aku tidak bisa melakukannya! Aku bukan pembunuh!" Akhirnya aku bisa mengeluarkan penolakanku dengan lantang. Dia menatapku datar lalu menarik rambutku dengan kasar. Aku mulai berteriak dan memukul tangannya. Tapi dia tidak bergeming. Dia menarik rambutku hingga aku berdiri. Lalu dia menghempaskan tubuhku ke lantai. Pelupuk mataku mulai tertutupi dengan air mata. Rasa sakit dan takut bercampur menjadi satu dalam diriku. Pria itu menatapku dengan amarah.

"Lakukan atau kau yang akan kubunuh." Bisiknya. Aku meneguk salivaku tanpa menjawab perkataannya.

"Aku tidak mau tahu,kau harus membunuhnya malam ini." Sambungnya sambil beranjak keluar. Dia benar-benar sudah kehilangan akalnya.

##
TBC?
-Life For Dance
.COLD.

REVENGE 1 - THE DARKNESS IN THAT PRETTY FACETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang