Aku berjalan santai di pinggir danau sambil menikmati suasana pagi di California. Aku sudah berada di sini sejak jam 5 pagi. Aku butuh udara segar untuk menenangkan pikiranku. Rasanya kepalaku akan pecah jika berlama-lama di rumah itu. Aku tak bisa membayangkan jika Leo dan Gheo mengalami hal yang sama dengan saudara Jeff. Aku tak ingin itu terjadi. Kuhembuskan napas kasar sambil mendudukkan diriku di salah satu kursi taman. Tapi kenapa Jeff mengatakan bahwa Alex juga melakukan hal yang sama dengan bibi Gemma? Apa mereka saling berhubungan? Aku benar-benar bisa mati jika terjadi sesuatu pada mereka. Tidak! Aku tidak akan sanggup! Satu-satunya hal yang membuatku bisa bertahan sampai sejauh ini karena aku percaya mereka baik-baik saja. Ya,aku yakin mereka baik-baik saja. Gheo selalu berkata bahwa dia tidak mudah mati. Aku selalu percaya padanya.
"Diam!" Tiba-tiba seseorang yang tidak kuketahui berada di belakangku sambil menodongkan sesuatu di kepalaku. Aku hanya diam mematung tanpa berkata-kata. Ya ampun,apa ini HAZSLAYER? Aku mengangkat kedua tanganku dengan hati-hati. Oke,aku harus tenang. Kuhembuskan napas perlahan,lalu dengan cepat aku memutar tangannya yang memegang senjata dan menghantam wajahnya dengan kepalaku. Ada gunanya aku belajar bela diri bersama Gheo selama ini.
"Astaga!" Aku terkejut saat melihat Max sedang terduduk sambil memegangi hidungnya.
"Ya ampun,apa kau terluka!" Ucapku panik. Aku segera mendekatinya lalu membantunya berdiri. Dengan cepat aku memapahnya untuk duduk di kursi. Aku pun mulai memeriksa wajahnya. Aku takut hidungnya mengeluarkan darah.
"Kau benar-benar kuat." Ucapnya sambil tertawa kecil.
"Berhentilah menggodaku!" Geramku padanya. Dia tertawa kecil melihat tingkahku. Aku pun ikut tertawa mendengar tawanya.
"Kau benar-benar bodoh. Bagaimana jika aku memukulmu sekuat tenaga?" Ucapku sambil menggelengkan kepala.
"Jadi kau belum memukulku dengan sekuat tenaga?" Tanyanya tak percaya. Aku memecahkan tawaku melihat wajah bodohnya.
"Apa yang lucu?" Tanyanya tak suka. Aku menghentikan tawaku sambil tersenyum ke arahnya. Lalu menyadarkan tubuhku ke kursi sambil menatap sungai di depanku. Tiba-tiba aku teringat sesuatu.
"Bagaimana kau tahu aku berada di sini?" Tanyaku padanya. Aku kembali mencurigainya. Apa dia memata-mataiku?
"Aku menyukai tempat ini. Jadi sudah tak terhitung berapa kali aku ke tempat ini." Aku mengangguk-angguk mendengar penjelasannya. Mungkin aku terlalu sensitif. Kami mulai terdiam beberapa saat sambil menikmati angin pagi yang sangat segar.
"Hmm... Begini,di sekolah kita biasanya di adakan sebuah prom night setiap semester. Aku belum pernah mengikutinya. Apa kau bisa menemaniku nanti?" Tanyanya memecahkan lamunanku. Aku menaikkan sebelah alisku sambil menatapnya. Aku tidak pernah mengikuti acara seperti itu. Apa semua akan baik-baik saja?
"Aku tidak suka keramaian." Jawabku singkat. Dia menatapku tak suka lalu mulai memohon dengan nada yang menyebalkan.
"Ayolah,kau harus pergi menemaniku." Mohonnya padaku. Dia menangkup kedua tangannya sambil memejamkan mata. Aku masih tak bergeming.
"Kau tidak perlu khawatir,aku akan menjemputmu. Jadi kau tidak perlu cemas soal HAZSLAYER." Katanya meyakinkanku sambil menggenggam tanganku erat. Entah apa yang membuatku memberanikan diri untuk mengangguk dan membuatnya tersenyum. Mungkin aku perlu bersenang-senang sedikit.
***
Sesampai di gerbang sekolah,aku menjadi sorotan siswi lain. Mungkin mereka iri? Aku adalah seorang anak baru tetapi aku malah keluar dari mobil yang sama dengan pangeran sekolah ini. Yap,kami pergi ke sekolah bersama. Setelah menghabiskan waktu bersama di pagi hari,kami memutuskan untuk berangkat ke sekolah bersama. Walaupun dia dikucilkan aku yakin dia di puja banyak siswi di sini. Karena kebanyakan dari mereka selalu mencuri pandang untuk melihat Max. Di tambah lagi laki-laki tampan ini terus menggenggam tanganku dengan erat sejak turun dari mobil sampai kami berjalan di koridor sekolah.
"Max,kita di perhatikan banyak orang." Bisikku padanya saat bertatapan dengan beberapa pasang mata yang menatap kami tak suka.
"Memangnya kenapa?" Tantangnya sambil tersenyum manis ke arahku. Aku mengalihkan pandanganku ke arahnya. Apa dia tidak mengerti maksudku? Sudah jelas,aku tidak suka ditatap oleh banyak orang.
"Aku tidak suka ditatap seperti itu." Jelasku padanya. Dia tertawa kecil sambil mengeratkan genggamannya.
"Kau harus terbiasa karena kau telah menjadi kekasihku." Perkataannya sukses membuatku bungkam. Kurasa wajahku mulai memerah sekarang. Sikapnya yang selalu memaksa ternyata terlihat sangat manis. Kami terus berjalan bersama hingga memasuki kelas. Aku buru-buru duduk dan menutup wajahku dengan tas. Max tertawa kecil lalu membuka ponselnya. Entah apa yang dia lakukan. Aku mengangkat kepalaku ketika guru memasuki kelas. Aku selalu fokus dengan pelajaran jadi aku tidak terlalu memperhatikan Max. Terkadang dia bicara tapi aku tidak menghiraukannya. Sehingga seringkali aku memintanya mengulang. Terkadang juga dia langsung berlagak tidak menghiraukanku saat aku tidak fokus dengan pembicaraannya. Hal itulah yang membuatku sedikit kesal dengannya. Yang benar saja,tugas utamaku disini adalah belajar,aku tidak ingin nilai-nilaiku buruk.
***
Saat bel istirahat berbunyi kami pun langsung berjalan menuju kantin. Max terus menggengam tanganku dengan erat seakan tidak akan pernah melepaskanku. Kami terus berjalan beriringan sambil bercanda satu sama lain. Sampai akhirnya kami berada di kantin. Tiba-tiba suara tepuk tangan mengejutkan kami. Max menatap suasana kantin dengan wajah terkejut. Aku pun berusaha melindunginya dengan kepercayaan diriku. Walaupun aku sendiri pun ketakutan. Tiba-tiba laki-laki yang menindas Max beberapa waktu lalu berjalan ke arah kami. Aku pun dengan cepat berdiri di depan Max untuk melindunginya.
"Wah,selamat untuk pasangan baru hari ini." Aku menatap laki-laki di depanku dengan amarah. Namanya Jac,aku mendengar salah satu temannya memanggilnya dengan sebutan itu.
"Aku sangat tersanjung atas perhatian kalian. Bisakah kau menyingkir,sebelum aku memukul wajahmu lagi?" Ancamku penuh kemenangan. Dia menatapku sambil mengernyitkan dahi tak suka. Aku pun tersenyum miring lalu menarik tangan Max untuk pergi mengambil makanan. Tidak ada yang berani bicara lagi setelah aku mengalahkan laki-laki itu hanya dengan kata-kata. Dengan cepat kami mengambil makanan dan mencari tempat duduk yang kosong. Saat kami menemukannya tiba-tiba Jac kembali berulah. Dia menduduki tempat dudukku sambil meletakkan nampannya di atas meja. Kutatap matanya yang menatapku remeh. Dengan cepat aku menarik nampannya dan menjatuhkannya ke lantai. Makanannya langsung berserakan di lantai. Dia pun langsung berdiri dan bersiap untuk memukulku. Tapi tiba-tiba Max maju untuk melindungiku. Dia mengatakan sesuatu pada Jac tapi aku tidak bisa mendengarnya. Jac langsung mengisyaratkan teman-temannya untuk pergi dari meja kami. Setelah mereka menghilang dari pandangan kami,Max langsung mengisyaratkanku untuk duduk dengannya.
"Apa yang kau katakan padanya?" Tanyaku penasaran. Dia tersenyum manis sambil memasukkan sedotan ke dalam minumanku. Dia benar-benar manis,bukan?
"Kau telah melewati batas." Jawabnya sambil tersenyum.
"Wah,kau terdengar seperti seorang jagoan." Ucapku sambil tertawa. Dia balas tertawa mendengar tawaku. Aku pun memasukkan sesendok sup ke dalam mulutku. Kami mulai makan dalam diam. Hingga akhirnya dia mengambil tisu dan mendekatkannya kepadaku.
"Kau ini seperti anak kecil. Makan saja berantakan." Ucapnya sambil menyentuh sudut bibirku dengan tisu di tangannya. Sialan,bisa-bisanya dia membuat wajahku memerah di saat seperti ini. Aku pun menunduk berusaha menetralkan wajahku. Aku benar-benar malu. Perlahan dia mengangkat wajahku sambil tersenyum manis.
"Kau sangat manis saat tersipu,Vero." Ucapannya membuatku ingin berteriak kegirangan sekarang. Perlakuannya benar-benar membuatku gila. Gila,apa aku benar-benar sedang jatuh cinta?
##
TBC?
Dont Forget To Always Vomment
-Life For Dance
.COLD.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE 1 - THE DARKNESS IN THAT PRETTY FACE
Mystery / ThrillerSeorang putri bungsu dari keluarga terpandang harus menjalani kehidupan yang kejam. Dia berulang kali dipermainkan oleh kehidupan. Dijatuhkan berulang kali ke dalam lubang kehancuran. Dipisahkan dari orang berharga. Dihancurkan masa depannya. Hingga...