Ternyata sekolah baruku tak terlalu jauh dari rumah,jadi aku cukup berjalan kaki. Semua orang tampak normal pagi ini. Aku merasa sangat tidak enak dan takut. Apa yang akan terjadi nanti malam? Berhenti mencemaskan sesuatu yang belum terjadi Vero! Cemaskan saja dirimu di sekolah baru ini. Si brengsek Alex itu benar-benar mengerjaiku. Aku sama sekali tidak pernah belajar selama 6 tahun dan tiba-tiba dia memasukkanku ke sekolah menengah atas? Bagaimana aku bisa mengikuti pelajaran dengan baik? Aku hanya bisa pasrah di sini sambil berharap sesuatu yang baik akan datang. Kuhembuskan napas kasar sebelum memasuki ruang guru untuk melaporkan bahwa aku adalah murid baru. Salah satu guru langsung membawaku menuju kelas.
"Permisi Mrs.May,saya mengantarkan anak pindahan." Katanya sambil berbicara dengan wanita yang berada di kelas. Wanita itu pun tersenyum dan memintaku untuk masuk. Aku pun berjalan ke dalam dan membungkuk pada guru yang mengantarku.
"Perkenalkan aku adalah Mrs.May,wali kelasmu. Sekarang kau bisa memperkenalkan diri." Ucapnya. Aku pun membalasnya dengan senyuman.
"Perkenalkan nama ku Veronica Hazel. Kalian bisa memanggilku Vero. Aku pindahan dari Los Angeles." Kataku sambil membungkuk. Lalu aku dipersilakan menduduki bangku kosong di sebelah seorang laki-laki. Sebenarnya aku merasa keberatan. Maksudku kenapa aku tidak di minta duduk dengan perempuan? Tapi karena aku tidak ingin menunjukkan sisi burukku di hari pertama,jadi aku menuruti perintahnya saja. Aku pun melangkahkan kakiku menuju tempat dudukku. Aku tidak menatap laki-laki di sampingku dan segera duduk. Aku berharap dia tidak mengajakku bicara. Aku benar-benar malas untuk basa-basi. Untung saja dia tidak mengatakan apapun. Akhirnya aku pun mencoba untuk mengikuti pelajaran. Tapi sialnya otakku benar-benar tidak bisa menerima apa yang di jelaskan Mrs.May. Mungkin aku akan menghampirinya setelah ini lalu meminjam bukunya untuk kupelajari dirumah. Aku benar-benar tak percaya aku harus kembali ke sekolah setelah keluar dari Rumah Sakit Jiwa selama 5 tahun. Aku bahkan melewati sekolah menengah pertama.
"Hai Vero,perkenalkan namaku Max." Tiba-tiba suara seorang laki-laki dari arah sampingku terdengar saat aku sedang larut dalam pikirannya. Akhirnya pembicaraan basa-basi akan di mulai. Aku pun menengok ke arahnya dengan santai. Aku sedikit terkejut saat melihat wajahnya yang cukup tampan. Hidungnya yang mancung,rahangnya yang tegas dan senyuman manis dari bibir tipisnya yang membuat sedikit kerutan di dekat matanya. Tapi tunggu sebentar,sepertinya aku sedikit familiar dengan wajahnya. Apa aku pernah bertemu dengannya?
"Oh hai,apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Balasku. Dia sontak menengokku sambil tersenyum.
"Mungkin aku mirip dengan seseorang yang kau kenal." Katanya sambil menggidikkan bahu dan tersenyum kembali. Entahlah,dia terasa sangat familiar.
***
Bel istirahat telah dibunyikan. Aku pun bergegas keluar untuk pergi ke kantin. Tiba-tiba sebuah tangan menarik lenganku.
"Tunggu aku Ver,kita bisa ke kantin bersama." Ucap Max. Aku pun terdiam sebentar lalu mengangguk ragu. Baiklah mungkin tidak ada salahnya membuka diri untuk berteman dengannya. Kami berjalan bersama menuju kantin yang lumayan besar daripada kantin di sekolahku sebelumnya. Makanannya juga terlihat jauh lebih banyak.
"Kita duduk di sebelah sana saja." Ajak Max. Aku pun mengikutinya tanpa bicara. Sebenarnya dia tidak membuatku merasa tak nyaman. Hanya saja aku tidak terbiasa dengan kehadiran orang lain yang sok akrab denganku. Kecuali aku yang tertarik pada orang itu. Saat kami duduk ditempat yang dia tunjuk,aku pun segera membuka makananku dan memakannya. Tapi tiba-tiba aku merasa sesuatu yang janggal.
"Hei,bukankah itu teman sekelas kita? Mengapa kau tidak mengajak mereka duduk di sini?" Ucapku basa-basi. Karena aku merasa canggung jika kami hanya makan berdua. Pertanyaanku membuatnya menatapku sendu. Lalu dia segera meminum air dan membersihkan mulutnya dengan tisu.
KAMU SEDANG MEMBACA
REVENGE 1 - THE DARKNESS IN THAT PRETTY FACE
Mystery / ThrillerSeorang putri bungsu dari keluarga terpandang harus menjalani kehidupan yang kejam. Dia berulang kali dipermainkan oleh kehidupan. Dijatuhkan berulang kali ke dalam lubang kehancuran. Dipisahkan dari orang berharga. Dihancurkan masa depannya. Hingga...