Prolog

5.3K 70 0
                                    

Semburat kuning di langit sudah menghilang. Digantikan gelapnya malam tanpa bintang. Bahkan, bulanpun bersedih karena sampai sekarang tidak menampakkan keberadaannya.

Malam ini begitu dingin, seperti malam-malam sebelumnya. Angin berembus tak pernah terlihat. Seolah membuat teka-teki, dari mana asalnya angin itu datang?

Tosca tengah melamun di balkon kamarnya sambil melihat langit malam yang kelabu. Tak ada apa-apa di sana selain kepekatan hitam. Tiba-tiba deru mobil sedan terdengar. Tosca lantas berjongkok, berniat sembunyi. Dia mengintip dari balik pagar balkon kamarnya, siapa lagi yang datang malam ini?

Seorang lelaki tua dengan jas hitam yang melekat di tubuhnya menjemput sang kakak-Jingga. Jingga di rangkul oleh laki-laki itu sampai dirinya benar-benar masuk ke dalam mobil sedan butut itu.

Melihat itu, Tosca tidak tinggal diam. Dia beranjak, memakai jaketnya dengan asal, lalu berlari ke tempat dimana dia menyimpan sepedanya. Dengan sekuat tenaga, Tosca menggoes sepedanya, mencoba menyusul sedan itu.

"Kali ini saya harus berhasil. Kemana perginya kakak setiap malam?" semangat Tosca menggebu-gebu.

Setelah melewati tiga belokan kanan dan empat belokan kiri, mobil itu berhenti di depan sebuah bangunan yang begitu ramai. Tosca tidak pernah ke sini sebelumnya, dia tidak tahu menahu tempat ini. Dia masuk ke dalam tanpa berpikir panjang. Banyak kerumunan orang dengan pakaian yang kurang bahan, musik yang begitu kencang serta lampu yang berkedap-kedip membuat mata Tosca pusing.

Tosca meliarkan pandangannya, mencari Jingga yang sudah menghilang dari pandangan mata. Dia berjalan menembus kerumunan orang-orang yang tengah berjoged dan menemukan Jingga yang sedang terduduk dipangkuan laki-laki tua tadi.

"Kak Jingga!" seru Tosca kaget.

"Waw, kamu membawa teman, Jingga?" seru laki-laki lainnya yang langsung merangkul Tosca.

Tosca menepis rangkulan itu, "Jangan berani pegang-pegang!"

Laki-laki itu mencolek dagu Tosca manja, "Duuuh galaknya."

"Jangan ganggu dia!" Jingga berdiri. "Kenapa kamu kesini?" Jingga membawa Tosca ke tempat yang lebih sepi.

"Apa yang kakak lakukan?" Tosca mengepal tangannya.

Jingga diam.

"Kemana harga diri kakak pergi?"

Jingga masih diam.

"Siapa yang mengajarkan kakak hal yang tidak senonoh ini?"

"Diam kamu Tosca! Kakak seperti ini karena mencari nafkah!" kali ini Jingga menunjuk adiknya.

"Apa uang bulanan dari Mama dan Papa kurang?" Tosca masih sabar.

"Kebutuhan kita banyak!"

"Bukan kebutuhan kita, tapi keborosan kakak."

"Cepat pulang!"

"Kakak pikir, saya akan pulang dengan meninggalkan kakak disini?"

"Cepat pulang!"

"Di sini kakak memang tidak sendiri, tetapi di sini harga diri kakak dijatuhkan!"

"Cepat pulang Tosca!"

"Mari kak kita pulang bersama."

The Last ButterflyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang