01 - Satu

310K 15.2K 430
                                    

Kamu itu mirip sama kemerdekaan, sama-sama harus diperjuangkan.

இஇஇஇ

"Wah Dede emesh dateng lagi tuh!" Ozy yang melihat seorang Damara melangkah mendekat, langsung menyenggol Milan yang sibuk dengan ponselnya.

Milan hanya melirik sekilas, pengganggu! Cowok itu mendengus, sedetik kemudian, Milan sudah kembali fokus pada ponselnya, sedang memainkan game balap motor yang baru dia download lima belas menit yang lalu.

"Heran gue, kok dia ga capek ya, tiap hari ga pernah absen bawain bekal buat si Milan? Padahal akhirnya yang makan juga kita-kita," sahut Sean seraya melirik Ozy dan Tristan bergantian.

"Ssstt... diem!" mata Tristan memperingatkan pada Sean agar tidak banyak bicara karena Damara sudah berdiri sambil menunduk di depan meja mereka.

Gadis itu menjulurkan tangannya yang masih menggenggam sebuah kotak makan, terlihat jari-jari mungil Damara bergetar saking gugupnya, "Kak Milan... a-aku bawain sandwich bu-buat Kakak," hanya kalimat gagap tersebut yang mampu Damara ucapkan. Namun tak ada respon sama sekali dari Milan, suasana jadi sangat canggung.

"Sini deh gue yang kasih ke Milan," peka, Tristan mengambil alih kotak makan yang Damara sodorkan, lalu meletakkannya tepat di depan Milan. Tapi cowok bermata hazel itu masih tidak merespon, seakan tak ada orang di sekitarnya.

Sean memiringkan kepalanya untuk menatap Milan, "Lan, lo nggak mati kan? Diem mulu?" tak ada jawaban, "Yah kacang!" rajuk Sean, kesal karena Milan pun tidak menanggapinya.

Dan di saat seperti ini, Damara hanya bisa diam sembari terus menunduk. Sekarang telapak tangan Damara yang mulai lembab mencengkeram rok seragam yang dia kenakan sebagai pelampiasan untuk mengurangi rasa gugup yang terus menyerang.

"Lan dibawain sandwich tuh, nggak lo makan?" Tristan buka suara, lagi. Memiliki sahabat berwatak es batu seperti Milan, membuat Tristan harus rela boros kata untuk menangani situasi-situasi semacam sekarang ini.

Dengan sebal Milan mendengus, bagaimana bisa fokus bermain game kalau sahabat-sahabatnya terus mengoceh seperti itu?! Habis Sean, sekarang Tristan?! Milan yakin tidak lama lagi Ozy akan segera membuka mulut kalau dirinya masih diam saja.

Menghela napas, Milan meletakkan ponselnya ke atas meja, "Taroh aja di situ," ucapnya dingin, tentu saja tanpa menatap gadis yang masih berdiri seperti patung di depannya. Sang ice prince beralih pada softdrink miliknya, menenggak cairan berwarna merah itu untuk membasahi tenggorokannya yang terasa agak kering.

Mendengar suara Milan, Damara otomatis menegakkan kepala, Kak Milan ngomong? Dia ngomong sama gue? Demi apa? Aaaahhh!!! Batinnya terlampau senang.

Untuk yang pertama kalinya, seorang Milan Arega mengatakan empat kata itu. Empat kata sudah termasuk dalam kategori panjang. Ini sebuah keajaiban dan anugerah bagi Damara. Entah mimpi apa dia semalam sehingga Milan mau berbicara, tidak seperti biasanya.

"Ta-tapi aku pinginnya liat sandwich buatan aku habis," Damara refleks menggigit bibir. Sekarang gadis itu benar-benar menyesali ucapannya, kok gue jadi maksa sih?

Kesal. Milan benar-benar kesal kali ini. Dengan kasar tangan besar cowok itu membuka kotak makan yang ada di depannya, sehingga menampilkan tiga potong sandwich yang terlihat sangat enak, tapi tetap, hal itu sama sekali tidak berpengaruh pada Milan.

Saat menoleh ke kanan dan kiri, Milan mendapati ketiga sahabatnya sedang fokus menatap sandwich yang masih ada di dalam kotak makan, lengkap dengan muka seperti orang kelaparan yang sudah tiga hari tidak bertemu nasi, bahkan Ozy terlihat meneguk ludah berkali-kali. Tiga makhluk lapar dan tiga potong sandwich? Pas!

MilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang