10 - Sepuluh

191K 10.6K 536
                                    

Memang hanya hal kecil. Tapi kalau kamu yang melakukannya, entah kenapa itu selalu punya arti yang besar untukku.

இஇஇஇ

“Accchuu!” Damara segera mengusap ingus yang ikut keluar saat dirinya bersin dengan tissue.
Hari ini gadis itu memaksa ingin masuk sekolah walaupun sebenarnya dia belum sembuh total dari sakit ringannya akibat terlalu banyak makan es krim. Kata Damara berbaring seharian di kasur membosankan sekali.

Dava menarik tubuhnya untuk sedikit menjauhi Damara, “Ishh!! Virus menyebar di mobil gue deh!” cowok yang sedang sibuk menyetir itu mencibir sahabatnya.

“Namanya juga orang pilek...” yang dicibir menjawab dengan suara yang sedikit bindeng.

Mau tak mau Dava tergelak melihat bibir Damara yang dimajukan beberapa senti, padahal tadi dirinya cuma bercanda, tapi Dava berhasil membuat Damara kesal. Dava mengacak rambut gadis di sebelahnya dengan pelan, “Seharusnya nggak masuk dulu kalo belum bener-bener sembuh...”

I'm fine... acchuuu!”

Fine, tapi bersin terus?!” Dava geleng-geleng kepala, “Udah minum obat?” tanyanya, dan langsung dibalas dengan anggukan singkat oleh Damara.

Setelah itu kedua remaja tersebut tidak meneruskan percakapan mereka. Damara sibuk sendiri dengan ponsel ditangannya, sementara Dava fokus pada jalanan di depannya.

“Kalo Ara tau kemaren ada yang ngucapin semoga cepat sembuh, pasti dia bakal seneng banget,” tiba-tiba Dava menggumam, suara ber bass-nya terdengar lirih.

“Hah emang siapa yang ngucapin?” pekik Damara antusias, ternyata indera pendengaran gadis itu cukup tajam sehingga deru mesin mobil bahkan tidak menggangunya dalam menangkap gumaman Dava.

Kok Ara denger sih? Perasaan gue tadi ngomongnya pelan?! Sekarang cowok itu menyesal karena tidak membatin saja tadi, “Em... i-itu, Sindy! Ah iya, Sindy yang ngucapin, hehe...” Dava memilih berbohong.

Dava memang sengaja tidak memberi tahu Damara kalau kemarin seorang Milan Arega datang mencarinya dan menitipkan ucapan semoga cepat sembuh. Bagaimanapun Dava tahu kalau Damara masih tetap gadis bodoh yang akan langsung melupakan janjinya untuk melupakan Milan bila sampai tahu tentang hal itu.

Yah kirain... batin Damara, bibirnya kembali mengerucut mengambarkan kekecewaan.

“Apa? Lo ngarep Si Milan yang ngucapin?” dengan sengaja Dava menyindir sahabatanya.

Damara langsung mencubit pinggang Dava, “Aw! Sakit!” membuat yang dicubit meringis sambil mengusap pinggangnya yang terasa seperti habis dicapit kepiting.

“Jangan sebut nama itu lagi!” entah kenapa Damara jadi berdrama, caranya berbicara tadi sudah seperti aktris-aktris sinetron.

“Drama banget sih!” lagi-lagi Dava terbahak. Damara tidak tahu, dalam tawa nya, Dava diam-diam memperhatikan Damara, melirik wajah sahabatnya yang sekarang memunculkan ekspresi yang sulit diartikan, gue tau lo lagi pura-pura, sebenarnya lo nggak bener-bener nyoba ngelupain Milan...

“Dav! Kita mau kemana?” pertanyaan Damara membuyarkan lamunan Dava, cowok itu menoleh sekilas pada Damara, “Ya ke sekolah lah...”

MilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang