28 - Duapuluh delapan

136K 8.2K 248
                                    

Pergilah, jangan datang lagi. Aku jadi susah saat melihat kamu, susah membuang rasa.

இஇஇஇ

Milan bergerak gelisah di bangkunya. Menunggu bel istirahat yang kurang lima belas menit rasanya seperti menunggu satu tahun, harusnya gue cabut dari tadi... Cowok itu menghela napas merutuki dirinya sendiri.

Melirik ke samping, di sana Tristan terlihat memperhatikan penjelasan dari Bu Aisyah, guru agama yang tengah menjelaskan materi. Sebenarnya inilah alasan kenapa Milan memutuskan untuk tetap di kelas dan tidak bolos seperti biasa, dia tahu Tristan tak ingin melewatkan jam pelajaran agama, belakangan ini sahabatnya itu suka sekali dengan pelajaran-pelajaran agama dengan alasan supaya bisa memperbaiki diri, tentu agar bisa disebut pantas untuk berani mendekati seorang Mila, si gadis berkerudung yang sampai saat ini masih berani Tristan cintai dari jauh.

Sean dan Ozy yang duduk bersebelahan di depan bangku Milan dan Tristan justru terlihat asik dengan hobi baru mereka: merawat Pou, hewan peliharaan baru, animasi dalam game yang sebenarnya entah bisa disebut sebagai seekor hewan atau tidak karena bentuknya yang lebih mirip kue mochi.

“Pake rambut model Justin Bieber aja Zy, pasti lucu...”

“Nggak! Lucuan pake rambut yang dikuncir dua Se!”

Milan memutar bola mata mendengar perdebatan Sean dan Ozy tentang gaya rambut Pou mana yang lebih lucu, yang lucu tuh mereka, cowok kok maen begituan?! Sekali-kali Milan ingin mengajak Ozy dan Sean ke klinik kejiwaan.

“Assalamualaikum...” suara seorang gadis yang masih berdiri di ambang pintu itu membuat perhatian seluruh kelas tertuju padanya.

Bu Aisyah yang melihat seorang Mila tengah tersenyum ke arahnya langsung mempersilahkan gadis itu untuk masuk.

“Tris! Si Mila!” Sean bahkan sampai memukul-mukul meja Tristan. Ozy terkekeh melihat Tristan yang sampai lupa berkedip melihat keanggunan Mila saat berjalan menghampiri meja Bu Aisyah.

Lagi dipikirin tiba-tiba muncul... Entah kenapa jantung Tristan jadi dag-dig-dug sendiri.

“Anak-anak ada yang bisa bantu Mila bawa buku-buku ini ke ruang rohis?” tanya Bu Aisyah sambil menunjuk setumpuk buku di depannya.

“Tristan!” suara Milan membuat semua orang melirik ke arahnya, tak terkecuali Tristan yang sempat memberikan tatapan tajam pada Milan.

Sean dan Ozy terbahak melihat Tristan yang salah tingkah sendiri, si bijak itu pura-pura tidak suka dengan ulah Milan yang dengan enteng mengusulkan dirinya, padahal dalam hati Tristan jelas sangat senang bila bisa membantu.

“Ya sudah Tristan, ke sini... Kamu bantu bawain, kasian Mila kalau bawa semuanya sendiri,” Bu Aisyah membagi dua tumpukan buku di depannya. Sementara Mila hanya diam sambil menunduk sembari menunggu.

“Udah sono, ke-sem-pa-tan Bro!” Ozy berbisik pada Tristan, bisikan setan.

Milan mendorong bahu sahabatnya, matanya mengisyaratkan agar cepat berdiri dan melaksanakan perintah Bu Aisyah.

Sempat menghela napas, Tristan berdiri. Saat melewati Sean, sahabatnya itu menahan pergelangan tangannya, “Jangan sampe khilaf Tris...” bisik Sean dan membuat Tristan memberikan satu tendangan ke kaki Sean. Setelah menyentakkan tangannya dari cengkeraman Sean, Tristan meneruskan langkahnya.

“Kamu setengah, Mila setengah ya Tris...” jari telunjuk Bu Aisyah menunjukkan buku yang harus dibawa Tristan saat cowok itu sudah berdiri di depan meja guru.

MilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang