14 - Empatbelas

163K 10K 253
                                    

Sebuah luka tidak akan sembuh bila hanya ditutupi tanpa usaha untuk diobati.

இஇஇஇ

Milan duduk di sofa yang ada di ruang tengahnya, seorang diri seperti biasa. Cowok dengan sweater abu-abu itu sibuk mengganti-ganti channel meskipun sebenarnya tidak ada satupun acara di televisi yang menarik perhatiannya.

Cowok berahang tegas itu menarik napas berat, lalu menghembuskannya secara perlahan. Akhirnya Milan meletakkan remote televisinya dan lebih memilih bersandar pada sandaran sofa.

Mata Milan bergerak, mengedarkan pandangan ke segala arah untuk mengamati rumah besarnya. Rumahnya begitu besar dan mewah bak istana, tapi sayang, semuanya terasa mati, tanpa canda tawa hangat khas sebuah keluarga seperti seharusnya.

Papa apa kabar disana? Milan kangen Papa... Milan memijit pangkal hidungnya, matanya terasa memanas, entah kenapa suasana seperti ini selalu membuat Milan merindukan Papanya, andai semua itu tidak terjadi, mungkin keluarganya masih utuh dan bahagia.

Sesegera mungkin Milan menghentikan pikirannya yang hendak memutar ulang kejadian-kejadian buruk di masa lalunya. Sebisa mungkin remaja yang hampir berumur tujuh belas tahun itu menahan agar tak ada air mata yang jatuh. Sisi lemah inilah yang paling Milan benci dari dirinya, sisi lemah yang selalu coba Milan sembunyikan dari setiap orang.

Setiap manusia, menyimpan luka masing-masing dalam dirinya. Dan terkadang, ada tipe orang yang memilih berpura-pura menjadi kuat dan tegar di depan orang lain agar tidak terlihat lemah, Milan lah salah satunya. Setiap saat dia bersusah payah, bergulat dengan lukanya seorang diri. Karena terjebak dalam ketakutan akan masa lalu, Milan jadi buta akan sebuah fakta, bahwa sebuah luka tidak akan sembuh bila hanya ditutupi tanpa usaha untuk diobati.

Milan bangkit dari sofa dan beranjak naik ke kamarnya. Sekarang sudah pukul sebelas malam, dan F.Y.I Milan masih sering susah tidur walaupun sudah tidak terlalu parah. Tentu saja dengan bantuan beberapa resep obat dari dokter.

Sekarang Milan meninggalkan pikiran tentang masa lalunya, Mencoba mencari hal lain yang di rasa masih perlu untuk dipikirkan. Dan baru saja mulai berpikir, Damara langsung hadir, seakan-akan Milan bisa mendengar kata-kata gagap dari gadis itu setiap kali akan memberikan bekal untuk dirinya.

Milan memijit pelilisnya, gue harus akhirin ini. Gue bakal minta maaf dan berterimakasih, oke kali ini dengan tulus, cowok itu membulatkan tekadnya. Ini adalah jalan terakhir untuk mencari tahu apa sebenarnya penyebab dari hal-hal ‘aneh' yang dirinya alami belakangan ini. Tentu saja Milan tidak serta merta langsung menyetujui dugaan dari ketiga sahabatnya.

Isn't love! I don't want it! Inilah buktinya kalau julukan manusia berhati beku yang di sematkan untuk sosok Milan Arega bukanlah hal yang berlebihan. Bahkan setelah berkali-kali diberitahu, dan setelah semua ‘keanehan' itu muncul. Milan tetap bersikukuh menolak, menyangkal, dan menutup hati.

“Tapi kalo setelah minta maaf dan berterima kasih ternyata gue masih... berarti yang dibilang Tristan sama Sean?” Milan mengusap wajahnya dengan frustrasi, “Why her?!

இஇஇஇ

“Tris, si Damara!” bisik Sean pada Tristan yang duduk di sebelahnya, dia menggunakan dagunya untuk menunjuk gadis yang sedang berjalan sendiri menuju arah mejanya, seperti biasa pasti Damara hendak membawakan bekal untuk Milan.

MilanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang