Ini adalah tahun pertama aku masuk SMP, dengan susah payah belajar akhirnya nilai UN ku lumayan tinggi 25,5. Aku diterima di SMP favorite Pelita 01, dan ya tentu saja bersama dengan Natan. Aku senang bisa terus berada didekat Natan, rasanya seperti memiliki kakak laki-laki.
"Nat, gue malu nih pakai beginian segala."
"Hahaha, udah gapapa lo lebih bagus begitu Nik, bau jengkol badan lo sana ah." Balasnya, ya saat itu disekolah sedang ada MOPD (Masa Orientasi Peserta Didik) kami disuruh untuk memakai berbagai atribut yang konyol, delapan jengkol digantungkan ditali rapia dan ditaruh dileher, dan untuk siswi perempuan rambut diwajibkan dikuncir sesuai dengan tanggal lahir kita, untung saja tanggal lahirku tanggal 6, bayangkan yang lahir pada tanggal 30, dan rambutnya pendek, kulit kepala mungkin yang akan dikuncir.
"Ihhh Nat, jahat banget!" Teriakku sambil melempar botol aqua 1 liter ketangannya.
"Hahaha."
Di SMP banyak sekali perempuan yang ingin mengajak Natan kenalan, katanya Natan tipikal cowo idaman, jago segala bidang olahraga, dan ya ganteng. Halah basi. Kadang kesel juga lagi pengen berdua sama Natan, tiba-tiba ada anak cewe yang datang nyamperin terus ngalihin perhatian Natan.
"Niki." Suara perempuan terdengar dari koridor sekolah, tapi raganya gak ada akhirnya aku memutuskan jalan lagi.
"Niki tunggu!" Teriaknya dan sekarang aku bisa ngeliat raganya dengan jelas, manusia.
"Eh, yuli kenapa ya?"
"Haduh cape.. haduh." Nafasnya masih tak stabil lalu aku membiarkannya mengatur pernafasannya dahulu. "Bentar-bentar, gue tarik nafas dulu."
"Iya"
"Oke udah, gue boleh minta id linenya Nata gak?"
"Gak." Jawabku singkat lalu melanjutkan langkah kakiku, namun badan wanita ini ibarat karet dia langsung loncat kehadapanku.
"Plissss Nik, plissss!" Pintanya sambil memohon-mohon. Ah kenapa sih, sudahku bilang tidak, tidak!
"Natan, yuli minta id line lu tuh."
"Hah?" Lalu aku memberikan kode kearah belakangnya, lalu dia membalikkan kepalanya sedikit dan terkejut. "Astaga, Natan sejak kapan disini?" Wajahnya memerah.
"Baru." Jawabnya seadanya, entah kenapa saat bersama orang lain Natan menjadi tipikal cowo yang jutek, membosankan, dan garing. Tetapi saat bersamaku, benar-benar berbeda sifatnya aku tidak pernah merasakan sisi Natan yang seperti mereka bicarakan.
"Yul, katanya tadi pengen ngomong sesuatu sama Natan." Godaku kepada Yuli, wajahnya bertambah merah, kulihat keringat terus jatuh dari keningnya.
"Ah apa, oh iya tadi Nat."
"Apasi gak jelas lu." Jawab Natan yang terlihat dia benar-benar bete.
"Gue minta id line lu Natan." Perjelas Yuli.
"Buat?"
"Kalo sekarang belum tau buat apa, tapi mungkin nanti bisa berguna." Mendengar alasan yang dibuat oleh yuli kepada Natan, aku tak bisa menahan ketawa. Huehehe, benar-benar klise banget.
"Yasudah nanti ajah mintanya kalau gitu."
"Yaudah ah Nat sono lu pergi." Balasku, yang seolah-olah ikutan patah hati juga karna ucapan Natan, padahal aku benar-benar ingin ngakak.
"Kantin ya Nik." Jawab Natan sebelum pergi meninggalkan Niki, aku mengacungkan jempolku tanda setuju.
"Gue kantin dulu ya yul, check line lu dulu tuh barang kali salah ngirim Natan gue." Ucapku sambil melangkah berlalu, yuli cepat-cepat membuka handphonenya, dan ya notif dariku sudah diterimanya.