Tiga hari yang akan datang, adalah hari ulangtahun Nafael yang ke-17 Tahun. dan aku sudah mempersiapkan kejutan untuknya, aku tidak ingin melewatkan hari berbahagia sahabatku ini, karena setelah Natan pergi Nafael yang terus menemani, dan menjagaku. Dan Natan pasti senang mendengar cerita ini. Untuk mempersiapkan acara ulangtahunnya aku bekerja sama dengan teman laki-laki terdekat Nafael, karena Well, Aku tidak memiliki banyak teman perempuan untuk bisa diajak berdiskusi seperti ini.
"Niki, kita udah mempersiapkan semuanya." panggil Teddy, teman dekat Nafael dulu sebelumu aku datang dan menggantikannya, Rasanya tiap kali aku melihat Teddy aku seperti orang yang sangat bersalah. Teddy pernah bilang kepadaku, kalau sejak Nafael berteman denganku, Nafael tidak pernah lagi berkumpul dengan Teddy dan dua temannya. Tapi, Nafael selalu bilang kalau itu bukan salahku, namun karena Nafael memang merasa Teddy sudah berbeda sejak berteman dengan dua teman laki-lakinya, dan dia tidak bisa merubah keadaan tersebut, jadi Nafael memilihi untuk keluar.
"Kau, hanya perlu membawa Nafael ketempat seperti yang direncanakan." sambungnya, dengan senyuman antusias juga.
"Ah Teddy, Terimakasih banyak kau benar-benar bisa diandalkan." ucapku dengan menempelkan telapak tanganku di pundaknya.
"Bagaimanapun juga, dia tetap menjadi teman baikku." jawabnya lalu pergi melewatiku.
Dan aku kembali focus kepada Nafael, sudah seminggu moodnya benar-benar tidak stabil, emosinya bisa dengan cepat terpancing, apalagi kalau ada kakak kelas yang bercanda dengan menggodaku di lapangan basket, wajahnya menjadi terbakar dan setelah itu dia akan memarahiku habis-habisan. Dan aku tau apa penyebab utama dia menjadi seperti itu, hal ini karena rencana yang sudah kami persiapkan, Aku dan beberapa teman laki-lakinya sengaja bermain bersama emosinya, membuatnya tidak stabil. Kami semua berfikir itu akan menjadi suatu tantangan, namun ternyata tidak, sangat mudah membuat hal ini keluar dari Nafael.
"Fael, hari ini aku ada latihan basket untuk lomba. kalau kau mau pulang duluan, silakan saja." pintaku yang sambil memasukkan baju kedalam loker pribadiku, Nafael berdiri di sampingku, bersenderan di loker sebelah.
"Kenapa?" tanyanya dengan ketus.
"Apa?" ulangku, yang tidak mengerti arah pembicaraannya kemana.
"Kenapa lo nyuruh gua balik duluan?"
"Karena hari ini aku ada latihan basket, sepertinya barusan sudah---" belum selesai aku berbicara, dia memotong kata-kataku dengan nada yang benar-benar memancing permusuhan.
"Bukan itu yang gua Tanya, Alasan lo Niki?"
"Nafael, hari ini aku mempersiapkan diri untuk lomba, bukan seperti ekskul biasanya, dan itu akan memakan waktu lebih lama. Dan kau bisa pulang duluan kalau kau mau." Kalimatku, membuat kerutan di kepalanya menjadi lepas, dia terlihat lebih rileks.
"Baik, gue bakalan nunggu disini, gak masalahkan buat lo?" tanyanya dengan datar.
"Yakin?" godaku dengan menaikan sebelah alis sambil menatapnya.
"Niki, Cepat!" teriak Lisa dari lapangan basket, yang sudah melakukan peregangan.
"Sayangnya, tidak ada keraguan sedikitpun." Entah bagaimana, sejak Kejadian pesta malam kemarin, Nafael menjadi seperti sangat formal terhadapku, namun terkesan romatis dan ya sedikit banyak aku menyukainya.
"Okeh, tunggu aku 1 jam lagi El, Bye."
Aku mulai berlaga di lapangan, dan kulihat sesekali ke arah Nafael dan dia melambaikan tangan menyorakiku memberikan semangat, seketika energy ku serasa terpompa kembali. Sangat menenangkan keberadaannya. Tapi, kemudian Nafael dipanggil oleh Robby ketua OSIS di sekolahku, dan Nafael mengikuti langkahnya. Aku tidak bisa melihatnya ketika mereka berdua berbelok ke arah kamar mandi.