HEPI RIDING :3
Sepasang sepatu boot warna coklat, coat coklat dan jeans warna hitam sudah berada di depan mata Irene, belum lagi kacamata hitam dan topi fedoranya. Ia terus menatap barang barang itu sambil meletakkan telunjuknya di dagunya, sampai terdengar suara dari seorang wanita
"Irene? ngapain kamu nak?" tanya mama Irene
"eh? nanti aku ke mall ya ma, sama temen temen" jawabnya sedikit gagap karna terkejut
"tumben ke mall? trus itu semua buat apa?"
"yah dipake lah ma" jawab Irene sambil memutar bola matanya ke atas, sedangkan mamanya hanya mengerutkan alis lalu pergi begitu saja.
beberapa saat kemudian...
Irene sudah terduduk dengan wajah kesalnya, sambil menatap hp yang sudah ia remas selama 30 menit yang lalu. Irene menunggu jawaban pesan dari ketiga temannya, yang mengajaknya ke mall. Namun ketika ia akan memencet tombol hijau dengan gambar telepon, ternyata bell rumah berbunyi.
"ish pasti mereka, lama banget sih?" gumam Irene, iapun mengambil kacamata dan topi fedoranya, dan bergegas menuju pintu utama. Namun ketika sampai di pintu utama, bukannya mendapati ketiga temannya yang alai berdiri, Irene malah melihat seorang laki laki sambil tersenyum ling lung melihat penampilan Irene. Irene pun membuka sedikit mulutnya
"e,erhm...ke...mall yuk"
"lah?" Irene masih bertahan dengan mulutnya yang terbuka
"kamu ngapain Irene? cari oksigen?"
"loh kok David sih? temenku mana David?" tanya Irene setelah menutup mulutnya malu
"aku tak tau :/ kenapa tanya ke aku?"
'anjayyy, nih pasti pada gak jadi karna urusan masing masing' batin Irene. Irene tak henti henti menggerutu tanpa sadar bahwa David menatapnya heran
plak
sebuah tangan hangat mendarat di dahi Irene, Irene bingung dan mengangkat bola matanya ke atas, berusaha melihat apa yang terjadi.
David mendekat dan menatap mata Irene secara langsung, seketika pipi Irene menjadi coco pandan campur susu.
Mereka masih saling pandang, jantung Irene tak mau berdetak dengan normal, darahnya pun mengalir dengan keras. Kemudian...
"kamu sakit?" tanya David polos
"DAVIIID!!!"
.
.
.
.
Saat ini mereka sedang duduk berhadapan di balkon depan rumahnya, Irene hanya merengut dan menyeruput kopi hitam yang sudah ada di depannya. Dan seperti biasa David terlihat ling lung dan bingung
"kamu marah?"
"...." pertanyaan pembuka David tidak dijawab oleh Irene
"Irene..." ucap David lembut
sebenarnya pertanyaan David memang tidak terlalu membuat Irene marah, ia hanya salting ketika David menatapnya secara langsung.
"aku gak marah, dahlah minum kopinya"
"aku gak minum kopi :)" tolak David secara halus
"oh? yauda aku buatin teh" jawab Irene jutek, dia jutek hanya karna ia salting.
Sementara itu David masih saja khawatir kalau Irene masih marah, David pun segera menarik lengan Irene ketika Irene beranjak pergi.
"gak usah, kamu disini aja kita ngobrol" terjadi sedikit kontak mata antara mereka berdua tapi akhirnya Irene kembali duduk
mereka masih sama sama mematung, sebenarnya Irene merasa cukup bersalah karna saat ini David terlihat diam dan mengamati Irene dengan raut wajah sedih
"David...aku,..gak marah kok"
"ah iya"
David melanjutkan pengamatannya terhadap Irene sampai membuat Irene terlihat bingung juga
"k-kamu ngapain sih David?"
"bha-hahahahaha" akhirnya tawa keras keluar dari mulut David
"kamu seneng ya aku minta maaf? gapapa deh ketawa aja!" ujar Irene sinis
namun David tetap terdiam dan mengemati Irene, sampai akhirnya Irene teriak
"David! kamu ngapain sih?!"
"Irene di indonesia jarang orang pake coat ya kayaknya, terus....lagi agak mendung nih" ucap David sambil sesekali menyematkan tawa.
Irene membuka matanya lebar dan segera lari ke kamarnya untuk ganti baju, sungguh ia baru sadar kalau dirinya masih menggunakan pakaian aneh itu.
.
.
.
.
Irene berjalan melalui lorong sambil mengertak giginya keras, dengan gumaman gumaman kecil, dan tentu dengan raut kesal akan ketiga temannya itu.
ketika ia sampai di depan pintu kelas IPS 3 ia terdiam sebentar, mengambil nafas besar dan...
BRAK...
semua mata siswa di kelas tertuju pada Irene, yah tapi itu hanya sementara, seketika yang lain langsung kembali pada urusannya masing masing. Tapi tidak dengan 3 perempuan yang duduk berdekatan, mereka tetap menatap Irene, dan menelan salivanya.
"kenapa kemarin kalian gak dateng" ucap Irene pelan namun mengintimidasi
ketiga temannya itu tetap diam
"kenapa?" lanjut Irene sedikit membentak dengan wajah kesal, dan sesaat setelah Irene berteriakpun mereka bertiga diam sejenak, sampai akhirnya Mili angkat bicara
"k-karna ada bu Retno dateng Ren"
"he.erhm" suara deheman itu membuat Irene segera menoleh dan terkejut akan kedatangan guru matematikanya yang super killer
***
entah mengapa hari ini semuanya terasa sangat mengesalkan bagi Irene, saat ini dia sedang menyantap bakso favorit sambil memasang muka kesal di wajahnya, ditemani oleh ketiga temannya Irene tak henti menggerutu. Irene dan ketiga temannya sudah berdamai sejak 2 jam yang lalu.
Irene menceritakan tentang dirinya kemarin yang memakai penampilan aneh ke ketiga temannya
"ya..lo sendiri ngapain Ren pake baju gituan?" balas Ashley dengan nada mengejek
"yah, asal kalian tau gue pake gituan karna kalian!" semua temannya hanya mengernyitkan dahi ketika mendengar jawaban Irene
"kalian gak inget?"
Semuanya menggeleng
"yah kata kalian gue harus hati hati sama fansnya David kan, ya otomatis gue harus nyamarlah" jawab Irene panjang
"bhak... ngaps lo pake nyamar? orang di tv aja lo gak keliatan" ledek Mili
"iya orang lo nya munggungin kamera gitu" sambung Ashley
"dasar Irene ngayal!"
"yaa, iya juga sih yaudalah" jawab Irene pasrah.
sesaat setelah semua makanan di meja berempat habis, merekapun langsung beranjak dari tempat masing masing dan berjalan menuju kelas mereka. Namun...
diam diam seorang berpakaian kemeja dengan satu kamera lengkap dengan set mic, mengikuti mereka sejak mereka keluar dari kelas.
TO BE CONTINUED...
vote if you like my story, critic if there's a mistake in my story in comment bellow :3
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsessive
RomanceAntara obsesi dan cinta. Apakah keduanya berbeda? Tentu, bagi Irene Swan seorang murid sma kelas XI Sedangkan bagi Taylor David keduanya sama sekali tak memiliki perbedaan. Lagipula dirinya tak pernah merasa bahwa dirinya hanya terobsesi oleh Irene...