Retno mengantar ku sampai ke tempat latihan teater hari ini. Jika kau tanya sampai mana perjuangan kami, kami masih merangkak, belum bisa berjalan, berdiri pun belum bisa. Kami masih sama seperti dulu. Saling mencintai, walau tanpa restu orang tua ku. Orang tua Retno belum di beri tahu tentang ini. Aku takut jika mereka tahu, akan menambah beban fikiran mereka. Belum lagi image keluarga ku di mata mereka. Aku tidak ingin menjadikan 2 keluarga bermusuhan.
"Dah, aku mencintai mu." Kata Retno masih di atas motor nya.
"Aku mencintai mu juga." Balasku.
"Dah.. salam untuk ibu dan ayah mu, oh ya untuk adik kecil mu juga." Kata ku sambil melambaikan tangan ku dan tersenyum manis pada nya. Ku lihat Retno hanya mengangguk kemudian menjalankan motor nya. Hari ini dia akan pulang ke rumah keluarga nya. Dia bilang beberapa hari saat aku menginap di tempatnya, dia akan pulang ke rumah dan mempercayakan kosan nya kepada ku. Ya Tuhan, lihat bagaimana aku bisa percaya bahwa Retno adalah orang yang suka bermain perempuan, jika sikapnya saja seperti ini kepada ku. Dia selalu menjagaku, dia sayang pada ku.
"Hei.. sudah datang ?" Kata seseorang menepuk bahu ku.
Aku menoleh ke belakang.
Alan? batin ku."Oh, hai Alan. Kau di sini ? Sedang apa ?" Tanya ku. Ya, karena memang setahu ku Alan tidak ada di daftar pemain drama yang akan aku mainkan.
"kau tidak tahu? Aku terdaftar dalam daftar pemain teater ini" katanya menjelaskan.
"Ooh.. aku tidak tahu tentang itu. Kau berperan sebagai apa ?" Tanya ku sambil berjalan bersama masuk ke dalam ruang latihan."Aku jadi Michelle, kau sendiri ?" Katanya menjelaskan. Aku memelototkan mata ku tidak percaya. Michelle ? Pemeran utama dalam teater ini ? Dan aku ? Di dalam skenario itu aku menjadi pendamping dari Michelle. Berarti kita ?
"Kau ? Serius ?" Kata ku tak percaya, bahkan aku sampai menghentikan langkah ku saking kaget nya. Sementara Alan tertawa geli melihat ku yang seperti itu.
"Sungguh Iren, aku memang memainkan peran itu.." katanya meyakinkan ku.
"Berarti kau akan jadi pasangan Restiya?" Kata ku mencoba membuat teka-teki padanya agar terlihat lebih akrab. Lagi pula kami harus membangun chemistry juga kan ? jadi kami harus lebih akrab.
"Hehem.." jawab nya sambil terlihat seperti orang yang sedang berfikir. Sementara aku sudah meninggalkan dia jauh di belakang ku, aku ingin dia sendiri yang tahu peran ku saat kita mulai berlatih nanti.
"Hei Iren ? Kenapa meninggalkan ku ?" Kata nya sambil berusaha mengejar ku. Aku sedikit tertawa karena tingkahnya yang seperti anak kecil yang sedang merajuk pada ibunya.
"Rani menunggu ku Alan, makanya aku jalan lebih cepat" kata ku setelah nya. Sedangkan dia hanya ber oh ria saja.
***
Aku dan Alan sudah ada di ruang latihan. Bersyukurnya aku bisa bergabung bersama grup teater ini. Mereka yang membawaku hingga aku banyak mendapatkan piala. Entah mengapa mereka juga hampir selalu menaruh ku di bagian tokoh utama. Sampai saat ini pun aku belum tahu kenapa padahal jika menurutku, masih banyak pemain lain yang lebih baik dari ku, entah itu fisik, kecantikan, maupun dari bakat nya.
Jujur terkadang aku sering tidak enak hati saat harus bermain sebagai pemerah utama. Itu membuat ku risih karena setelah pementasan berlangsung, pasti ada saja yang menggosipi ku dekat dengan partner main ku padahal sebenarnya tidak!
Tapi yaaahh.. bagaimana lagi? Pandangan orang bermacam-macam kan?"Hei! Kalian kemana saja? Di tunggu dari tadi malah berduaan ? Kita tidak dapat mulai latihan tanpa kalian di sini tau!" Omel Rina saat kami memasuki ruangan. Sementara aku hanya memutar bola mata ku sebal. Habis selalu saja begitu, padahal telat cuma 5menit saja, tapi ngomel nya minta ampun!
![](https://img.wattpad.com/cover/109103557-288-k617004.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
RandomKalau tahu akan jadi seperti ini jadinya, kenapa aku tidak mulai dari awal cerita dalam diam ku? Rasanya menyenangkan hanya bicara dengan hati. Tidak perlu mendengarkan yang lain bicara, cukup dengarkan hati ku. Ku rasa senja juga melakukan yang sa...