"Aduh ada apa dengan baju ini, kenapa resletingnya tidak bisa tertutup?" Ujarku heran. Sekarang aku berada di sebuah butik penyedia perlengkapan gaun pengantin. Butik ini cukup terkenal, banyak artis-artis yang berlangganan di butik ini. Design modern dipadukan dengan tradisional, sangat cantik menempel pas di tubuh rampingku. Tema pernikahan kami adalah perpaduan antara motif modern dan tradisional.
"Kaaak..! Lama sekali sedang apa?" Teriak adikku dari luar. Berisik sekali, tidak tahu apa aku sedang kesusahan. Aku mendecak sebal saat dengan tidak sopannya Dewi menggedor-gedor pintu ruang tempatku mencoba gaun. Dengan kesal aku menarik gagang pintu dan membukanya dengan kasar.
"Sabar sedi_" Ucapan ku terpotong saat ternyata Dewi tidak sendirian di sana, tapi bersama dengan Alan. Pipiku merona, aku mengencangkan cengkraman tanganku pada gaun yang berbentuk kemben itu agar tidak melorot. Duh malunya akuu!Alan seolah menatapku takjub. Itu terlihat dari ekspresinya yang terlihat terkejut saat melihatku baru keluar dari ruang kecil itu. Alan juga tampan, dia menggunakan kemeja berwarna maroon dipadukan dengan jas yang berwarna hitam, juga celana dan sepatu senada dengan jas nya membuat dia terlihat semakin gagah dan tampan tentunya. Harus kau tahu, dia baru pulang kerja. Ada rapat mendadak jadi dia datang terlambat tadi ke butik.
"Ehm... Iren, aku tunggu di ruang utama ya. Jangan terlalu lama, karena akan ada 5 baju lagi yang akan kau coba. Kalau ada yang tidak pas, bunda Rita akan memperbaikinya." Ujarnya lalu pergi. Aku menatap kepergiannya dengan tatapan yang sulit untuk di artikan. Menatap punggung tegapnya, membuatku merasakan sesuatu yang aneh dalam tubuhku. Bagimana aku akan berada dalam dekapannya tiap malam tiba, merasakan kehangatan yang dia berikan. Oh Tuhan sadarkan aku!
"Kak! Ih jangan melihat kak Alan seperti itu, kau membuatku bingung. Sabarlah, 7 hari lagi." Katanya. Sontak ucapan Dewi tadi membuatku semakin malu, astaga aku sampai lupa ada Dewi disini. Ngomong-ngomong aku belum menutup resliting yang ada dibagian punggungku. Kehadiran Dewi setidaknya bisa membantuku menyeletingkan gaunku. Pintar!
***
Saat ini aku sudah selesai melakukan fitting baju. Setelah selesai, aku kira kita akan pulang tapi nyatanya salah. Alan mengajak keluargaku, dan keluarganya untuk makan siang. Dan disinilah kami, di sebuah restaurant yang menyajikan masakan Padang.
"Aku tidak menyangkan akan berbesanan denganmu Rusdi." Ujar ayah saat kami selesai makan. Asal kau tahu, saat ini aku duduk di samping Alan dan Alan menggenggam tanganku erat di bawah meja ini. Aku sempat terkejut dan hampir saja melepaskan genggaman tangan Alan dari tanganku, jika tidak ingat bahwa kami sedang bersama keluarga besar disini. Sesekali dia tersenyum manis padaku, dan itu berhasil membuatku menundukkan kepala ku untuk menyembunyikan semburat merah itu lagi.
"Akupun tak menyangka Edo. Aku bahkan terkejut saat mendengar Alan akan segera melamar seorang gadis, dan ternyata gadis itu adalah anakmu yang cantik ini." Jawab ayah Alan. Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya.
"Kak Dewi, itu makan apa daun kok dimakan?" Ujar Deni. Oh iya, aku belum menceritakan Deni adikku. Dia itu baru berusia 11 tahun, sifat kekanak-kanakannya masih terlihat dia masih sangat polos kau tahu.
"Ini namanya daun singkong, cara makannya memang seperti ini dicocol sambal hijau. Ini enak, kamu mau?" Kata Dewi menjelaskan sementara Deni menggelengkan kepala, bergidik takut karena sambal yang Dewi tunjukkan terlihat sangat hijau dan dia fikir pastilah rasanya sangat pedas.
"Tidak, aku tidak suka. Aku lebih suka masakan yang pernah bunda bikin, sama saja kan bahannya daun singkong?" Katanya menolak.
"Iya sayang, bunda bikin masakan, namanya urab." Ujar bunda ikut nimbrung. Deni hanya manggut-manggut kemudian melanjutkan makan daging dendeng yang masih tersisa di piringnya. Semua sudah selesai, hanya Dewi dan Deni saja yang belum selesai karena mereka sempat berbelanja sedikit di swalayan jadi datang terlambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
RandomKalau tahu akan jadi seperti ini jadinya, kenapa aku tidak mulai dari awal cerita dalam diam ku? Rasanya menyenangkan hanya bicara dengan hati. Tidak perlu mendengarkan yang lain bicara, cukup dengarkan hati ku. Ku rasa senja juga melakukan yang sa...