Jam menunjukkan pukul 11 malam. Rina mengantar ku sampai ke depan tempat kos Retno. Aku sebenarnya agak takut membiarkan Rina pulang sendiri, mengingat sekarang sudah malam, dan tak baik wanita pulang sendiri malam-malam begini.
"Rin, menginap saja hari ini, besok baru pulang. Lagipula Retno tidak ada di rumah." Ajak ku padanya.
"Tidak Iren, aku kan sudah bilang padamu, aku akan memberikan surprise kepada suami ku. Bisa gagal nanti rencana ku jika aku menginap di sini." Tolak nya.
"Tapi ini sudah malam Rina, tidak baik wanita bepergian sendiri malam-malam begini." Ujar ku kembali membujuk nya agar mau tinggal.
"Ah, kau ini. Jangan khawatirkan aku, aku akan mencari jalan yang ramai. Lagipula jam segini masih banyak kendaraan yang berlalu lalang, dan aku dengar polisi sedang menggelar razia geng motor yang akhir-akhir ini meresahkan warga. Jadi tidak perlu khawatir, oke ?" Katanya. Aku hanya bisa pasrah. Memang seperti itulah sikap nya, terkadang suka berkehendak sendiri. Padahal semua nya demi kebaikan dia. Ya sudah, aku mengalah saja, lagian benar juga kata Rina. Polisi sedang menggelar razia besar-besaran untuk menangkap para pelaku geng motor yang sangat meresahkan warga itu. Aku lihat tadi ketika sedang dalam perjalanan kemari."Ya sudah, hati-hati ya. Salam untuk suami dan keluarga mu, ucapkan selamat juga buat suami mu dari ku." Kata ku sebelum Rina pergi. Dia mengangguk, kemudian pamit pergi dari tempat kami sekarang. Ini sudah malam, dan ini adalah malam pertama bagi ku tidak bersama keluarga di rumah karena suatu masalah. Biasanya aku tidak tidur di rumah hanya karena ada kegiatan di teater ku, atau di tempat les vocal ku. Tapi sekarang rasanya berbeda. Ada rasa rindu ingin bertemu dengan ayah dan bunda, juga adik-adik ku. Biasanya jika aku pulang larut malam seperti ini, ayah akan setia menunggu di depan rumah. Kemudian menanyakan alasan mengapa aku datang terlambat. Sungguh rindu hati ku ingin di tanyai seperti itu oleh ayah. Sungguh tersiksa rasanya berjauhan dengan ayah. Aku menghela nafas panjang-panjang, berusaha menikmati udara malam yang terasa dingin tetapi cukup segar, walaupun tidak baik sebenarnya. Setelah puas, aku memutuskan segera masuk ke dalam. Retno sudah menitipkan kunci rumah nya pada ku, jadi aku tinggal masuk saja.
Ckrek
Pintu terbuka. Ruangan masih gelap karena lampu belum di nyalakan. Aku mencari sakelar, agar penglihatan ku segera jelas. Dan, yap! Ketemu. Aku menekan saklar itu. Dan betapa terkejutnya aku melihat ada seseorang di dalam ruang tengah.
"A_ayah.." kata ku tergagap. Aku terkejut, mengapa ada ayah di sini ? Mengapa ayah tahu kalau aku di sini, dan bagaimana cara ayah masuk ?
"Sudah selesai bermain petak umpat dengan ayah?" Ucap ayah dingin.
"Ayah, bagaimana cara ayah ma__ Retno?!" Ucap ku terkejut karena ternyata ayah tidak sendirian, tapi dengan Retno di dalam. Apa ini, dia berusaha menjebak ku, dengan mempertemukan ayah dan aku di sini ?"Kenapa, kaget dengan kedatangan ayah ?" Kata ayah masih sedingin es. Ayah mendekat ke arah ku, bahkan dengan jarak yang masih jauh seperti ini aku sudah bisa merasakan bagaimana emosi nya. Saat dia sudah berdiri tepat di hadapan ku, dia mengangkat tangan nya. Melayangkan nya tepat ke arah ku. Kalau saja Retno tidak mencegah tangan ayah, aku rasa tangan ayah yang sudah melayang itu akan mendarat tepat di pipi mulus ku.
"Ayah jangan!" Teriak Retno sambil memegang tangan ayah yang sudah siap ia layangkan ke wajah ku. Aku dan ayah sama-sama terpaku melihat kejadian yang secepat kilat tadi. Sementara air mata ku sudah jatuh berderai mengaliri pipi tirus ku.
"Diam kau, pria brengsek! Jangan ikut campur urusan ku dan anak ku! Kau hanya bisa membuat masalah di dalam keluarga kami, bahkan sampai Iren pergi dari rumah!" Kata ayang menggebu-gebu. Aku yang melihat nya sungguh merasa sangat ketakutan. Mendengar suara ayah yang menggelegar mengisi seluruh ruangan di sini.
"Ayah, jangan seperti itu." Kataku sambil menyentuh tangan nya, berharap agar emosi nya segera surut.
"Kau?! Aku tidak menyangka Iren, anak yang sedari dulu aku sayang-sayang. Yang selalu aku bangga-banggakan di depan keluarga ku, tega berbuat sehina ini. Apa yang kau fikirkan Iren, dengan tinggal serumah dengan seorang laki-laki yang bukan muhrim, kau ingin mencoreng nama baik keluarga hah?" Bentak ayah sambil menepis tangan ku.
"T_tapi ayah, Retno pulang ke rumah nya, kami tidak tinggal serumah. Aku di beri kuasa untuk tinggal sementara di sini ayah, tolong jangan salah paham dulu." Kata ku masih dengan berlinangan air mata. Ku lihat Retno hanya terdiam saja di sana. Sambil menyembunyikan wajahnya dari ku. Namun sepintar apa pun dia menyembunyikan wajah nya, aku tetap dapat melihat nya menangis sambil tertunduk. Ya Tuhan, Retno menangis lagi. Ada darah di sudut bibir nya. Astaga apa yang ayah lakukan padanya ?"Retno, k_kau.. ada darah di bibir mu. Ayah, apa yang kau lakukan?" Kata ku terdengar bergetar. Sungguh aku tidak menyangka ini semua akan menjadi petaka yang besar. Aku berharap ini semua akan segera berakhir, mungkin dengan aku pergi dari rumah ayah akan bisa lebih bijak. Tapi ternyata perkiraan ku salah, ini bahkan semakin jauh dari apa yang aku harapkan.
"Retno ya Tuhan.." aku berusaha mendekat ke arah nya. Merasa iba akan kejadian yang baru saja terjadi padanya. Tapi belum sampai aku melangkahkan kaki ku, ayah mencegah nya terlebih dahulu. Dia menarik tangan ku agar menjauh dari Retno.
"Jangan berikan air matamu untuk laki-laki brengsek seperti dia, dan jangan menyentuh dia! Dia tidak berharga untuk mu Iren, bahkan dia akan membawa mu pada kehancuran!" Kata ayah tegas. Cukup, mengapa masalah ini lagi yang di bahas, tidak bisakah ayah sedikit memikirkan perasaan Retno di sini, sekejam itukah ayah yang pernah aku kenal ?"Cukup ayah, cukup! Kau selalu seperti itu, bilang kalau Retno akan membuat ku hancur, bilang Retno tidak pantas buat ku. Lalu apa lagi ayah, apa lagi ?! Kau ingin katakan bahwa Retno adalah iblis yang di utus Tuhan intuk menghancurkan ku begitu ?! Mengapa ayah berlaku seoah-olah ayah adalah Tuhan, yang dengan seenaknya mengatur kehidupan ku ? Aku sudah bilang ini dari awal ayah, takdir ku sudah di ciptakan. Dengan siapa aku hidup nanti nya itu terserah pada takdir, tidak usah melarang ku berhubungan dengan siapa pun!!" Ucap ku tegas. Aku rasa orang-orang yang ada di sekitar rumah sini sudah pada berdatangan di depan. Mungkin mendengar hiruk pikuk yang terjadi di dalam, membangunkan tidur mereka.
Plak!
"Lancang sekali kau bicara Iren, siapa yang mengajari mu berbicara seperti itu pada ayah ? Apakah pria sialan ini hm ?" Ujar ayah sambil menunjuk ke arah Retno dengan tegas. Sedangkan Retno yang melihat ku di tampar oleh ayah tidak bisa berbuat apa-apa, hanya pandangan nya saja yang terlihat iba pada ku. Aku masih setia memegangi pipi ku yang terasa panas di tampar ayah. Air mata ku tak henti-hentinya mengalir. Aku suda tak bisa berbuat apa-apa lagi, semuanya sudah selesai. Hubungan ku dan Retno sudah di ujung tanduk, dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Dengar Retno, jangan sekali-kali kau berani mendekati Iren lagi. Aku tidak pernah merestui hubungan kalian berdua sampai kapan pun, bahkan sampai aku mati sekalipun! Ayo pulang Iren!" Katanya dengan tegas dan menyeret ku keluar dari rumah Retno.
"Tidak ayah, aku tidak mau. Ayah! Retno.. tolong aku Retno?!" Ucap ku menolak tarikan ayah. Tapi apalah daya ku, kekuatan ayah lebih besar daripada kekuatan ku. Aku terseret keluar karena tarikan nya yang cukup kencang pada ku. Dan tidak ku sangka di luar sudah ada mobil paman. Ayah membawa paman juga kemari rupanya. Sungguh aku benci dengan semua ini, aku benci! Mereka bersekongkol untuk memisahkan kami dan aku tidak suka!
"Ayah berhenti! Retnooo!!!" Teriak ku, masih dengan penolakan.
"Masuk Iren, masuk!" Ujar ayah masih memaksa. Aku lihat Retno keluar rumah dengan tergopoh-gopoh. Memegangi bagian perut nya sambil sedikit membungkuk.
Benar dugaan ku, banyak warga yang keluar rumah hanya untuk menyaksikan keributan yang kami ciptakan. Tapi tidak sampai mendekat, mereka hanya melihat sampai di depan pintu atau mengintip dari balik jendela. Mungkin mereka tidak ingin terlalu ikut campur dengan masalah kami.
"Ireeen!!" Teriak nya menjulurkan tangan, seolah berusaha menggapai tangan ku.
"Retno.." tangis ku. Aku sudah pasrah, sudah pasrah dengan ini semua. Penolakan ayah membuatku tidak bisa berfikir sama sekali. Seolah otak ini buntu, sampai tidak menemukan cara apapun. Aku lemah, dan akhirnya ayah berhasil memasukkan ku ke dalam mobil. Aku hanya bisa menangis pasrah di dalam mobil. Dan saat itu juga, Retno sampai di kaca mobil tepat di hadapan ku. Dia menangis, mengelus permukaan kaca mobil yang ada tangan ku. Hanya itu yang bisa dia lakukan.
"Iren, pergilah.. jika kita berjodoh, aku yakin kita akan bisa bersatu kembali. Entah bagaimana cara nya nanti." Itu kata terkahir yang aku dengar dari mulut Retno sebelum ayah memerintahkan paman untuk segera meninggalkan tempat ini.
Retno jatuh terduduk sepeninggal ku, dia menangis sendiri di sana. Biasanya aku yang akan menenangkan nya, aku yang akan menemani tangisnya sampai ia bisa berhenti menangis. Tapi aku bisa apa ? Bahkan melangkah pun sudah sangat sulit aku lakukan. Aku hanya bisa menangis di dalam sini, meratapi takdir yang tiada henti menciptakan kesakitan pada kami. Bahkan perpisahan kami dengan cara yang seperti ini, sangat menyakitkan. Aku hanya berdoa, semoga Tuhan segera memerintahkan takdir untuk membawakan kisah bahagia pada kami nanti nya. Aamiin.
.bersambung.
Ko aku syedih ya, gimana sama kalian? 😂 jangan lupa komen dan vote yaaa... hargai cerita aku, oke? 😎
Salam,
Ashilah.R
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
RandomKalau tahu akan jadi seperti ini jadinya, kenapa aku tidak mulai dari awal cerita dalam diam ku? Rasanya menyenangkan hanya bicara dengan hati. Tidak perlu mendengarkan yang lain bicara, cukup dengarkan hati ku. Ku rasa senja juga melakukan yang sa...