"Aku tidak bisa, kau sendiri yang memilih pergi dariku waktu dulu." Ucap seorang pria tampan kepada wanita cantik di hadapannya dengan nada bicara yang sinis.
"Tapi itu semua bukan kemauanku Alan, aku terpaksa melakukannya." Ujar gadis itu kepada Alan, berharap Alan mengerti tentang semua yang terjadi pada dirinya, dan mereka adalah bukan mutlak karena keinginannya sendiri.
"Lalu setelah semuanya berakhir, kau berharap belas kasihan dari ku? Heh, maaf Adriana aku tidak bisa." Jawab Alan dengan tegas.
"Setega itu kau padaku Alan?" Ujar gadis yang bernama Adriana itu. Tangisnya pecah saat mengetahui orang yang dahulu sangat ia cintai, dan juga mencintainya kini berubah seratus delapan puluh derajat dari Alan yang dulu pernah ia kenal.Alan yang melihat Adriana menangis di hadapannya, merasa kasihan. Biar bagaimanapun, Adriana pernah mengisi hari-hari sakitnya. Pernah bersama-sama berusaha dan berjuang untuk cinta mereka. Tapi itu semua berubah saat Adriana pergi meninggalkannya. Meninggalkan dia bersama hari-hari sakitnya sendiri, tak ada yang menemani. Dia pergi entah kemana, tanpa kabar berita yang jelas Adriana meninggalkan Alan dengan rasa cinta yang masih utuh, dan kini semuanya sudah berubah, benar-benar berubah.
"Berbahagialah dengan dia yang telah kau pilih Adriana, bagimanapun juga dia adalah ayah dari anak yang kau kandung sekarang. Jangan sakiti dia seperti kau menyakiti ku dahulu." Nasihat Alan. Adriana, gadis itu menunduk menyembunyikan kesedihannya di atas meja caffe yang ia dan Alan tempati saat ini. Ia mendongakkan kepalanya saat Alan mengatakan kata-kata itu, kata yang membuat hatinya seperti di remas, sakit sekali.
"Sudah berapa kali aku jelaskan kepadamu Alan, ini semua bukan keinginanku, tapi ini semua keinginaa ibu ku! Tega sekali kau bicara seperti itu kepadaku Alan!" Bentak Adriana. Alan tersenyum getir mendengar pernyataan yang keluar dari bibir cantik Adriana. Yang sebenarnya sudah tidak pernah menjadi bahan pikiran Alan lagi, karena hatinya sudah terlampau sakit karenanya."Adriana, aku kira sudah cukup kita berbincang. Ada banyak urusan yang harus segera aku selesaikan." Alan beranjak dari duduknya, namun niat itu ia urungkan saat tiba-tiba Adriana mencekal pergelangan tangannya mencegahnya pergi.
"Aku dengar kau akan menikah, apa itu benar?" Ujar Andriana menanyakan perihal pernikahan Alan yang akan di selenggarakan 1 minggu lagi. Alan menghela nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan dari Adriana. Darimana Adriana tahu kalau ia akan menikah?
"Iya, datanglah nanti pada hari istimewa ku." Jawab Alan datar.
"Terimakasih, aku rasa lebih baik bagi kesehatanku dan bayiku jika berada di rumah dan tidak pergi kemana-mana." Ujarnya seolah menolak undangan resmi dari Alan. Alan hanya mengangguk sebagai jawaban, ia tahu Adriana tidak akan datang pada hari istimewanya."Jika aku saja tidak bisa memiliki mu, maka aku juga akan merenggut kebahagiaan wanita yang dengan beraninya merenggut kebahagiaan ku!" Ancam Adriana saat Alan sudah keluar dari caffe yang ia dan Alan tempati setengah jam yang lalu. Kopi dan brownis yang ia pesan khusus untuk Alan bahkan tidak tersentuh sama sekali, padahal ia sengaja memesankan itu untuk Alan karena tahu Alan sangat suka kopi ditemani sepotong brownis coklat yang sering ia buatkan. Tapi masa lalu adalah masa lalu, kini Alan nya telah berubah. Seolah berusaha menghilangkan semua yang berkaitan dengan dirinya. Tapi itu semua tidak akan lama, karena dia telah berjanji akan merebut kembali Alannya, dengan berbagai cara. Entah itu baik atau buruk.
***
"Kak Iren, bolunya mau warna apa? Merah, biru atau pink? Berapa tumpukan? Dan ingin topping apa saja?"
Baru saja aku keluar dari kamar mandi, dengan handuk yang masih melilit kepalaku yang masih basah. Adikku Dewi sudah memberondong ku dengan pertanyaan yang tidak pernah satu-satu ia tanyakan.
"Bolu nya warna kuning, topping nya bola basket, jangan lupa ring nya sekalian kau tancapkan diatas bolu pernikahan ku nanti!" Jawabku sedang dia hanya memberengut kesal mendengar jawaban asal dariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
De TodoKalau tahu akan jadi seperti ini jadinya, kenapa aku tidak mulai dari awal cerita dalam diam ku? Rasanya menyenangkan hanya bicara dengan hati. Tidak perlu mendengarkan yang lain bicara, cukup dengarkan hati ku. Ku rasa senja juga melakukan yang sa...