Menatap Kenangan

9 0 0
                                    

"Rena, aku tidak yakin akan memasuki tempat ini. Ini... bar Rena. Kita masih 14 tahun, dan kita akan masuk ke sini? Tidak, aku tidak mau!" Ujar seorang gadis remaja yang kini tengah berdiri di depan sebuah bangunan besar yang ia sebut 'bar' tadi. Dengan tangan gadis itu yang digandeng oleh gadis yang usianya tidak terpaut jauh dari dirinya, sekitar 15 tahun.

"Tidak apa-apa Dewi, kita tidak akan melakukan apa-apa. Kita hanya bermain dan menikmati alunan musik di dalam, ayolah apa yang kau takutkan?"

Gadis yang diketahui bernama Dewi itu terus menggeleng, menolak ajakan sahabatnya yang terus saja menarik-narik tangannya agar segera masuk ke dalam gedung itu.

"Di dalam sana pasti banyak orang tidak baik. Ayah bilang banyak laki-laki jahat di sana, lebih baik aku pulang saja!" Katanya sambil menarik genggaman tangan sahabatnya itu. Rasa takut yang dimilikinya lebih dominan. Dia kira sahabatnya itu baik, dia kira ajakan sahabatnya untuk menginap dirumahnya adalah benar-benar karena ingin ditemani karena orangtuanya tidak ada di rumah, tapi nyatanya salah. Jam menunjukkan pukul 11 malam, dan dia mengajaknya kesebuah diskotik yang cukup besar di kotanya.

Lagian yang benar saja, dia masih sekolah dan dia juga perempuan baik-baik masa ingin masuk ke diskotik yang pastinya banyak orang yang tidak pernah dia kenal kepribadiannya bagaimana.

Sebuah tangan mencekal pergelangan tangannya, menahan langkah Dewi yang sudah cukup jauh meninggalkan gedung itu. Tangan itu menariknya kuat-kuat hingga dia kembali terseret ke area dalam gedung itu.

"Jangan membuatku malu Dewi! Aku sudah mengenalkanmu pada seseorang, kau pasti akan menyukainya. Banyak orang di dalam sana yang seusia denganmu, bahkan aku juga sama. Ayo masuk!"

Dengan kasarnya gadis itu menarik tangan Dewi. Sungguh demi apapun saat itu Dewi tidak bisa berbuat apa-apa. Ternyata benar kata bundanya, Rena adalah sahabat yang tidak baik untuknya. Kalau saja dulu, dia mengikuti apa kata bundanya, dan kalau saja malam ini dia tidak memaksa ingin menginap di rumah Rena. Malamnya pasti tidak akan seperti ini. Malamnya pasti akan tenang dikasur nyamannya.

Dewi menangis, meronta, meminta agar Rena melepaskan cekalan tangannya. Tapi apa mau dikata, tenaga perempuan itu ternyata lebih kuat dari tenaganya. Jadilah dia dibawa masuk ke dalam.

Asap rokok yang tertangkap indera penciumannya ketika sudah sampai di dalam. Bau alkohol, irama musik yang tak beraturan, dan lampu diskotik yang gemerlap. Menyulitkan langkahnya untuk sekedar mencari pintu keluar, ditambah tangan Rena yang terus menariknya entah kemana.

"Ini dia tante, seperti yang aku ceritakan. Cantikkan?"

Seorang wanita dengan pakaian yang rasanya tidak pantas dipakai oleh seorang wanita mendekati Dewi, memainkan sedikit rambut Dewi yang terlihat sedikit berantakan karena terlalu berontak saat diseret tadi. Matanya yang sembab menambah parah keadaannya saat ini.

"Cantik. Tapi kurang polesan sedikit." Katanya.

"Dandani saja dia tante, aku yakin pasti dia akan laku keras. Apalagi, ini yang pertama untuk dia. Tante harus pasang tarif mahal untuk orang yang beruntung memiliki dia malam ini. Jangan lupa persenannya untukku."

Tangis Dewi tak bisa tertahankan lagi. Kesal, malu, marah, bercampur jadi satu saat itu juga. Tega sekali Rena ingin menjual dirinya ditempat sialan ini. Sahabat yang dia anggap keluarga ternyata tidak lebih dari seekor anjing berbulu domba. Jahat sekali.

"Bajingan! Kau ingin menjualku di tempat laknat ini hah?! Kurang ajar!" Dewi yang tadi hanya diam saja kini mulai angkat bicara. Menjambak rambut Rena yang panjang dan tergerai. Mencabik mukanya hingga jeritan dari mulut Rena tak terelakkan.

My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang