Sung He mengikat rambutnya tinggi. Tidak perlu dandan khusus untuk mempercantik diri, Sung He sudah percaya diri dengan wajah tanpa make upnya. Setelah semuanya rapih, Sung He menggendong tas ranselnya yang tidak terlalu besar lalu mengambil skate board-nya yang ia letakan di samping meja belajarnya.
Sung He menuruni anak tangga dan melihat kedua orang tuanya sedang sarapan bersama. Sung He mengambil roti yang sudah disiapkan untuknya lalu meneguk susunya. Tidak banyak, hanya dua teguk.
“Buru-buru sekali.” Komentar ibunya yang melihat Sung He mengambil sarapan dengan buru-buru.
“tidak menggunakan sepeda?” tanya ayah tirinya.
“Aku ingin menyontek tugas pagi-pagi hehehe, dan mau mencoba menaiki skate board saja, aku duluan!” pamintnya lalu menghilang di balik pintu.
Semilir angin pagi yang sejuk membuat anak rambut Sung He berterbangan. Kaki kiri Sung He berada di atas papan skatenya sedangkan kaki kanannya mendorong tidak begitu kuat. Saat kecepatannya sudah stabil, kaki kanannya juga berada di atas papan, jika kecepatannya mulai menurun kaki kanannya kembali mendorong lagi. Begitu seterusnya sampai halte bus terdekat.
Sesampainya di halte bus dekat sekolah, Sung He menaiki kembali skate boardnya. Saat memasuki area sekolah, Sung He menjadi pusat perhatian. Untungnya dia sudah terbiasa menjadi pusat perhatian karena kelakuannya yang bisa dibilang nyentrik dan aneh untuk seorang perempuan. Seperti makan dengam porsi yang banyak, pergi sekolah menggunakan sepeda gunung, atau fixi, atau seperti saat ini menggunakan skate board, bertengkar dengan laki-laki saat melihat juniornya sedang ditindas, mengejar jambret yang merampas tas ibu-ibu di depan sekolah, itu masih sebagian. Jika diungkapkan semua, bisa-bisa esok selesainya.
Satu hal lagi yang membuat Sung He menjadi perhatian seantero sekolah pagi ini. Ukuran rok yang lebih kecil dibandingkan dengan rok yang biasa ia kenakan. Belum tahu motif apa sehingga ia berani mengenakannya ke sekolah.
Tidak perlu ke tempat parkir, skate boardnya ia akan taruh dilokernya. Langkah yang tegas dan dagu sedikit naik membuat orang yang pertama kali melihatnya akan berpikir kalau Sung He orang yang sangar dan selalu menindas yang lemah. Tolong tanamkan sedari dini prinsip jangan menilai buku dari covernya.
“Pagi sunbaenim” sapa seorang siswi junior.
“Ah, ne Pagi” balasnya dengan tulus diikuti dengan senyum yang iklas.
“Hoi, Sung He” kali ini seorang siswa yang seangkatan dengan Sung He yang menyapa. Tidak hanya menyapa, siswa itu juga menaikan tangan. Mengerti maksudnya, Sung He juga membalas sapaannya lalu menyambar tangan siswa itu dengan semangat. Karena terlampau semangat membuat suara tengan yang saling tos-an itu terdengar nyaring. Pedih rasanya, keduanya sama-sama meringis dan melanjutkan perjalanannya.
‘Ah, anak itu’ batin Sung He saat melihat, siswi berambut panjang yang digerai dan sedikit bergelombang. Iya dia, siswi yang satu kelas dengan Jungkook itu. Siswi yang pernah lari terbirit saat melihat Sung He itu.
Jarak keduanya semakin menipis, karena keduanya berjalan berlawanan arah. Sung He sudah bersiap memberi senyuman yang indah di Pagi hari ini untuknya. Naas, siswi itu menundukan kepalanya saat menyadari kehadiran Sung He, padahal Sung He sudah tersenyum untuknya.
‘proses integrasi dengannya cukup sulit’ batin Sung He saat melihat reaksi siswi itu.
~ㅇ~
Sesampainya di lorong loker-loker, Sung He langsung membuka lokernya. Tepat saat pintunya terbuka, selembar kertas terjatuh.
Bukan surat cinta. Jika itu surat cinta, akan di masukan keamplop dengan motif yang lucu-lucu. Ditambah lagi, surat cinta akan ditulis dengan rapih dan memakai selembar kertas yang lucu pula.

KAMU SEDANG MEMBACA
FIX IT!
Hayran KurguKim Sung He. Bersurai hitam panjang. Duduk dibangku SMA tahun ke-dua. Memiliki kemampuan beladiri. Kim Seokjin. Kakak kandung dari Kim Sung He. Duduk dibangku SMA tahun ke-3. Seharuhnya ia sudah merasakan masa kuliah dua tahun lalu, karena masalah b...