Karena masa libur sudah habis, seperti biasa aku harus melanjutkan masa - masa sekolahku yang kurang menyenangkan itu. Suatu masa dimana remaja dituntut untuk mengerjakan tumpukan soal dan menghadapi dunia penuh siksaan. Ah.. rasanya benci sekali kalau aku sedang sekolah dan tiba - tiba teringat masa - masa yang terjadi di salah satu area sekolah.
Saat aku sedang berjalan di lorong kelasku, banyak bayangan - bayangan yang lewat dan tidak sedikit dari bayangan itu merupakan kejadian bahagia bersama Nick.
Tiba - tiba, saat aku sampai di area parkir sekolah bagian belakang sekolahku, aku melihat Will yang diantar oleh supir pribadinya. Jarang - jarang Will diantarkan supir. Ah dasar manja.
Pikiranku saat itu hanya sampai situ. Ya, Will yang manja.
"Sylviaa!!! Apa kabarr.. Bogoshipeoyo!"
Teriak Narelia dari dalam kelas"Yaampun Rel, perasaan kita baru ketemu beberapa hari yang lalu. Apaan si kamu Rel pake sok - sok an berbahasa korea gitu. Ga kemukaan banget tau!" jawabku dengan mata yang sedikit sinis
"Ih kamu ya jahat banget jadi orang! untung juga masih aku anggap manusia. Coba kalo aku anggap kamu setan, mungkin udah aku masukin ke comberan." ucapnya dengan kesal
Ah.. sahabatku yang satu ini...
Pelajaran dimulai. Sekilas aku melihat Will yang sedang tertidur di atas meja. Dasar anak manja! Belajar aja tidak bergairah. Apa hidupnya sungguh segelap itu? Aaaa.. berhenti memikirkan anak manja itu.
Setelah kurang lebih mendengarkan penjelasan guru yang sama sekali tidak terserap oleh otakku ini selama 45 menit itu, akhirnya bel istirahat berbunyi. Suatu surga dunia bagi para murid sekolah yang tidak bergairah untuk belajar.
Semua murid pergi ke kantin untuk membeli makanan dan minuman. Tapi, Will terus saja tidur dengan posisi yang tidak berubah sama sekali. Apa Will sakit? Hm.. belajarlah untuk tidak peduli!.
Tapi.. nyatanya aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Bagaimanapun juga, dia masih aku anggap temanku. Tidak, lebih tepatnya.. sahabat.Aku akhirnya menghampiri Will dengan penuh keceriaan. Aku sangat terkejut saat melihat ada darah yang mengalir dari hidungnya. Oh tuhan.. apa yang harus aku lakukan?
Saat aku menggoyangkan tubuhnya dengan tujuan untuk membangunkannya, tiba - tiba saja dia terjatuh di lantai dan menimpa tubuhku. Darahnya mengenai seragam sekolahku. Aku segera bangun dan menyandarkan Will ke tembok bagian belakang kelas. Segera aku berlari ke UKS untuk memanggil perawat.
Kata perawat, Will harus segera dirawat di rumah sakit. Katanya, Will belum sepenuhnya sembuh dari perawatan yang baru ia jalani. Entah kenapa perasaan bersalahku muncul dan akupun menangis.
"Sylvia.. Terimakasih ya, sudah bantuin Will" Ucap tante Johanna
"Oh iya tante, sama - sama. Kalo boleh tau, Will sebenernya sakit apa sih tante?" tanyaku dengan kebingungan
"Paling juga kecapean, Syl" jawabnya dengan singkat
Syukurlah kalau cuma kecapean. Aku tidak perlu mengkhawatirkan kesehatannya lagi. Aku pun bergegas untuk langsung pulang ke rumah. Sesampainya dirumah, aku langsung mengambil minuman dingin dan memakan beberapa coklat. Masih bingung, kalo Will cuma kecapean kok bisa sesering itu sih sakitnya? Ah.. lupakan Syl!
Setelah puas memakan coklat, aku pergi ke kamar untuk ganti baju. Saat aku hendak mengambil baju ku, ada panggilan masuk. Ternyata Nick yang menelpon! Aku sangat bahagia! Nick.. akhirnya kamu menghubungiku juga!
"Halo, Syl. Maaf ya sebelumnya aku ga pernah ngabarin kamu, aku nelpon kamu cuma mau pamit. Aku mau kembali ke London, ikut sama ayah ku. Jaga diri kamu Syl, jangan sampai sakit." ucapnya
"Oh.. Nick, iya semoga lancar. Makasih Nick." jawabku dengan sedih
Setelah jawabanku itu, panggilannya langsung terputus. Kenapa kamu harus menelpon ku kalau mau bilang selamat tinggal? Tapi, bagaimapun juga aku harus menerima keputusannya. Toh ini semua juga bukan kesalahan dia. Memang ini salahku dari awal.
Sudahlah.. aku tidak akan menyesalinya lagi. Lebih baik aku tidur saja, tapi.. apa aku menerima keputusan Nick dengan mudahnya? Aku ingin melihat wajah Nick untuk terakhir kalinya. Tanpa berpikir panjang, aku bergegas pergi ke Bandara.
Sesampainya di Bandara, aku melihat keluarga Nick sedang memesan minuman di cafe. Akupun segera menghampiri Nick. Ia terlihat sedih. Dan saat Nick melihatku, ia langsung berlari ke arahku dan segera memelukku. Sangat nyaman rasanya. Kenapa kamu harus pergi Nick?
"Aku ingin melihat wajahmu untuk terakhir kalinya, ini akan membuatku mampu mengingat ketika aku merindukanmu. Agar aku mampu membayangkan wajahmu di kepalaku"
"Ya, Syl. Lihatlah aku untuk terakhir kalinya dan tersenyumlah seperti semuanya baik - baik saja."
"Terima kasih dan Maaf, Nick."
"Tidak masalah, sekarang jalani hidupmu dengan penuh senyuman!"
Nick pun pergi. Langkah kakinya sudah tidak terdengar lagi, sebuah tangisan penyesalanku menguraikan rasa sakit yang mendalam.
16:30
Aku akhirnya sampai dirumah. Tapi, saat aku sedang menaikki tangga ke kamarku, tiba - tiba Tante Johanna menelpon dan memberi kabar kalau keadaan Will memburuk. Kenapa harus terjadi ya tuhan.. Baru saja aku sedih dengan kepergian Nick, sekarang apa lagi?
Mendengar kabar itu, aku segera pergi ke rumah sakit dengan membawa seribu harapam agar tidak terjadi apa - apa dengan keadaan Will. Untungnya, saat itu keadaan jalan sangat mendukung, sehingga aku dapat sampai di rumah sakit dengan cepat.
Sesampainya di rumah sakit, terlihat tante Johanna dan om Salas sedang menangis di luar ruangan ICU. Bukankah Tante Johanna bilang Will hanya kecapean?
Saat aku datang, mereka memelukku. Aku bingung saat aku melihat badan Will terpasang beberapa selang dan akhirnya membuat air mataku mengalir.Tidak lama setelah itu, aku melihat Will membuka matanya. Kami semua bahagia dan lega. Aku mencoba berinteraksi dengan Will melalui kaca dengan senyuman. Ia pun tersenyum lega. Tante Johanna dan Om Salas masuk ke dalam ruangan Will dan memeluknya. Saat itu pun aku dipanggil untuk masuk juga ke ruangannya.
Aku hanya bisa menatapnya dan tersenyum. Setelah puas melihatnya, aku izin ke kantin karena sangat haus. Dan saat aku sedang minum, Tante Johanna memberi tahu kepadaku, bahwa sebenarnya Will memiliki sakit kronis dari umur 8 tahun. Ia sudah diprediksikan meninggal dengan waktu yang tidak lama lagi. Mendengar hal itu sangat membuatku terkejut dan seketika mengingatkan hal - hal tentang Will. Kalau aku tau begitu, aku tidak akan membuatnya merasakan kesedihan.
"Maafkan tante, karena telah menyembunyikan semua itu."
Setelah itu, kami kembali menunggu di depan ruangan Will. Will menyuruh kami untuk masuk ke dalam ruangannya. Ia meminta kami semua untuk memeluknya.
"Will takut pah, mah."
"Gaboleh takut dong, masa anak mamah takut sih.. kan Will mau sembuh."
"Ih masa pahlawan Sisil takut!"
Will tersenyum dan tiba - tiba saja matanya tertutup. Kami semua langsung memanggil dokter. Katanya, ia sudah tenang di alam sana.
Semua menangis.Will.. kenapa kamu harus meninggalkan aku juga? Apa kamu bahagia melihatku bersedih seperti ini? Kenapa kamu harus meninggalkan aku seperti ini? Aku tidak bisa menahan tangisanku, Will. Maafkan aku, Will. Semoga kamu menemukan kedamaian di alam sana.
Aku tidak akan pernah melupakanmu Will.Terimakasih Will, telah mengajarkanku begitu banyak pelajaran yang berharga. Selamat jalan Will.