Part 10 - Misi Peralihan

744 53 30
                                    

Berita mengenai mengenai meninggalnya Arya pun cepat menyebar ke seluruh kota. Tepat sehari setelah Athar menceritakan keadaan Arya pada Fairel, diselenggarakanlah upacara penghormatan. Tidak ada acara pemakaman. Athar hanya mengatakan jika acara itu sudah diurus oleh sahabat kakaknya yang telah membantunya beberapa waktu yang lalu.

Semua sahabat bahkan atasan Arya pun larut dalam kesedihan. Bagimanapun Arya merupakan pekerja yang baik dan berdedikasi penuh dengan pekerjaan yang dilakukannya. Semua orang merasa kehilangan sosok yang telah banyak membantu aparat penegak keadilan. Athar hanya mampu terdiam sembari menatap fotonya bersama kakaknya dengan ekspresi yang tidak bisa diartikan. Fairel menatapnya sendu.

"Mohon perhatiannya." Ucap Pak Aldi yang seketika membuat Athar menatap atasan kakaknya itu. Kini semua pandangan sepenuhnya tertuju pada Pak Aldi yang kini sedang berdiri di ujung meja ruang tamu di rumah duka.

"Peristiwa ini merupakan berita yang cukup mengejutkan kita semua. Peristiwa yang tidak terduga oleh kita. Kami akan terus mengenangmu, Ararya Yudanta, yang gugur saat bertugas. Dia adalah karyawan, sahabat, dan kakak yang terbaik bagi kita semua. Silakan bagi para hadirin untuk memberikan penghormatan." Ujar Pak Aldi yang kemudian menutup pidatonya dengan meletakkan setangkai bunga mawar putih di depan foto Arya.

Memang agak ganjil melakukan upacara penghormatan tanpa adanya jenasah mendiang. Seperti tubuh itu seolah menghilang akibat tenggelam atau sebab lainnya. Tapi semua itu seakan dibenarkan setelah penuturan Athar mengenai keadaan yang tengah menimpanya. Tak ada yang mendebat. Semua seakan mempercayainya.

Satu per satu para tamu yang hadir meletakkan setangkai mawar putih sebagai simbol penghormatan. Athar menatap wajah para tamu itu dengan tatapan bersalah. Ia lebih memilih pergi menuju kamar kakaknya.

"Mas Athar." Panggil seseorang.

"Oh. Ada apa?" ternyata itu Sakhi.

"Aku tahu bagaimana sedihnya kau. Tapi aku merasa ada suatu keganjalan disini." Athar menatap Sakhi heran. "Apa maksudmu?"

"Kurasa Mas Arya belum meninggal." sebuah kalimat singkat yang membuat Athar terlonjak kaget.

"Bagaimana bisa kau mengatakan itu?"

"Entah lah. Aku hanya merasa kalau ia masih berada di suatu tempat dan dia masih hidup." Athar terdiam. 'Suatu saat nanti kau akan mengetahui yang sebenarnya. Maafkan aku.'

"Kau begitu menyayanginya hingga berpikir sampai seperti itu. Terimakasih telah menyayangi kakakku. Tapi aku tak bisa berkata apapun. Biarkan aku beranggapan kalau ucapanmu ini karena kau masih tak merelakan Mas Arya pergi. Untuk saat ini, bisakah kau tinggalkan aku sendiri."

Sakhi terdiam. Ia malah berpikir jika ucapannya tadi menyinggung dan menyakiti hati Athar yang tengah berduka. Tak ingin berkomentar, Sakhi hanya mengangguk kemudia keluar dan menutup pintu kamar itu.

...

3 months later...

Seorang pemuda memasuki sebuah rumah yang kini terasa begitu sunyi baginya. Ia tak pernah merasa sesunyi ini saat ia tiba di rumah setelah selesai dengan mini konsernya. Dahulu setidaknya ia akan mendengar suara seseorang menggerutu saat masalah yang dihadapinya begitu rumit. Langkah kaki pemuda itu terasa berat walau nyatanya ia hidup dalam rumah itu sejak 10 tahun yang lalu. Sejak ia masih bisa mendengar suara tawa dan amarah seseorang yang saat ini ia rindukan. Kakaknya.

"Bahkan aku tak berani mengubah semua yang ada di kamar ini. Aku tak ingin melupakan sosokmu. Jujur, aku merindukanmu, Mas."

Tangan Athar –pemuda itu- tergerak untuk memegang sebuah bingkai dimana ia dan kakaknya tengah tertawa lepas dalam sebuah foto. Athar masih mengingat momen itu dengan jelas. Momen-momen kebersamaannya dengan kakaknya berputar dalam otaknya bak sebuah film. Sanggupkah ia melanjutkan semua yang telah terlanjur terjadi?

SECRET AGENTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang