2. Bukan Sebuah kebetulan

25 2 0
                                    

Sore itu cuaca Jakarta terasa sangat panas, disebuh gedung perkantoran milik perusahaan telekomunikasi terkenal di Indonesia, nampak seorang laki-laki sedang duduk di ruang kerjanya. Alunan musik grup band legendaris terdengar sayup-sayup, memenuhi ruang kerja tersebut. Wajahnya tampak bahagia, dia terus memandang kartu nama yang diperolehnya tadi siang. Adie Wijaya seorang eksekutif muda, diusianya yang terbilang muda sudah mampu menduduki jabatan direktur operasional di perusahaan terkenal. Kariernya yang cemerlang tentu tak lepas dari dukungan orang-orang yang mencintai dia.

Sebenarnya Adie sudah menyelesaikan semua tugas-tugasnya, dan jam kerja sudah berakhir lima belas menit yang lalu. Namun dia tak ingin beranjak dari kursinya, Adie masih terdiam dan berpikir tentang kejadian saat jam makan siang hari ini. Bukankah tidak ada yang kebetulan di dunia ini, bahkan rumput yang tumbuh liarpun sudah di atur oleh Nya, kalimat itu memenuhi ruang pikiran Adie. Masih segar diingatannya siang tadi, ketika dia mencari tempat duduk untuk makan disalah satu foodcourt  terdekat dari kantornya, tiba-tiba Adie melihat seorang wanita yang wajahnya cukup dikenal. Setelah memesan makanan, Adie menghampiri wanita tersebut dan menyapanya.

"Hai, apakah tempat ini kosong?" Adie berdiri sambil menatap wanita dihadapannya yang sedang menunduk menikmati makan siangnya. Sedikit terkejut, wanita itu mengangkat wajahnya, "Hai ... kamu Adie kan? tanya wanita itu, sambil tersenyum memandang wajah Adie. "iya, benar, kita teman satu sekolah di SMA" Adie menjawab sambil tersenyum dan duduk di hadapan wanita itu. Mereka akhirnya terlibat pembicaraan sambil menikmati makan siang.

Adie terkesiap dan menatap lekat wanita didepannya, saat vina menanyakan perihal Firda. Sebuah nama yang sengaja dikuburnya dalam-dalam. Dia terdiam beberapa saat,  masihkah ada memory yang tersimpan di pikirannya tentang kenangan masa SMA. Dia tersenyum tak ingin membuat wanita didepannya berpikir macam-macam.

"oh iya, Firda dimana?" Adie berkata sambil tetap tersenyum.

" Apakah benar kamu tidak tahu Firda ada dimana sekarang?" 

Merasa tidak puas dengan jawaban laki-laki didepannya, Vina membuat pertanyaan yang lebih jelas. Namun Vina tidak tahu jika Adie benar-benar tidak mengetahui keberadaan sahabat kecil mereka. Akhirnya mereka harus segera menghentikan pembicaraanya karena jam istirahat sudah berakhir. Mereka saling bertukar kartu nama, dan satu hal diluar dugaan Adie adalah saat Vina memberikan kartu nama Firda.

" ini kartu nama Firda, dia tinggal di Tokyo, Sari yang memberikan ini padaku saat reuni tahun lalu". Vina tersenyum dan beranjak pergi. Adie tercenung menerimanya, hanya ucapan terima kasih yang kelaur dari bibirnya. Dia merasa seperti mimpi di siang hari, Kejadian ini benar-benar kejutan yang tak pernah sedikitpun terlintas dipikiran Adie. Dia menatap kartu yang bertuliskan Nisrina Firdausi dengan sebuah alamat di Tokyo dan nomor telpon berkode area +81. Apakah Firda masih mengingatku .... pertanyaan itu bergema dipikirannya. Firda wanita yang pernah menemani dan mengisi hari-harinya selama tujuh tahun sejak mereka berdua duduk di bangku SMA. Tepatnya mereka berdua benar-benar bersama selama tiga tahun. Saat mendengar nama itu kembali, ada yang berdesir didalam hatinya, Firda gadis tomboy yang periang dan selalu menjadi bintang sekolah. Dia yang selalu memberikan buku tugasnya untuk disalin saat Adie lupa mengerjakan tugas. Firda yang selalu tersenyum dan tak pernah marah meski dia sering kali sengaja memancing kemarahannya. Satu-satunya gadis yang selalu menemaninya bermain bola dan menyemangati dengan teriakan parau saat pertandingan antar kelas. Firda sahabat kecilnya yang ada saat suka maupun duka melewati masa-masa SMAnya

Lamunannya terhenti saat handponenya berdering, melihat foto gadis kecilnya secepat mungkin dia menggeser layar teleponnya. Terdengar suara gaduh diseberang, "Ayah kapan pulang, kita jadi  makan malam bersama-sama?" terdengar suara mungil gadis kecil diseberang. Dia baru ingat bahwa mereka ada janji untuk makan malam bersama malam ini. lima belas menit setelah merapikan semuanya, dia sudah duduk dibelakang kemudi menikmati kemacetan Jakarta di saat jam pulang kerja. Untuk mengusir jenuhnya dia mengambil kepingan CD dari grup band kesukaan Adie dan sahabat kecilnya, " Kaulah rahasia terbesar hidupku yang takkan mungkin aku ungkapkan, ku simpan erat perasaanku meski ajal mengambil" Senandung kecil keluar dari bibirnya. lirik lagu ini terasa mencekat di tenggorokannya. Mereka memilih saling berdiam diri dan melupakan satu dengan yang lainnya dan tidak pernah menyampaikan semua rasa yang ada, demi menjaga persahabatannya.

Dengan demikian mereka justru membohongi bahkan menyakiti perasaannya masing-masing. Kebersamaan mereka sebagai sahabat menghancurkan hidup mereka sendiri. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat, pasti dia sudah berubah. Pikiran Adie kembali membayangkan sahabatnya. Sebaiknya aku menghubungi besok pagi, agar kami leluasa berkominukasi, Adie berbicara pada dirinya sendiri.

Manusia boleh menuliskan rancangan kehidupannya, namun Tuhan mempunyai penghapus untuk mengganti semua rancangan tersebut sesuai dengan skenario Nya.


Puzzle Yang Tak BerbentukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang