Page #1 - Prolog

96 8 7
                                    


  "Jalan-jalan yuk, udah lama nih gak ngumpul,"

  "Gak ah gue lagi bokek nih,"

  "Ya elah, jarang-jarang nih pergi ke mall gitu kek dulu,"

  "Iya gue tau.."

  "Gue aja bokek banget, belum akhir bulan, belum gajian pula,"

  Dengan tangan sedikit gemetar, dirinya mengetik sesuatu dan mengirimnya ke grup angkatan SMAnya itu.

"Bikin aja kerajinan dari barang bekas, jual online,"

  Dirinya lalu meletakkan ponsel kembali di meja, dan kembali menatap komputer jinjing di depannya, dengan tontonan film barat kesukaannya.

  Ponselnya berdering lagi. Dengan cekatan, ia mengambil lagi ponselnya, kurang dari sepersekian detik, termasuk membuka sandi ponselnya.

  "Nah tuh, Manuel banyak solusi."

  "Iya, dia kan punya usaha florist sekarang,"

"Iyakah? Dia kuliah udah buka usaha aja,"

"Iya, gue punya toko bunga sekarang,"
"Pake aja bunga plastik bekas perpisahan, terus botol kaca, bikin vas, kan bisa,"

  Ia tersenyum-senyum sendiri menatap ponselnya.

  "Tanya aja tuh dia, kuliah jurusan seni, banyak ide bikin prakarya, kan lumayan buat lo jual,"

"Iya deh..ckckckck"

  Manuel meletakkan ponselnya lagi di mejanya. Tersenyum puas. Entah keinginannya ingin berbicara dengan Adeline mengenai prakarya untuk ia jual -agar tidak kekurangan uang- bakal terwujud. Oh tidak disangka...

  Ia meletakkan kedua tangan di balik kepalanya, dan menyenderkan tubuhnya ke kursi. Sebuah film di laptopnya yang masih terus diputar, tidak fokus ia tonton.

  Dirinya masih membayangkan keberhasilannya menarik minat Adeline. Gadis teman SMAnya, yang sebenarnya ia sukai dari dahulu, berhasil ia ulur kembali sekarang. Dan sekarang ia ingin mencoba mendekatinya dan ingin mencintai dirinya.

  Manuel menarik nafas panjang. Film "Mr Right" bergenre Romance-Action itu ia tonton. Alurnya sedikit mengerikan dengan gaya tembak-tembakan, sebab ia sendiri tidak biasa dengan aksi seperti itu.

  Ponselnya ia raih kembali. Tidak ada pemberitahuan apa-apa, termasuk notifikasi media sosial, dimana ia bisa menarik perhatian Adeline tadi. Bukan masalah koneksi, sebab ia memakai wi-fi.

  "Tidak salah untuk menunggu," pikir Manuel. Ia kembali meletakkan ponselnya dan memandang lagi laptopnya.

  Filmnya sudah berakhir. Kantuk menunggu. Entah jarum jam sudah menunjukkan jam sebelas, ditambah dengan film berdurasi lebih dari satu jam, yang membuat mata lelah.

  Manuel merenggangkan tangannya. Setelahnya, ponsel ia lihat lagi. Masih tidak ada pemberitahuan apapun. Apa Adeline tidak berniat untuk mengontak gue lebih dahulu? Atau dia punya ide tersendiri? Apa dia sudah tidur, apalagi dia anak yang terkesan polos?

  "Ya sudahlah. lain kesempatan," gumamnya lalu berdiri dari kursi yang sudah terasa panas. Telur bisa menetas di dalamnya.

  Ia meraih gelas kopi yang sudah kosong. Lalu melangkah menuju dapur, dan mencucinya. Manuel bukanlah anak apartemen yang malas hanya untuk mencuci gelas sampai lumutan.

  Ponselnya berdering. Pesan masuk. Manuel mempercepat mencuci gelasnya. Pikiran positifnya mengacu jika Adeline, gadis yang ia sukai itu mengirimnya pesan singkat sekarang.

Aku Cinta Tapi MaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang