Ah mengapa hari ini masuk kuliah...
Cahaya matahari pagi masih nampak suam-suam, dari balik dedaunan penuh tetes embun. Ibukota meskipun fajar baru menyapa sudah memulai hiruk pikuk kemacetannya. Dan ini alasan mengapa Manuel harus bangun pagi, dari tidurnya jam sebelas semalam.
Tidak perlu berlama untuk mengemas keperluannya kuliah. Entah itu melewatkan sarapan dan membuatnya sebagai bekal, lalu membersihkan diri, sampai membawa tumpukan makalah. Hmmm... siapa pikir kuliah gak ada pr? Makin berat justru..
Dengan langkah setengah berlari, Manuel menuju basement apartemennya. Sebuah motor keluaran beberapa tahun yang lalu ia tuju. Berwarna biru, dan peka dilihat mata, menurutnya. Setidaknya masih ada pria peka, meski peka sama warna motornya sendiri.
Ia menyalakan starter motornya. Lalu menjalankan motornya, meninggalkan apartemennya. Bergabung dengan ribuan, bahkan puluhan ribu motor yang ingin beraktivitas pagi ini di Jakarta.
Sudah setiap hari, jika ia kuliah. Bunyi klakson dimana-mana. Dari suara klakson berupa sirine, nama panggilan, sampai suara kentut terdengar jelas. Apalagi bertemu dengan lampu lalu lintas. Terbentuk simfoni dadakan jika lampu mulai berwarna hijau.Dari barat melenceng sedikit ke pusat. Inilah yang dilaluinya. Cukup jauh, dari apartemen yang cukup mewah, sampai ke sebuah universitas yang lumayan terkemuka di Jakarta. Tapi tidak menyurutkan niatnya menimba ilmu.
Sebuah universitas nampak di depannya. Ramai, dengan jam kuliah pagi ini yang terkesan padat. Adapula yang berjalan kaki, naik mobil, hingga ojek online. Tetapi tidak ada yang membawa helikopter.Manuel, tak perlu banyak bicara, ia langsung memasuki lapangan parkir universitas, dan langsung memarkirkan motornya. Helm ia gantung di motornya. Posisi tasnya ia perbaiki, dan dengan santai memasuki gedung dimana tempat ia menyelesaikan kuliah S1nya sebagai jurusan seni sastra. Tentu santai, ia sudah sampai dan masih banyak waktu sebelum mata pelajaran kuliah dimulai.
Gedung universitas sudah di depannya. Beberapa langkah lagi bagian dalam gedung sudah bisa ia pandang leluasa. Berpintu kaca otomatis. Hanya tinggal berbelok dan masuk.
Tapi langkahnya terhenti. Sebuah mobil Alphard hitam berhenti di depan gedung itu. Bukan pejabat yang dibawa turun. Sekian detik berjalan, seorang gadis bak seorang ratu turun. Cantik, memesona, dan kaya pula.
Gadis itu melangkah, lalu mendekati Manuel.
"Baru nyampe juga Noel?"
Manuel mengangkat pundaknya. "Ya begitulah, berjuang melawan asap bajaj bersama si biru,"
Gadis itu terkekeh. "Yang penting tidak terlambat bukan?"
"Ehm. Bisa nyantai di kelas," Manuel memandang sekitarnya. "Ayolah Vil, masuk. Gak enak dilihat orang kek gini,"
"Memang kenapa?" jawab gadis itu sambil tersenyum.
"Kek orang gila tau gak," Manuel meninggalkan gadis itu yang berdiri di depan pintu masuk gedung universitas.
Gadis itu menyusul, dan kembali di samping Manuel. Sambil tersenyum, ia menatapnya. Caper, dengan salah satu sahabat prianya di kuliahannya.
"Awas Vil, nabrak orang," kata Manuel tak perlu menatap balik gadis itu.
"Hehe," tawanya.
Manuel tetap tidak menatapnya. Bukan malas, tapi ia merasa bingung dan canggung, terutama mengingat ucapannya kemarin malam. 'Love you Noel,'
Ia canggung. Rasanya ingin sekali bertanya panjang lebar, dan membuktikan kebenaran dari kata-kata tersebut. Hanya inilah Manuel. Ia selalu takut untuk mengambil resiko, meskipun sebenarnya santai saja bersama gadis bernama Viletta itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Cinta Tapi Malu
RomanceMencintai sahabat SMA tetapi malu diungkapkannya sampai ia berkuliah. Pengalaman yang dialami pemuda kuliah bernama Manuel. Nama Adeline selalu terbayang saat ia duduk di jenjang bangku SMA. Tetapi dirinya yang malu, memaksanya memendam kata hatiny...