Page #14 - Smile!

17 0 0
                                        

Ibukota sungguh dingin layaknya Puncak pagi ini.

  Manuel menggesek-gesekkan kedua telapak tangannya. Langkahnya tertuju pada pintu masuk gedung universitasnya. Tas ransel ada di punggungnya.

  Derasnya hujan tidak menyurutkan semangatnya untuk datang berkuliah. Awal hari sudah disambut guyuran air dari langit, bukanlah godaannya. Ilmu lebih penting.

  Ramai juga universitasnya pagi ini. Jadwalnya hari Senin, selalu di pagi hari. Banyak juga kelas kuliah pagi ini.

  Sekeliling ia tatap. Sesekali beberapa orang menatapnya. Tersenyum. Banyak yang ia temui selalu tersenyum-senyum di hadapannya.

  Wajahnya menampakkan keheranannya. Ada apa ini? Kok tersenyum semua ke gue?

  Kini kelas tinggal beberapa langkah. Hadapan matanya tertuju pada kaca kelas yang terbuka dari hordeng. Tidak terlalu ramai. Entah masih molor dan memutuskan membolos pagi ini.

  Pemandangan yang sama ia temui di kelas. Semua mata tertuju padanya, bak Miss Indonesia.

  Manuel berdiri di ambang pintu. Heran, curiga, kikuk bercampur aduk menjadi satu di wajahnya. Banyak yang menatapnya sambil tersenyum. Sesekali bisikan "cie" ia dengar. Gue ultah aja kagak. Aniversary aja juga kagak. Aneh.

  Manuel meneruskan langkahnya menuju kursi. Ia hanya melihat Viletta - gadis yang bermesraan dengan dirinya Sabtu malam- sibuk mengobrol dengan teman-teman ceweknya di pojok kelas. Sesekali juga temannya itu menunjuk pada dirinya.

  Ia meletakkan tasnya di atas meja. Lalu duduk menyamping. Berat rasanya membawa tas, apalagi isinya laptop.

  Demon ada di seberangnya. Pria yang khas dengan stylenya yang sporty itu sibuk juga untuk melihat Manuel di hadapannya. Kadangpula tersungging senyum kecil di bibirnya.

  "Ini kenapa dah, pada natap gue senyum-senyum?" Manuel mengeluarkan semua kebingungannya.

  Demon mengangkat pundaknya. "Lo ultah?"

  Manuel menggeleng. "Ultah gue Oktober."

  "Pakaian lo? Kolor gak keliatan kan?"

  Manuel berdiri, lalu melihat pakaiannya. Tidak ada yang aneh kesannya. Bahkan pakaian dalam tidak nampak sekalipun.

  "Lo gak pake G String kan?"

  "Eh buset. Lo pikir gue cewek,"

  Demon tertawa. "Atau wajah lo?"

  Manuel meraba saku celananya. Ponsel ia raih dan berubah fungsinya menjadi cermin dadakan. Jawabannya tetap sama, tidak ada yang aneh pada dirinya.

  "Apaan dah? Orang-orang sekitar gue pada aneh-aneh dah,"

  Demon mengangkat pundak lagi. "Entah. Mungkin mereka ingin membuat lo terkejut."

  Manuel sedikit melemaskan tubuhnya, kembali duduk. "Sungguh gila."

  "Lo punya aib gak?" Demon terus menebak. "Kek lo ngelakuin sesuatu gitu,"

  "Kagak. Emang gue ngapain lagi Mon? Kerjaan gue kan lo tau sendiri, bulak balik toko bunga, udah,"
  "Atau lo punya aib dengan yang duduk di depan lo, trus ketahuan banyak orang?"

  Manuel melihat kursi Viletta, tepat di depannya. Kosong, karena orangnya sibuk berbincang di ujung ruangan. Sebuah tas, aneka barang yang biasa digunakan cewek ada di atas mejanya.

  "Aib apalagi sama dia Mon?"

  "Dia kan suka sama lo Nic."

  Manuel tidak menghiraukannya. "Trus apa urusannya sama senyum-senyum seisi universitas ini?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Cinta Tapi MaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang