Page #12 - Second Dates

11 0 0
                                    

  "Nic, yang rapi ya pakaiannya."

Hari semakin gelap. Tambah lagi kegelapan dari kumpulan kapas hitam di udara yang menggumpal tebal. Sedikit lagi tetes-tetes air akan membasahi. Meskipun waktu belum terlalu malam.

  Dingin kamar Manuel terasa di kulitnya. Tambah lagi air dingin yang ia siram dari tubuhnya. Menyegarkan? Hanya menggigil ia rasakan.

  Gadis sahabat kuliahnya mungkin telah menunggunya. Entah apa yang di pikiran gadis itu sehingga semaunya malam minggu ini berpergian. Padahal hari biasa kemana-mana juga tidak masalah.

  Sebuah jaket cukup tipis ia kenakan. Jaket warna biru yang ukurannya tepat di tubuhnya. Ia bakal memperkirakan bagaimana dinginnya malam ditambah rintik hujan yang seperti dinginnya es.

  Berpadu kaos dan jeans yang gelap. Di hadapan cermin ia rapihkan rambutnya. Mulai dari sisi rambutnya yang belakang, tengah, sampai jambulnya.

  Ia tidak suka mengecewakan orang, meskipun yang ia kecewakan itu orang yang sebenarnya tidak ia niati.

  Minyak rambut sudah teroles di rambutnya. Rapi dan lengkap sudah penampilannya. Kalaupun ia berjalan sendiri di tengah mall, mungkin malam itu juga ia bawa pulang perempuan, hanya karena penampilannya.

  Ia meninggalkan cermin di toiletnya. Ponsel, dompet, dan segala perlengkapan mengemudinya telah siap di dalam kantongnya. Sepatu kets hitam hanya tinggal ia kenakan ke telapak kakinya.

  Lampu apartemennya ia matikan. Ia kunci kamar 'rumah'nya itu. Ia mulai melangkah menelusuri lorong. Wajahnya hanya kaku terdiam. Dalam lift, hanya sendiri, tetap dalam posisinya.

  Basement di hadapannya. Tidak perlu memarkirkan di lapangan parkir yang terbuka. Ia lebih nyaman memarkirkannya disini, atau apa yang telah ia rapikan bakal berantakan dengan tetes hujan.

  Mobilnya yang berwarna hitam ia masuki. Tidak perlu pemanasan lagi. Mobilnya masih panas setelah ia tinggalkan belum lama. Hanya untuk mandi. Cukup terburu-buru juga. Janjinya memang harus ditepati.

  Benar saja. Mendung di langit telah mencurahkan amarahnya. Rasanya sampai malam mendung itu menggantung. Bakal lama juga untuk membasahi tanah.

  Pria itu agak malas berpergian sambil menembus hujan. Hanya inginnya di malam minggu bersama komputer jinjing, kopi hangat atau coklat hangat, memegang mouse sambil browsing, buka Youtube atau  bersama cemilan wafer.

  Tambah lagi ia harus menjauh dari Jakarta. Gadis ini memang sedikit menguras tenaganya untuk naik mobil. Gadis itu tidak meminta menjemput, ia langsung kesana. Mungkin ia ada urusan lebih. Tapi untuk mengegas pedal selama jalan tol, agak pegal.

  Dari utara ke selatan~sejauh timur ke barat. Letaknya di tenggara hadapannya. Mall Summarecon yang letaknya di Tangerang. Gadis ini berurusan terlalu jauh sampai ke sana. Mall Lippo atau Puri Indah sebenarnya mudah diraih, ia tidak mau.

  Ringan hujan mengiringi. Hanya besar di awal untuk menakuti para pengemudi. Termasuk para pengendara yang panik dan menghindar dari hujan dari bawah jembatan. Sungguh mengganggu dirinya yang ingin masuk jalan bebas hambatan.

  Tol Lingkar Luar hendak ia lintasi. Lebih baik daripada ia melewati tol arah Merak. Bisa lama disana daripada di mallnya. Harapnya Gerbang Tol Karang Tengah secepatnya diambrukkan.

  Iringan musik galau turut menemaninya. Dari Love Yourself, Let Me Love You, sampai Closer terputar. Atau informasi lalu lintas. Tidak berguna sebenarnya. Melintas aja kagak.

 
  Macet tidak ditemui. Sesedikit tersendat menemui gerbang tol, atau lampu lalu lintas, kala mobilnya keluar dari jalan bebas hambatan. Kadangkala juga angkutan kota yang suka mencari penumpang sembarang tempat sedikit mengganggu. Rem pun ia injak sesekali.

Aku Cinta Tapi MaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang