"Nana.....please....mengertilah. Kita tak bisa tinggal serumah. Kau mengenal Meike kan? Ia rapuh, seperti istana pasir di pantai yang gampang hancur diterpa ombak....," keluh Andre.
"Lalu kenapa kau masih menikahiku?" sergah Nana. Gusar.
"Aku ingin punya keturunan Nana. Meike sudah divonnis mandul oleh dokter Baroto. Tetapi di kertas hasil laborat itu dokter Baroto menerangkan kalau aku yang mandul..... aku ingin menjaga perasaannya, harga dirinya pasti akan terluka.....,"
Mardiana terdiam di sofa empuknya. Perutnya yang mulai kelihatan membuncit menambah cantik penampilannya kali ini.
Entah kenapa, perempuan hamil selalu nampak lebih cantik, lebih menarik, lebih sexy dengan perutnya yang membulat dan payudaranya yang membesar.
"Dagdo akan menemanimu selama kau tinggal di sini. Jangan sungkan, kau bisa memintanya untuk melakukan apapun yang kau mau. Mengantar ke dokter, berbelanja, menemani berjalan-jalan setiap pagi.....,"
Nana mengelus perutnya.
Widagdo yang muncul dari ruang dalam memandanginya tak berkedip. Perempuan ini masih tetap cantik dan menarik meskipun sedang berbadan dua.
"Ini kopinya tuan Andre.....," katanya memecah keheningan. Andre memukul bahunya perlahan. Ia tahu, Dagdo sedang berusaha mencandainya.
"Dan ini, susu coklat panas untuk jeng Nana, minuman ini baik untuk calon bayimu," senyumnya mengembang. Nana membalas senyum itu, demi menyenangkan pria yang baik itu.
**************
Seperti pagi yang telah lalu, pagi ini Dagdo menemani Nana berjalan-jalan pagi. Hujan semalaman menyisakan jalanan yang basah, butir-butir air menggantung di ujung dedaunan.
Sesekali Nana memegangi lengan Dagdo saat melangkah lebih lebar demi menghindari genangan air. Hati Dagdo berdesir. Bagaimanapun juga, ia masih menyimpan perasaan cintanya pada wanita ini.
"Nana....hati-hati. Nanti kau terpeleset.....,"
Dagdo mulai berani memanggil nama saja kepada Mardiana.
Saat itu Nana tengah menghindari kubangan yang ada di depannya. Nana tersenyum. Ditunggunya Dagdo hingga berdiri di sisinya."Mas Dagdo khawatirkan aku?" tanyanya sedikit heran. Jauh di dalam hatinya, Nana bisa meraba perasaan laki-laki itu terhadapnya.
"Nana kan sedang hamil. Apa jadinya kalau kau jatuh Andre bisa marah besar kepadaku. Aku yang tak bisa menjaga ......," sahutnya ringan.
Sedapat mungkin diaturnya nada suaranya setenang biasa.
Padahal, degup jantungnya serasa merontokkan tulang-tulang dadanya.
Sikap Nana makin manis terhadapnya akhir-akhir ini.
Nana sudah mau berbagi cerita, mengobrol sambil minum susu coklat panas di beranda, duduk di kursi sofa yang sama saat menonton televisi.
Dagdo sangat bahagia mendapati semua itu.
" Biarlah Nana tak tahu semua isi hatiku. Aku sudah cukup bahagia bisa menemaninya, menjadi pengawalnya sepanjang hari, menjaganya setiap malam tiba"
batinnya.Widagdo membimbing Nana penuh kasih. Ia tengah mengantar perempuan itu kontrol ke dokter kandungan. Beberapa pasangan nampak berbisik-bisik di belakang mereka. Dagdo mengabaikannya. Ia seakan ingin menunjukkan betapa ia seorang suami yang tengah berbahagia.
"Anak yang ke berapa Pak?" tanya Bapak yang duduk di sebelahnya.
"Yang pertama Pak," jawabnya riang.
"Bapak kelihatannya bahagia banget," sahut tetangga duduknya yang lain.
"Saya sudah lama menginginkannya Pak," Widagdo makin memperlebar senyumnya.
Biarlah, biarkan semua orang mengira ia pria yang tengah berbahagia dengan kehamilan istrinya.
****************
Tok tok tok....
"Pakeet.....," terdengar suara seseorang di balik pintu gerbang.
Sebelum Nana selesai mengenakan sandalnya, Dagdo sudah menghambur duluan."Tanda tangan di sebelah sini Pak," didengarnya suara pengantar paket itu. Nana tersenyum melihat betapa besarnya paket yang diterimanya kali ini.
"Dari Andre....," Dagdo menjawab tanpa ditanya. Nana mengeluh pelan. Entah sampai kapan pria itu akan menghujaninya dengan berbagai hadiah mahal untuknya.
"Kita buka sama-sama ya mas?" Nana merajuk. Semakin lama, ia makin merasa nyaman berada di samping pria ini. Ia tak segan-segan untuk bermanja-manja."Baju bayi,ini popok, gurita, celemek makan,selimut, kaos kaki, kaos tangan mungil, bedhong....,"
Nana menggumam tak jelas. Tangannya sibuk membongkar dan mengeluarkan isi paket.
Diam-diam Dagdo memandangi Nana dari samping.
Perutnya sudah membuncit, payudaranya membesar...... tetapi di matanya Nana terlihat masih sama seperti dulu.Seperti pertama kali ia melihatnya saat dikenalkan oleh Andre. Ia menghela nafasnya, berusaha meredakan debur di jantungnya.
"Maaas......," Nana bertanya keheranan. Dilihatnya Widagdo tersenyum-senyum memandanginya.
"Ada yang salah ya? Apa baju hamilku ini tak pantas untukku? Atau......apa mas? Kenapa?" berondong Nana jenaka.
Ia senang sekali mendapati wajah Widagdo yang memerah. Jengah.
=====%%%%%%%=====
Tbc