"Sudah lama menunggu?"
Nana menarik kursi di seberang Andre, lalu duduk dengan manis.Keringat yang mengalir di keningnya dihapusnya dengan tissue. Gerakan sederhana, namun efeknya luar biasa bagi Andre.
"Tidak. Beluum....pria akan dengan senang hati menunggu pujaannya," jawab Andre santai.
Nana tersipu mendengarnya. Ternyata dia bisa puitis juga, bisik hatinya.
Pertemuan pertama itu segera disusul oleh pertemuan demi pertemuan berikutnya. Mula-mula mereka hanya mengobrol biasa, saling bercanda, saling mengenang masa-masa kuliah dulu. Lama-lama, perbincangan mereka merembet pada persoalan pribadi, saling curhat satu sama lain.
"Kau sudah terlalu jauh melangkah, Andre," tegur Widagdo yang sengaja ditemuinya di rumahnya yang asri.
"Aku mulai mencintai Nana.....," gumamnya lemah.
"Hei.....Meike mau dikemanain? Kau lupa bagaimana perjuanganmu mendapatkan Meike dulu? Lupa?" Dagdo hampir saja menggebrak meja di depannya. Kejengkelannya tak bisa ditutup-tutupi lagi.
"Ada rahasia yang selama ini kusembunyikan rapat-rapat dari Meike. Ini tentang kondisi rahimnya....,"
"Maksudmu?" Widagdo tak mengerti arah kalimat Andre.
"Meike mandul. Selama ini aku telah membohonginya dengan mengatakan akulah yang mandul.... ."
"Lalu?"
Widagdo membiarkan Andre menumpahkan segala uneg-unegnya. Tak pernah sekali pun dipotongnya.
***************
Meike menyayangi Nana seperti anaknya sendiri. Ia sangat mencintai Andre, dan menerima begitu saja usul Andre yang ingin mengadopsi seorang bayi.
Adopsi?
Yaa.... Andre membawa Raina – darah dagingnya sendiri – dan meminta Meike menyayanginya seperti anaknya sendiri.
Andre telah memperhitungkan segala sesuatunya dengan amat teliti. Meike tinggal menanda tangani berkas-berkas yang disodorkannya tanpa bertanya sepatah kata pun.
Rania kecil tumbuh dalam limpahan kasih sayang kedua orang tuanya. Meike cenderung memanjakannya, tak ada permintaan Nana – demikian ia biasa dipanggil – yang tak dikabulkannya dengan senang hati. Andre sering menegurnya, ia tak ingin Nana tumbuh menjadi gadis yang manja dan egois.
"Ayah pulang......," kebiasaan Andre berubah sejak Nana hadir di tengah-tengah mereka.
Nana segera menghambur mendapatkan ayahnya. Andre akan memeluknya lalu membopongnya ke ruang dalam. Meike telah menyiapkan secangkir teh jeruk kesukaannya.
Rumah mereka tak lagi lengang, sepi bagai kuburan. Celoteh Raina telah menyemarakkan ruang-ruang di rumah itu.
Andre pandai sekali menyembunyikan rahasia siapa Raina sebenarnya. Meike hanya tahu bila bayi cantik itu diadopsi Andre dari sebuah panti asuhan kecil yang sedang kesulitan keuangan.
Selama ini Andre secara rutin menjadi donor tetap bagi beberapa yayasan, salah satunya panti asuhan itu.
Beberapa kali Meike mencoba membandingkan garis wajah Raina dengan Andre.
Gurat alisnya mirip, matanya yang bulat bersinar-sinar itu bahkan sangat persis Andre.
Benarkah Raina anak adopsi?
Tetapi kenapa ia mirip Andre?
Lalu....lalu surat keterangan dari dokter Samuel itu?
Berbagai pertanyaan berkutat di kepala Meike saat memandangi Raina yang tertidur di sampingnya.
"Mamaaa......,' tiba-tiba saja gadis kecilnya itu sudah duduk memandanginya. Eeh, sejak kapan ia bangun? Meike mengutuk dirinya sendiri, terlalu banyak melamun.
"Oh..eeh...Nana. Kau sudah bangun nak? Meike tergagap-gagap.
Nana menggelendot manja di pelukan Meike, ibu yang dikenalnya sejak masih bayi.
Tbc