Satu

524 149 157
                                    

Enam tahun berlalu...


Hawa dingin menusuk kulit Farhan saat sedang duduk di teras apartemennya untuk menghirup segarnya udara malam, juga untuk menjernihkan pikiran yang membebaninya beberapa hari terakhir ini. Tidak hanya mengenai pekerjaanya yang semakin banyak, setiap harinya, tapi juga kisah cintanya. Ya, ada seseorang yang mengutarakan perasaannya kemarin.

Sosok itu adalah Shiren, teman kerjanya. Farhan mengenalnya dua tahun yang lalu, sejak keduanya diterima bekerja di PT. Prima Jaya, salah satu perusahaan terbaik di Indonesia. 

"Woy, Sob, ngelamun aja, lo," teguran santai Aldi, sahabatnya, membuyarkan lamunannya.

"Eh, lo, Sob, sudah datang, lo?"

 "Ya, iyalah. Makanya jangan ngelamun, sampai lo nggak sadar kalau gue udah datang. Untung aja gue yang datang. Coba kalau ada orang lain yang datang dan membuka pintu apartemen lo yang nggak terkunci, kan, jadi berabe urusannya kalau orang tersebut ada niat jahat."

Farhan terkesiap. Astaga, gara-gara banyak sekali beban pikirannya, ia sampai lupa mengunci pintu apartemennya. Dan kedatangan sahabatnya ini mungkin bisa membantu mengurangi beban pikirannya.

"Hmm.... Sob, gue mau minta pendapat lo nih," ucap Farhan

"Ya, udah cerita aja, Sob, sama gue, selama gue bisa bantu, pasti gue bantu lo," sahut Aldi dengan tersenyum

Farhan membalas tersenyum. Begitu beruntung memiliki sahabat seperti Aldi.

"Gini, Sob, gue mau cerita tentang Shiren."

"Shiren?" Aldi mengerutkan dahinya

"Iya, Shiren."

"Memangnya kenapa dengan Shiren? Lo berantem atau kenapa?" Aldi ingin tahu

"Gue nggak berantem sama Shiren, Sob, tapi kemarin Shiren menyatakan isi hatinya ke gue."

"Ah, serius lo, Sob?" Aldi sedikit terkaget mendengarnya.

"Iya, Sob, tapi masalahnya, gue hanya menganggap Shiren sebatas teman, nggak lebih, karena gue merasa seperti sudah ada seseorang yang telah mengisi hati gue. Tapi sayangnya, gue nggak tahu siapa orang itu." Farhan bimbang sendiri.

Aldi tercekat mendengarnya. Orang itu adalah Fita, Han, Aldi dengan yakin. Ya, sejak kecelakaan yang terjadi enam tahun lalu, Farhan dan Fita tidak lagi saling mengingat dan juga tak saling bertemu. Selepas menyelesaikan studi sarjana mereka di universitas yang sama, Fita memutuskan mengikuti ayahnya ke Palembang, yang mendapat tawaran bekerja yang lebih baik.

"Kalau memang itu yang lo rasain, Sob, saran gue, sih, lo harus bilang ke Shiren, kalau lo hanya menganggapnya sebatas teman, nggak lebih. Jangan ngasih harapan ke dia."

Farhan mempertimbangkannya dan membenarkan masukan sahabatnya. Ia harus segera mengatakannya pada Shiren, sebelum perempuan itu berharap banyak dengan perasaannya.

Farhan mengangguk, "Iya, Sob, lo bener, Thanks, ya, Sob, atas sarannya." Farhan tersenyum lega.

Aldi tersenyum. Setelah itu mereka sempat main playstation sebelum Aldi pulang, meninggalkan Farhan untuk beristirahat.      

*****

 ****Palembang****

Fita Lestari tengah bersiap memulai harinya di pagi hari, saat tiba-tiba ponselnya berbunyi.

"Fit, kamu udah siap?" suara sosok yang amat dikenalnya, terdengar dari seberang sana. Kevin, lelaki yang telah dikenalnya sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di sebuah perusahaan yang sama tempatnya bekerja sekarang

Fita untuk FarhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang