15. WDTA Series: Behind the Scene

3.9K 561 68
                                    

"Kau yakin memilih itu, hyeong?" Jimin mengangguk antusias. Setelah hampir tiga tahun, Jimin dan Jungkook akan kembali melantunkan lagu bersamaㅡberdua.

Jimin merasa sangat antusias, lagu yang akan mereka nyanyikan memang bukan lagu romantis, ini merupakan lagu perpisahan, tetapi mempunyai arti yang dalam bagi keduanya.

Jungkook tersenyum melihat bagaimana semangat Jimin saat manajer mereka mengumumkan pembagian Festa tahun ini. Lengannya ditarik oleh yang lebih tua sedetik setelah manajer keluar dari ruangan, memilih lagu.

"Aku benar-benar ingin menyanyikan lagu ini, Kook-ie. Walaupun berbahasa inggris, aku akan berusaha!" Jimin memberikan sebelah earphone-nya untuk Jungkook, membiarkan yang lebih muda mendengarkan lagu pilihannya. We Don't Talk Anymore.

Jungkook mengangguk, "aku setuju. Lagi pula lagu ini memang dilakukan untuk dua orang, tidak akan susah untuk membaginya."

"Aku ingin menjadi Charlie Puth!" Jimin menganggukkan kepalanya antusias, membuat Jungkook yang berada di sebelahnya tertawa kecil karena Jimin begitu menggemaskan.

"Suaramu cocok untuk Selena, jadi aku yang mendapatkan bagian Charlie Puth."

Jimin menggeleng. "Tidak mau,"

Jungkook membawa yang lebih tua ke dalam dekapannya, mengelus rambutnya pelan. "Lagi pula, aku pihak atas... Jadi aku adalah Charlie Puth."

"Ya! Bagaimana kalau kita bertanya pada member lain?"

Jungkook mengangguk, karena sudah tahu ia akan menang. Sedangkan Jimin sudah berlari, mencari pada member dan membuat mereka berkumpul di ruang tengah. Semuanya berlarian, karena Jimin mengatakan ini adalah suatu hal yang sangat penting.

"Ada apa, Jimin?"

"Aku gugup! Kau memanggilku seakan ada gempa, padahal aku sedang tidur nyenyak."

Jimin dengan tampang seriusnya mulai mengeluarkan suara, "ini sangat penting. Aku dan Jungkook akan berduet di Festa nanti dan memilih lagu We Don't Talk Anymore. Menurut kalian, siapa yang lebih cocok menjadi Charlie?"

Para member benar-benar tidak habis pikir. Hanya demi menanyakan itu, Jimin mengganggu tidur mereka semua dan tidak merasa bersalah sama sekali.

"Yakin hanya itu yang ingin kau tanyakan?" Namjoon bertanya sambil menghela nafasnya, lelah.

Jimin mengangguk dengan lucu, membuat Jungkook menahan tawanya. Member lain sudah memerah padam karena menahan kesal, tetapi melihat Jimin yang begitu lugu, mereka berusaha mati-matian menahannya.

"Menurutku kau lebih cocok menjadi Selena, suaramu lebih tinggi dari Jungkook." Yoongiㅡyang sedari tadi diam dan menguapㅡberkata demikian, kemudian kembali ke kamarnya.

Jimin mulai mengerucutkan bibirnya, Jungkook akan menang kalau begini caranya. "Bagaimana dengan yang lainnya?"

"Jungkook lebih cocok menjadi Charlie Puth, bukan karena kau tidak bagus Ji. Tetapi kalau dibandingkan dengan Jungkook, kau sangat cocok menjadi Selena."

"Ya, aku setuju."

"Aku juga."

"Maaf, Ji. Kali ini aku setuju."

Jimin mengecurutkan bibirnya dengan ekstrim, tidak menerima ia baru saja kalah telak dengan Jungkook. Sambil menghentakkan kakinya, ia berjalan ke kamar. Membuat yang lainnya menahan tawa sekaligus tidak enak.

"Terima kasih sudah menyadarkan Jimin kalau ia selalu di bawahku, hyeongdeul. Aku akan menyusulnya dan membujuknya, selamat malam." Dengan cengiran lebar, Jungkook beranjak mengikuti Jimin yang baru saja membanting pintu.





**

Hari ini jadwal kosong, mereka sudah berlatih secara kelompok besar untuk beberapa jam. Semuanya sudah kembali ke kamar masing-masing dan beristirahat. Tetapi Jiminㅡsetelah mandi dan berganti bajuㅡlangsung beranjak menuju studio kecil miliknya yang berada di sebelah studio milik Jungkook. Ia duduk berhadapan dengan komputer dan mengambil selembar kertas di atas keyboard.

Nada-nada kecil mulai terdengar, berlanjut dengan beberapa pengucapan bahasa inggris yang kurang benar. Jimin mendengarkan lagi lagu aslinya, kemudian menandai perkataan yang menurutnya susah untuk selanjutnya dipelajari.

"Bagaimana aku bisa mengatakan reason dengan benar?" Jimin mengacak rambutnya, tidak suka hal yang ia dalami menemui hambatan.

"Minum dulu, hyeong."

Jimin menoleh, mendapati Jungkook membawa segelas cokelat panas yang asapnya masih mengepul. Di tangan kanannya terdapat sebuah bantal dan guling miliknya.

"Terima kasih," Jimi menyeruput pelan cokelat panas itu, "untuk apa kau membawa bantal dan guling itu?"

Jungkook menaruh bantal dan gulingnya sebelum mencari posisi yang nyaman. "Menemanimu?"

"Kau lelah, Jungkook."

"Kau juga, sayang."

Jimin mengabaikan panggilan Jungkook dan kembali belajar. Ia kemudian tidak mendengar bisik-bisik ataupun gangguan dari Jungkook, jadi ia kira Jungkook sudah pergi.

"Oh?" Jimin cukup terkejut, melihat Jungkook dengan setia menemaninya. Walaupun yang lebih muda tertidur, tetapi Jimin tetap merasa terjaga. Diambilnya ponsel dari sakunya, kemudian mengambil gambar Jungkook yang sedang tidur dengan damai beberapa kali.

"Hi, bangun."

Jungkook tidak bergeming.

Jimin mengusap surai cokelat tua sang kekasih, Jungkook terlihat begitu damai dan tanpa beban saat tertidur. Wajahnya menjadi polos, terkesan cocok dengan umurnya. "Bangun... Bangun, sayang."

Jungkook mengerjap beberapa kali sebelum tersenyum. "Sudah selesai?"

Keduanya kembali ke kamar masing-masing, terlalu lelah untuk sekadar mengucapkan selamat malam. Jadi, setelah Jimin mengunci pintu dan membiarkan Jungkook mengecup keningnya, tanpa apa-apa lagi mereka berjalan ke arah yang berbeda.




**

"Aku gugup setengah mati!" Jimin merasakan seluruh isi perutnya akan keluar segera. Hari ini mereka akan melakukan rekaman untuk We Don't Talk Anymore.

"Jimin hyeong, tenang saja. Tidak ada siapa-siapa, aku akan membantumu." Jungkook menepuk puncak kepala yang lebih tua beberapa kali sebelum mendorong bokongnya sedikit untuk masuk ke dalam ruang rekaman.

Instrumen We Don't Talk Anymore hari itu berputar di telinga keduanya hingga bosan. Mereka merekam, menyempurnakan, mengulang karena kurang baik, merekam lagi, hingga satu hari penuh. Jungkook menetapi kata-katanya. Sedikit saja Jimin kesusahan, lelaki itu akan memberi komando yang membuat Jimin merasakan semuanya jauh lebih mudah.

"Terima kasih banyak, aku akan membelikanmu makanan sehabis ini."

Jungkook tertawa, mengambil tas ranselnya kemudian keluar dari studio rekaman sambil menggandeng tangan mungil Jimin. "Tidak perlu,"

"Aku harus berterima kasih, Jungkook! Apa ada yang kau inginkan?"

Jungkook mengangguk kemudian mendekat, berbisik tepat di telinga Jimin. "Aku ingin di atasmu semalam penuh, hyeong."

"Ya!"





**

Redamancy // j.jk & p.jmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang