Jimin menghela nafasnya panjang, berusaha menenangkan dirinya. Keringat di pelipisnya bercucuran tiada henti, padahal pendingin ruangan kamar ini menyala dan berfungsi.
Dengan perlahan, ia duduk di kepala ranjang dan memejamkan matanya. Ia baru saja mendapatkan mimpi buruk. Dan hingga sekarang, jantung Jimin masih berdetak begitu kencang. Diambilnya ponsel di meja sebelah ranjang dengan sembarangan, mengecek jam. Pukul setengah tiga subuh.
Rasa takut begitu menyelami perasaan pemuda itu, membuatnya meringkuk dan enggan tidur. Jemari kecilnya otomatis mencari panggilan paling atas di recent call, memencetnya dengan segera.
Angkat, aku mohon. Angkat teleponku, Kook, batin Jimin terus berbicara.
"Ha-halo?"
Nafas lega berhembus sangat panjang dari Jimin, laki-laki di seberang sana menjawab teleponnya. "Kook-ie?"
"Oh? Jimin hyeong?"
Jimin mengangguk, kemudian tersadar kalau Jungkookㅡlelaki di seberangㅡtidak bisa melihatnya. "Ya, ini Jimin."
"Ada apa meneleponku subuh begini, hyeong? Apa terjadi sesuatu?"
Tetes demi tetes air mata mulai meluncur dari mata sipit Jimin. "Aku, aku hanya mimpi buruk, Kook. Dan aku takut untuk kembali tidur. Maaf sudah mengganggu."
Layaknya kekasih idaman, Jimin mendengar Jungkook terkaget. "Aku akan kesana dan menemanimu, bagaimana?"
"Tidak perlu, ini sangat pagi dan kau perlu istirahat, Kook."
"Tapi sayang, aku tidak apa-apa."
Jimin sangat ingin mengiyakan penawaran lelaki itu, membiarkan Jungkook memeluknya sehingga ia bisa terlelap hingga pagi hari.
"Hei, tidak usah khawatir dan tunggu aku. Aku tutup ya, sayang."
Jimin berteriak. "Jangan! Ti-tidak bisakah kau terus berbicara?"
"Baiklah, aku akan menyetir sekarang."
Jimin menghela napas, "hati-hati, Kook."
Selama perjalanan, Jimin terus berbicara tentang segala hal. Membuat Jungkook ikut berbicara pula. Suara Jungkook begitu menenangkan, membuatnya lupa akan ketakutannya tadi. Hingga ia mendengar suara pintu terbuka, dan langkah kaki seseorang.
"Kook-ie?" Jimin mulai panik karena sejak satu menit yang lalu, Jungkook tidak berbicara.
"YAAAA!" Jimin melempar bantalnya bersamaan dengan terbukanya pintu kamarnya sendiri. Menampilkan seorang lelaki dengan wajah khas bangun tidur, menggunakan piyama seadanya dan sedang memegang ponsel pintar yang menyambung dengan headset.
Jungkook mengusap hidungnya yang terkena sasaran bantal Jimin, "kenapa hyeong memukulku?"
Jimin turun dari ranjang dan menghampiri lelaki yang lebih muda. Mengusap hidungnya kemudian memeluk Jungkook dengan erat. "Aku pikir ada orang lain di sini,"
Jungkook menyentil dahi Jimin sekilas, sebelum menuntunnya ke tempat tidur. Dipeluknya lelaki mungil itu, membuat Jimin tenggelam di pelukan Jungkook.
"Ayo tidur, aku mengantuk."
Jimin memukul lengan Jungkook pelan. "Kau tidak ingin bertanya apa mimpiku dan menenangkanku?"
Jungkook mengelus rambut Jimin kemudian mengecup keningnya. "Tidak. Aku akan bertanya besok pagi, hyeong harus istirahat."
"Aku tidak bisa tidur, Kook-ie." Jimin membuat pose imut yang membuat Jungkook kemudian mengaduh dan mencium bibir Jimin beberapa kali.
Jungkook membawa kepala yang lebih tua untuk bersandar di dada bidangnya. Ia mulai bergumam tidak jelas, memperdengarkan beberapa nada tanpa lirik yang menenangkan. "Aku akan menemanimu hingga kau tidur."
"Terima kasih, Kook-ie."
"Sama-sama, sayang."
p.s: Kookmin Things kayanya sampe 20 chapter aja deh, soalnya mau publish buku baru; full smut & kookmin. How? Atau dilanjut di sini aja😂
p.s.s: aku kecewa sekali samuelku ngga masuk :") dia segitu dipermainkannya sama mnet aku keseeeeel banget. Seandainya inter fans bisa vote, aku yakin dia bakal jadi the next somi. aku saking kecewanya sampe ga pengen stan wanna one huehehe karena aku udh sayang samuel dari seventeen tv duluㅠㅠ dan ngeliat dia gagal bener2 buat kokoro aku pecah berkeping-keping😭
KAMU SEDANG MEMBACA
Redamancy // j.jk & p.jm
FanfictionRedamancy -noun: The act of loving in return. [short story compilation]