Kalau begini, Jimin rasanya mau berhenti saja. Semuanya terasa sia-sia ketika Jungkook hanya mengiyakan—mengiyakan perasaan sayang Jimin. Tidak membalas. Tidak menolak. Berulang kali berusaha memberikan sinyal, tapi Jungkook tetap tidak mau tahu. Jimin bingung, Jungkook benar-benar tidak tahu atau tidak mau tahu.
Tapi rasanya, setelah enam tahun mengejar cinta yang lebih muda tanpa kepastian, ini harus di sudahi. Cinta yang tumbuh dalam hati Jimin mulai menjadi racun untuk tubuhnya sendiri, menyakitinya sebanyak ia bernapas. Jadi, setelah mengurung diri di studio selama satu hari penuh, Jimin menekatkan diri untuk berhenti. Hanya ada Jungkook adik kecilnya yang sama datang dari Busan, yang harus ia jaga sebagai saudara laki-laki.
Jimin bangun dengan terpaksa, mereka harus latihan untuk Festa nanti. Jungkook merengek memintanya menjadi partner, Jimin hanya menganggukkan kepalanya. Setelah bersiap-siap ia keluar dari kamar menuju dapur, hanya untuk melihat bagaimana Taehyung dan Jungkook sedang tertawa bersama.
Laki-laki dengan marga Park itu berusaha untuk tidak menoleh, karena jantungnya benar-benar seperti diremat sekarang, dan membuka kulkas—mengambil susu rendah lemak untuk ia tuangkan pada gelas bergambar Chimmy.
"Hyeong!"
"Jimin-ah,"
Jimin hampir tersedak karena keduanya memanggil. Ia berbalik, mendapati kedua yang terkecil sedang memanggilnya untuk duduk bersama. "Tidak, aku akan makan roti sambil menonton televisi," Jimin tahu ia akan hancur melihat kedekatan mereka, ia tidak sanggup.
Bukan sekali dua kali, dalam satu bulan terakhir Jimin hampir selalu menolak ajakan keduanya, terutama Jungkook. Memilih menjadi partner Festa saja, Jungkook sampai memohon-mohon dan membelikannya makanan yang banyak membuat Jimin tidak tega.
Tontonan pagi ini bahkan hanya menjadi pengisi suara di sekitar Jimin, pikirannya berkelana kemana-kemana. Sampai guncangan di sebelahnya membuat Jimin tersadar dan menoleh.
"Hei, kau oke?" Hoseok.
Ditanya begitu, Jimin jadi makin tidak ingin mengingkari sakitnya. Ia hanya mengangkat kedua bahunya, membuat Hoseok mengelus kepala Jimin dengan pelan. "Kau tahu kau bisa cerita apapun padaku, adik kecil."
"Hyeong kita bahkan hanya berbeda satu tahun! Ya, aku selalu bisa mengandalkanmu, hyeong." Si lebih muda mengubur wajahnya di leher Hoseok—ia benar-benar butuh sandaran.
"Aku lelah sekali, hyeong...,"
"Kau bisa tidak ikut latihan hari ini, jangan di paksa."
"Mungkin aku tidak akan datang hari ini. Aku ke kamar dulu, hyeong. Terima kasih," Jimin berlalu begitu saja, ia bahkan tidak membawa piring bekas rotinya ke tempat cucian.
Hoseok jadi makin khawatir. Pasalnya Jimin tidak bersikap begitu sekali ini saja, sudah berkali-kali dalam beberapa bulan terakhir ia jarang ceria. Hoseok bahkan tahu, Jimin hanya akan tersenyum cerah dan bertingkah biasanya jika ada kamera yang merekam. Jimin tidak boleh seperti itu terus menerus.
Semuanya sudah siap di ruang tamu untuk menuju studio. Hari ini adalah latihan pertama untuk Festa. Namjoon menyerngit bingung ketika merasa tidak lengkap, "Jimin?"
"Dia sakit, Joon."
"Jimin hyeong sakit?! Kenapa dia tidak bilang padaku?" Si paling muda bertanya dengan nada tinggi, membuat sisanya terkejut.
Seokjin mengelus punggung Jungkook, "kita semua tidak tahu, Kook. Jangan emosi,"
"Kalau begitu aku juga tidak ikut latihan! Titik." Jungkook bisa menjadi begitu keras kepala kalau keinginannya tidak terpenuhi. Ia tahu kakak-kakaknya sungkan meninggalkannya berdua di sini bersama Jimin, "jika Jimin hyung perlu sesuatu, siapa yang akan membantunya?"
Namjoon mengiyakan, tidak perlu menatap ke dalam Jungkook untuk tahu bahwa ia benar-benar khawatir akan Jimin. Jadi, Namjoon mengiyakan. Setelah menitip pesan pada Jungkook untuk benar-benar menjaga Jimin—terutama Taehyung karena ia juga terlihat khawatir, mereka ber-5 pergi menuju studio.
"Jimin hyeong?" Jungkook membuka pelan kamar Jimin hanya untuk menemukan laki-laki itu yang sedang terbungkus selimut tebal dan menonton youtube.
Layaknya maling yang ketahuan, Jimin terduduk di kasurnya dan menatap yang termuda dengan aneh. "Kenapa kau di sini?"
"Aku ingin menjaga hyeong, kata Hoseok hyeong, hyeong sakit."
Jimin menghela napas, ingin berteriak dan mengusir Jungkook saat ini juga. "Pergi, Kook. Aku bisa mengurus diriku sendiri."
"Hyeong?" Jungkook terhuyung beberapa langkah ke belakang, ia tidak pernah dihadapkan oleh Jimin yang kasar, ia sangat terkejut.
"Pergi."
"Apa aku melakukan sesuatu yang salah?"
"Tidak."
Kasur Jimin bergerak beberapa kali seiring Jungkook yang keras kepala kini duduk di tepi kasur. "Ada apa, hyeong?"
"Tidak. Jangan menggangguku, Kook. Aku sedang istirahat."
Kepalan tangan Jungkook tidak luput dari pandangan Jimin. Entahlah, Jimin ingin sekali bergegas masuk ke dalam pelukan yang termuda, meminta Jungkook berjanji kalau mereka akan seperti ini selamanya. Tapi, semua kata-kata fans di twitternya, semua kata-kata yang menusuk, mengatakan bahwa Jimin selalu saja mengejar Jungkook... bahwa Jimin tidak pantas untuk Jungkook... bahwa Jungkook sudah bahagia bersama Taehyung... Jimin marah pada dirinya sendiri, kenapa ia tidak bisa menyadarinya dan terus memaksa Jungkook untuk bersamanya? Jimin marah. Cinta Jimin untuk Jungkook itu benar-benar racun.
Si yang paling muda menatap yang lebih tua dua tahun terus menunduk, "hyeong...,"
"Kook, kau tahu kan kalau aku benar-benar menyayangimu? Aku bahkan pernah bilang kalau aku akan pergi ke bulan asal bersamamu, aku rela melakukan apa saja untukmu," Jimin menghela napas, "tapi sekarang aku tidak bisa lagi, Kook. Aku akan terus menjagamu sebagai adikku, sebagai adik yang paling aku sayang. Aku harus melupakan perasaan bodohku ini padamu. Jadi, dengan sangat aku memohon, biarkan aku sendiri dan jangan bicara padaku. Aku akan bicara lagi padamu setelah aku siap dan benar-benar melupakanmu."
Jungkook tidak merespon, membuat Jimin makin menahan sakit di dadanya. Tanpa berani menatap mata Jungkook, ia bangkit dari kasurnya sendiri dan pergi keluar.
Selamat tinggal perasaan bodoh untuk Jungkook-ie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redamancy // j.jk & p.jm
FanfictionRedamancy -noun: The act of loving in return. [short story compilation]