3. Men Are Nasty, Scary!

221 27 4
                                    

Kata-katanya semalam membuatku otakku memaksa untuk mencari tahu apa maksudnya, walaupun ia bersuara nyaris tak terdengar, tetapi aku bisa mendengarnya---seperti hewan Tarsius--- yang tajam pendengarannya. Dan satu hal yang tidak banyak orang mengetahuinya; aku fasih dalam berbahasa Inggris. Keluargaku tidak tahu, termasuk Siwon adik kecilku, hanya Younghee saja yang tahu. Wanita itu seperti saudara kandungku sendiri, ah aku merindukannya.

"Jiyoung-noona! Apa kau tidak lapar?"

Adikku, Siwon membuat lamunanku tentang kalimat itu tersadar. Aku segera merapihkan kamarku karena aku sangat yakin, lelaki ini dalam hitungan ketiga akan membuka pintunya. "Noona! Kau mendengarku tidak?" Benar saja, bahkan aku belum menghitung sampai tiga tadi.

"Bagaimana bisa aku tidak mendengarmu, padahal kau sendiri berteriak tadi?"

"Kaukan--"

"Mau mengatakan apa, heh?"

"Ah, tidak, tidak. Kau tidak lapar?"

"Tidak."

"Aku lapar."

Aku menatapnya jengah, urusan melamunkan terhenti karena rengekkan anak 17 tahun. "Lalu?"

"Buatkan aku makanan."

"Memangnya ibu pergi kemana?"

Siwon mengangkat bahunya. "Entahlah, yang jelas ibu hanya menitipkan surat kecil di atas kulkas. Hm noona, bagaimana kalau kita makan ramyeon di Daegu?"

"Wae? Jauh sekali? Kau hanya ingin memakan ramyeon kenapa harus di Daegu? Memangnya disini tidak ada ramyeon dengan jumlah yang banyak untukmu?" Aku melenggang melewatinya bergegas menuju dapur lalu membuka lemari persediaan makanan disana.

Aku berkaca pinggang sembari menunggu Siwon menghampiriku. "Lihat masih tersisa sepuluh untukmu! Makan saja di rumah!"

"Ya, noona. Aku hanya ingin--"

"Berkencan dengan pacarmu di Daegu? Kau harus menghampirinya karena sudah berjanji pada gadis bermarga Jung tersebut?"

"Eh? Bagaimana--"

"Sudahlah, makan saja sana, bocah!"

"Ya! Noona, aku bukan bocah!"

"Apa katamu sajalah."

Aku membanting pintu kamar, bersamaan dengan ponselku yang berdering hebat. Setelah menetralkan desiran ketakutan yang mendera selama beberapa detik, aku mengangkatnya. Dan suara itu lagi, aku membencinya. "Ada apa?"

Pria ini sempat terdiam sejenak lalu kembali bersuara setelah aku meneriakinya kuat-kuat. "Bagaimana kabarmu, aku-aku mengkhawatirkanmu selama berbulan-bulan saat kau tidak ada kabar."

"Yang pasti, kabarku jauh lebih baik setelah kau meninggalkanku." Aku berbicara cepat.

Tak ada suara diseberang sana, mungkin ia sedang merutuki nasibnya. Masa bodoh, lelaki yang mengaku manly tapi perlakuannya padaku persis seperti girly. "Maafkan aku, Jiyoung-ah. Aku benar-benar menyesal sekarang."

Aku mendecak keras, itu sengaja kulakukan supaya ia mendengarnya tadi. "Penyesalan memang selalu datang terakhir, ada yang ingin kau katakan padaku lagi? Aku ingin beristirahat."

"Tolong jangan tutup dulu sambungannya."

Aku sempat terkejut ketika pria ini berbicara dengan sangat cepat mengalahi hewan Cheetah yang berlari dengan sangat cepat. "Cepat katakan, jangan bertele-tele."

"Besok petang, aku kembali ke Seoul."

Boom!

Bagai bomerang yang meledak sekarang juga tepat dihadapanku.

Never Mind [Suga BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang