Kurasa perihal percakapanku kemarin bersama Namjoon dan Hoseok ada maksud tertentu yang harus kuselesaikan dengan segera. Asal kau tahu saja, aku hampir melupakan semua pekerjaanku akibat memikirkan yang tidak ada ujungnya itu.
Bahkan ini lebih buruk dari teori tentang Monalisa atau mungkin teori dari setiap music video yang mereka rilis. Aku seperti seorang cendikiawan cerdas yang harus menyelesaikan suatu teka-teki rumit.
Bisa-bisa kepalaku pelontos di bagian depan jika memikirkan ini terus-menerus. Belum lagi pelukan singkat itu... Ya ampun, otakku ingin meledak kalau mengingatnya. Itu memalukan untukku tapi menguntungkan untuknya.
Harusnya aku marah kemarin, tapi kenapa justru berbanding terbalik?? Kenapa malah aku bersedia menjadikan bahuku sebagai sandarannya?
Akal sehatku kalah dengan paras tampannya yang menggoda. Baiklah, semua wanita pasti akan runtuh pendiriannya jika berada di posisiku. Atau mungkin menginginkan yang lebih dari sekedar pelukan. Oke, otakku mendadak cabul.
"Jiyoung..."
"Kau mau kubuatkan kopi?" kataku seraya mensejajarkan tubuhku yang ternyata lebih tinggi sedikit darinya.
"Aku ingin bicara denganmu," sahutnya.
Aku mengaitkan alis. Raut wajahnya datar... Oke! Aku memang sering melihatnya berbicara tanpa ekspresi apa pun, tapi kali ini... Bukan sekedar datar, seperti ada maksud lain yang tersirat di wajah lelahnya.
Akhirnya aku mengalah. Mungkin dengan mengikutinya membuat perasaan pria itu sedikit membaik. Hitung-hitung sebagai permintaan maaf karena aku selalu membuatnya kesal. "Yang ingin kau bicarakan sangat penting ya?"
"Karena itu aku mengajakmu bicara disini," katanya. Aku masih bisa melihat dia menarik napasnya panjang sebelum melanjutkan. "Sebaiknya..."
"Oh, ayolah, aku sedang tidak ingin marah-marah. Tinggal katakan lalu semuanya selesai. Kenapa harus menunda-nunda?"
Yoongi menatap tepat di manik mataku. Benar dugaanku, ada sesuatu hal buruk yang akan terjadi. Walaupun menyandang gelar sebagai artis ternama, kemampuan aktingnya kuakui memang sangat payah. Mungkin jika disandingkan denganku, aku yang akan menang.
"Aku memutuskan untuk menyudahi perjanjian ini...,"
Tenggorokanku tercekat setelah Yoongi mengatakan hal demikian. Aku bingung harus melakukan apa selain diam. Aku sangat setuju dengan seseorang yang mengatakan bahwa diam itu emas.
Yoongi melanjutkan. "Kau pasti memahami keadaan yang aku dan kau lalui. Aku sudah memikirkan ini semua dengan matang. Kau berada dalam lingkup dunia yang salah. Dan itu semua adalah salahku...,"
"Jadi, sebelum bertambah runyam, aku memutuskan untuk menyudahi perjanjian antara aku dan kau tempo hari. Semuanya... Biar berjalan dengan normal seperti sedia kala."
Sekuat tenaga kutahan agar air mata tidak turun membasahi pipi. Aku malu menangis di depan seorang idol tersohor sepertinya. Harusnya aku senang karena kebebasan akan segera kudapatkan. Tapi entah... Aku merasa kehilangan.
Disatu sisi, ada perasaan senang karena sudah tidak ada yang mengekangku ini itu, meminta sesuatu hal yang sangat mustahil untuk didapatkan. Tapi satu sisi lainnya... Aku tidak mau ada perpisahan setelah ini.
Ini sama saja dengan perpisahan kan?? Setelah ini pastinya aku hanya bisa memandangi wajahnya dari layar televisi atau Youtube. Setelah semuanya berlalu aku hanya bisa diam duduk manis tanpa pekerjaan menuntut darinya.
Yang bisa kulakukan hanya menunduk pasrah. Aku sudah siap jikalau air mataku turun secara tiba-tiba. Yang tidak bisa kulakukan hanyalah melihat wajahnya yang menyisakan beberapa senti saja dari wajahku.
"Kenapa kau menangis?"
Tanpa harus menunggu lama, akhirnya air mataku turun juga. Yoongi terus membondrongiku dengan ribuan pertanyaan di dalam otaknya, tapi yang bisa kulakukan hanya diam. Aku mendadak bisu.
"Jiyoung... Kutanya sekali lagi, kenapa kau menangis?"
Dia mengucapkan kalimat itu lembut sekali. Seolah-olah, aku adalah gadis yang sangat ia cintai.
"Mataku terkena debu."
"Lihat mataku," katanya.
Aku masih tetap pada pendirianku. Kenapa aku harus menangis mendengar kalimatnya keluar begitu saja? Aku merasa wanita paling idiot jika dicuatkan dengan masalah sepele seperti ini.
"Choi Jiyoung, aku tidak suka didiami."
Perlahan, aku mengangkat kepala guna menatapnya yang kuyakini sedang menatapku. "Sudah kukatakan mataku terkena debu---"
Belum sempat melanjutkan, Yoongi... memelukku begitu erat. Untuk yang kedua kalinya dia menenggelamkan kepalanya di bahuku. Seakan-akan sedang membagi perasaan yang ia rasakan selama ini.
Dan untuk yang kedua kalinya, aku mendiami perlakuannya padaku. Jujur, aku nyaman dipeluknya seperti ini. Kurasa marah padanya sama saja dengan berdusta pada diriku sendiri.
Yoongi membelai punggungku. Jari-jari tangannya begitu hangat menyentuh kulitku yang dingin membeku. Pria ini seperti menyalurkan ribuan volt listrik bertegangan tinggi padaku.
Namun aku... Kurasa, menerima apa yang ia berikan sudah lebih cukup. Dari awal kukira semua ini akan berjalan seperti sedia kala. Mulus-mulus saja layaknya pesuruh dengan majikan sungguhan. Tapi seiring berjalannya waktu... Aku merasakan sesuatu yang mengganjal antara aku dengannya.
Beberapa detik kemudian, dia melepaskan pelukannya. Menatapku dalam. Matanya yang indah selalu sukses membuatku terhipnotis. Yoongi tersenyum manis sekali, sampai-sampai matanya yang segaris bertambah menjadi segaris. "Kau bisa mengejar mimpimu sekarang."
Yoongi menghembuskan napasnya panjang sebelum melanjutkan kalimat. "Maaf karena aku, kau menderita Jiyoung. Karena aku nyawamu hampir terancam. Maaf... Aku sungguh minta maaf."
Kurasa air mataku sudah mengering sekarang. Aku masih bergeming untuk tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Entah... Rasanya bingung harus berbicara apa. Otakku mendadak beku.
Sepertinya... Aku mulai menyukai pria itu.
***
Ini bukan akhir dari segalanya koq! Staytune gaes😘.
Btw, terima kasih untuk 1K pembaca di lapak ini :"
Terima kasih sudah meluangkan waktu dan kuota untuk membaca cerita saya. Terima kasih banyak gaes!!!! Tanpa kalian (readers) seorang (penulis) bukanlah apa-apa :")Thank you so much and i love you all!❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Mind [Suga BTS]
FanfictionTOP #480 IN BTSFANFIC [PART GENAP DI PRIVATE, FOLLOW DULU JIKA INGIN MEMBACA] Awalnya hanya sebatas "Majikan" dengan "Pesuruh". Awalnya aku benci dengan pekerjaan teridiot sedunia ini. Menurutku, pekerjaan tersebut adalah pekerjaan terburuk yang pe...