(Yoongi POV) A Problem

114 10 0
                                    

Bolehkah aku berkata jujur?

Berdekatan dengannya membuatku jauh lebih nyaman dibanding bersama teman-temanku. Wanita itu seperti minuman soju yang menghangatkan sekaligus memabukkan.

Ketika sedang bersamanya, pikiranku berada pada ambang antara sadar dengan tidak. Otakku mendadak tumpul saat wajah polosnya menghiasi lamunanku. Tingkah-lakunya yang sebelas-duabelas dengan bayi yang dimana membuatku gemas sendiri.

Jika dilihat secara rinci, aku akui, Jiyoung kalah saing dengan wanita cantik berotak Albert Einsten diluar sana. Secara harfiah, Jiyoung adalah wanita pemalas dan sukar untuk mendengar nasihat-nasihat yang diberikan untuknya.

Tapi, dengan perbedaan itu membuatku tidak pernah bosan untuk memuji perasaannya yang mudah berganti layaknya anak kecil berusia kurang dari sepuluh tahun. Dia sangat pandai menguasai segala emosi atau pun rasa kesalnya dengan baik. Aku sendiri sampai bingung, ternyata masih ada orang seperti dirinya...

Aku akan mengutarakan pendapatku mengenai dirinya disini. Semua yang kualami bersamanya dengan serinci mungkin.

Kau tahu? Bukan tanpa sebab aku mempekerjakan Jiyoung tanpa memberi dia imbalan sepeser pun. Aku mempunyai alasan logis yang akan kuceritakan lain kali. Tapi sungguh, aku tidak berniat sama sekali untuk mencelakai dirinya. Terlebih aku adalah seorang idol, bisa-bisa namaku menjadi jelek seketika.

Hari terbaik sepanjang Jiyoung menempati dorm adalah kemarin. Mungkin Jiyoung sudah menceritakannya padamu perihal itu, disini aku akan mengklarifikasi pendapatnya yang mengatakan kalau aku terlihat seperti gadis yang baru saja diputusi kekasih.

Harum tubuhnya membuatku sangat nyaman. Bahunya memang sangat cocok dijadikan pelampiasan ketika rasa bersalah lalu ingin menumpahkan air mata terjadi secara bersamaan.

Aku bukan bermaksud untuk berbuat yang tidak-tidak padanya. Tidak sama sekali. Menurutku, Jiyoung adalah wanita yang mahal. Sekali pun pendidikan terakhirnya hanya lulusan sekolah menengah, aku tahu akal sehatnya tidak mungkin hilang karena dia lahir dari keluarga berpendidikan.

Selain gemar membuatnya salah tingkah, untuk yang kemarin itu... Aku benar-benar ingin menumpahkan segala perasaan yang menohok. Hatiku mengatakan alternatif terbaik adalah sebuah pelukan darinya.

Sudah kukatakan, ketika sedang bersamanya otakku mendadak tumpul. Itu pun berpengaruh pada ketidaksengajaanku untuk memeluknya secara tiba-tiba.

Awalnya aku sangat terkejut ketika tanpa sadar tubuhku memeluk dirinya begitu kuat. Tapi, yang membuatku semakin terkejut adalah belaian tangan darinya untuk punggungku.

Hal kecil seperti itu sudah menyalurkan ribuan volt listrik bertegangan tinggi untuk tubuhku yang dingin. Ketika itu terjadi, suasana membuatku semakin ingin menumpahkan semua yang sudah kulewati.

Jiyoung adalah wanita pembawa keberuntungan. Aku bersyukur karena sudah dipertemukan tanpa sengaja. Hanya berawal dari insiden kecil... Pengaruhnya bisa sebesar ini.

"Yoongi-ah? Kau ada masalah?"

Lamunanku buyar semua. Ketika manager kami (PD-nim) datang lalu duduk di sebelah kananku. Di tangannya terdapat sebuah dokumen berwarba biru terang yang tak kuketahui apa isinya. "Tidak ada," kataku.

Dia tersenyum sembari tangannya berayun memberiku secarik dokumen yang tadi kubicarakan. "Kau bisa membacanya sendiri Yoongi-ah," ujar PD-nim. "Kuharap kau mengerti."

"Aku mengerti," kataku. "Sangat mengerti. Terima kasih sudah mengingatkan."

"Pikirkan perihal kariermu dan kehidupan gadis itu Yoongi. Jangan egois. Tingkahmu yang seperti ini membuatnya berasumsi bahwa kau adalah pria yang buruk." PD-nim meninggalkanku sendiri selepas mengatakan itu (setelah sebelumnya menepuk bahuku pelan).

Kalau aku tidak salah, sudah lebih dari dua orang yang mengatakan hal itu. Aku bingung harus melakukan apa jika kau bertanya. Ada perasaan aneh ketika sedang membaca dokumen yang kubawa, selintas wajah Jiyoung berlalu-lalang.

"Hyung! Kenapa kau melamun?" Jungkook mengejutkanku dengan teriakannya yang melebihi para fangirl di luar sana.

"Lagi?" Namjoon menyela.

Bahkan dia tahu apa yang sedang terjadi. Hhh....

Kurasa tanpa harus menjawab pertanyaannya, Namjoon sudah tahu apa yang akan kukatakan. Dia tersenyum simpul sebelum menghampiriku yang tengah bergelut dengan pikiran. "Aku tahu, sangat berat untukmu melepaskan Jiyoung-noona."

Namjoon kembali melanjutkan. "Aku tahu, rasa sayangmu padanya lebih besar dari rasa sayang kami semua. Tapi Hyung... Pikirkan lagi... Ini semua untuk kebaikan kau dan Jiyoung-noona."

Aku terdiam. Jungkook sama denganku. Entah apa yang sedang dipikirkan pemuda kecil itu. Kalau aku, mencoba menelaah kalimat-kalimat Namjoon yang tadi dan juga yang kemarin-marin. Dia memang sangat cocok dijadikan sebagai leader karena sifatnya yang mampu membuat semua member merasa nyaman.

"Twitter sangat ramai perihal kebersamaanmu bersama Jiyoung-noona terekspos media. Namamu sempat menjadi trending topic tadi, entah kalau sekarang," ucap Namjoon.

"Aku sudah melihatnya Namjoon-ah...,"

"Oh, kau sudah melihatnya? Aku berharap Jiyoung-noona belum melihatnya, pasti dia sangat terkejut namanya melambung karena cemoohan."

**

Aku tidak kepikiran kalau akhirnya akan seperti ini. Yang kutahu semuanya akan berjalan dengan lancar sesuai dengan rencanaku. Harusnya aku memikirkan ini semua secara matang. Iya harusnya...

Nasi sudah menjadi bubur. Apa aku harus merutuki nasib? Kalau semuanya akan kembali normal sih aku mau merutuki nasibku yang seperti ini.

Tidak seharusnya aku membawa Jiyoung kedalam lingkar dunia entertainment yang kejamnya melebihi masa Hitler dulu. Dia hanya seorang gadis yang tidak mempunyai mimpi untuk meraih apa yang seharusnya dia raih. Tapi sekarang... Aku yakin pikirannya akan kalut jika aku memberitahukan berita ini.

Menurutku dia adalah gadis yang mudah memikirkan suatu masalah tanpa mengetahui jalan keluarnya. Jiyoung wanita yang kuat walaupun sulit untuk berpikir jernih. Hhh... Aku semakin tidak tega membayangkan dirinya dicaci-maki habis-habisan oleh fangirl diluar sana.

Malam ini, niatku sudah bulat untuk membiarkan Jiyoung tidur dengan tenang tanpa suruhan dariku. Hitung-hitung sebagai salam perpisahan. Pasti dia sangat senang jika aku memberhentikan dirinya dari pekerjaan bodoh ini. Aku harus menyiapkan pesangon kalau begitu...

Aku jadi harus melakukan semuanya sendiri. Termasuk untuk memasak makanan. Aku tidak bisa memasak. Walaupun sudah sering kali Jin-hyung mengajariku memasak, tetap saja aku tidak bisa-bisa.

Bahkan aku tak tahu harus kuapakan telur ini. Menggorengnya? Aku bosan makan telur. Karena setiap kami sedang berkumpul pasti Jin-hyung selalu memasak dengan telur sebagai bahan utamanya.

"Astaga Yoongi! Kau mau membakar dorm?" Jin-hyung berteriak ketika aku baru saja menyalakan nyala api kompor. Dia mematikan api tersebut lalu memandangku. "Biar aku yang memasak!"

Aku memandang wajahnya polos. Dengan cepat Jin-hyung mengolah semua bahan mentah menjadi makanan yang sangat lezat di penciumanku. "Kenapa tidak meminta bantuan Jiyoung?"

Aku menerima piring berisi nasi goreng yang sangat kusukai. "Aku tidak mau merepotkannya."

"Tapi kau memang sudah merepotkannya," ucap Jin-hyung.

Benar juga...

**

Never Mind [Suga BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang