Sudah seperti apa yang diduga banyak orang, pekerjaan seorang pengangguran adalah berdiam diri di dalam rumah seperti ayam betina yang siap untuk bertelur. Namun, dugaan itu nyatanya tak berlaku untukku. Aku pengangguran hampir dua tahun lamanya, tetapi tidak pernah merasakan sama yang namanya santai, tidur, berjalan-jalan menghabiskan uang orangtua atau sebagainya.
Hidupku berubah 180° akibat pria bernama Min Yoongi itu hadir sejak dua hari terakhir. Tak ada yang special sekalipun ia adalah seorang artis yang namanya tengah naik daun sekarang ini. Termasuk dengan ucapannya satu minggu lalu, sampai sekarang setelah aku memutuskan untuk tidak ikut dengannya ke Bali, aku masih mengingat kalimatnya.
Entah itu sebuah pengakuan atau hanya sekedar gurauan saja?
Yang jelas, otakku tak pernah berhenti memikirkan sesuatu yang lebih rumit dari rumus Matematika ataupun Fisika. Aku mengira itu adalah sebuah aprilmop, tapi sayangnya tidak, karena saat ini bukanlah bulan April.
Ini adalah hari keenam aku tidak bertemu dengannya, harusnya aku merasa senang sekarang, namun faktanya tidak seperti ekspetasi. Apakah aku merindukannya? Ah, tidak-tidak! Pria itu terlalu menarik jika dirindukan oleh seorang wanita. Lalu, mengapa ini bisa terjadi? Aish.
"Choi Jiyoung! Kau sedang apa di dalam sana? Bertelur? Cepat keluar, bantu ibu memasak dan merapikan rumah. Bahkan rumah ini tidak pantas disebut rumah. Heran sekali, mempunyai dua anak yang sudah dewasa tapi tidak bisa mengurus pekerjaan rumah seperti ini." Omelan ibu membuat lamunanku tentang Yoongi lenyap.
Karenanya, aku hampir lupa dengan tugas-tugas yang sudah menumpuk. "Hei! Kau ini sedang apasih di dalam sana? Semalaman tidak keluar kamar, dan sekarang saat keluar wajahmu seperti pecandu narkoba. Basuh wajahmu dulu!"
"Baiklah," Aku melangkahkan kaki menuju kamar kecil yang bersebrangan dengan kamar milik Siwon. "Ibu, apakah Siwon berada di rumah?" Aku bertanya setengah berteriak karena jarak antara dapur dengan kamar kecil cukup jauh.
"Laki-laki itu pergi dengan temannya pagi tadi, ada apa?"
"Ibu percaya padanya?" Aku mendudukan bokong di kursi yang berukuran tinggi itu. Melihat ibu yang sudah kelihatan tua namun gerakannya masih jiwa muda. "Aku pernah melihatnya pergi dengan seorang wanita, ibu tahu? Wanitanya lebih tua dariku."
Ibu menghentikkan aktivitas memotongnya lalu memandangku sebentar. "Bagaimana denganmu? Setidaknya adikmu itu juara pertama berturut-turut sejak kelas satu SD. Dan sebentar lagi ia akan kuliah di Australia, tsk kau ini. Berhenti mengurusi adikmu, urus saja dirimu sendiri."
"Aku mengurusinya karena aku menyayangi Siwon."
"Dan kau tidak menyayangi dirimu sendiri?"
Aku memutar bola mata malas, berdebat dengan ibu sama saja dengan berdebat dengan pelaku pencurian di pasar tradisional Gwangju yang ramai diperbincangkan baru-baru ini. "Ah, ya terserah sajalah. Aku harus membantu apa?"
"Rapikan kamarmu dulu, setelahnya bantu ibu mencuci, lalu memotong rerumputan yang sudah meninggi di halaman depan rumah, terakhir belikan daftar yang sudah ibu tuliskan di supermarket."
Mataku membulat serta bibirku yang terbuka sedikit. Aku menghembuskan napas panjang, ini adalah salah satu faktor yang membuatku bosan menjadi pengangguran, walaupun aku ini sudah terikat kontak kerja dengan pria bermarga Min itu tetap saja saat ini orang tersebut sedang berlibur dan tidak membutuhkan jasaku, singkatnya aku memang harus mengerjakan ini semua seorang diri.
***
"Jiyoung-ah, tolong ambilkan handukku."
Aku menyeret kedua kaki malas, akhirnya aku kembali menjadi pesuruh. Tak bisakah ia berlibur lebih lama lagi? Aku sangat malas melihat wajahnya yang bahkan lebih putih dariku, entah kosmetik apa yang ia gunakan untuk perawatan wajahnya. "Mandi tengah malam? Kau bisa demam nanti."
Yoongi menatapku heran. Tentu saja, itu merupakan sesuatu yang aneh dan entah mengapa kalimat itu keluar bebas dari mulutku. Tapi ingat, aku memberitahunya seperti itu bukan karena aku perduli atau apa, melainkan jika ia sakit siapa yang akan susah nantinya? Sudah pasti aku akan terkena pahitnya, mungkin muntahannya atau mungkin menampungi muntahannya.
"Tubuhku lengket jika tidak mandi." Yoongi membuka knop pintu kamar mandi apartement-nya.
Aku tak menggubris, itu sama saja dengan memulai perdebatan yang tak ada ujungnya, bisa-bisa aku pulang pagi. Jika kau bertanya dimana aku sekarang, maka aku akan menjawabnya. Aku tengah berada di apartement-nya di kawasan Seoul-dekat dengan rumahku. Aku sendiri masih bertanya-tanya, bukankah seorang artis sepertinya tinggal di sebuah tempat yang disebut dorm?
Ah, aku tak perduli. Yang jelas, aku harus meninggalkan tempat ini sebelum pukul duabelas. "Jiyoung-ah!"
Aku membuka mataku yang tengah tertutup, teriakannya seperti bayi yang ingin meminta susu. "Ada apa?"
"Aku meninggalkan pakaianku di atas kasur."
"Lalu?"
"Tolong ambilkan."
Aku menghembuskan napas panjang seraya menghentakkan kakiku ke lantai berwarna putih itu. Tidak bisakah ia tidak merepotkan sedetik saja? Tidak perlu satu jam atau satu menit, hanya satu detik. Apa itu tidak bisa?
Yoongi menyumbulkan kepalanya ketika aku berteriak dan berkata bahwa aku sudah berada di depan pintu kamar mandi. "Lain kali, jangan ceroboh kau menyusahkanku."
Aroma segar mulai tercium alat pernapasanku. Ditambah dengan rambut basahnya itu, dan bibirnya. Aigoo, aku penasaran produk kosmetik apa yang ia gunakan untuk wajah dan bibirnya itu. "Jangan menggodaku dengan tatapan seperti itu, Jiyoung-ah."
Aku menetralkan raut wajahku yang kurasa sudah berubah menjadi merah tomat. "Percaya diri sekali! Sudahlah, aku ingin pulang."
Yoongi keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan handuk yang sudah kuberikan padanya untuk menutupi daerah yang berada di bawah. Otomatis bagian atasnya terbuka bebas di hadapanku. Aku mengerahkan segala cara untuk bisa tak melihat niple-nya itu yang sudah pasti aku melihatnya karena dia bertelanjang dada di hadapan seorang wanita.
"Kalau kau ingin lihat, silahkan saja. Kau terlihat seperti seorang yang ingin melihat namun tak berani melihat." Yoongi membuka lemarinya yang kutahu dari suara khas lemari terbuka. "Sebelum aku memakai bajuku."
"Pakai saja, tidak ada yang melarangmu!"
Aku benar-benar tak berani melihatnya secara langsung, sungguh ini adalah pertama kalinya aku melihat area tubuh lelaki, adikku saja aku tak pernah melihatnya. Wajahku memanas diiringi dengan pacuan jantung tak karuan, saat ini posisiku adalah memunggunginya jika aku menoleh sedikit sudah pasti mataku akan segera ternodai.
"Kau ingin tetap disini?"
"Eoh? Maksudmu?"
"Aku ingin memakai celana, Jiyoung. Kau ingin melihatnya ya?"
Setelah ucapannya aku memberanikan diri menoleh ke arah belakang. Pria itu benar, dia sudah memakai bajunya hanya tinggal handuk itu saja yang diganti. Aku bergerak cepat menuju pintu keluar (bukan pintu kamar). Setelah kurasa aman, aku menghembuskan napas lega sembari mengumpat dalam hati; dasar byuntae!
****
fa
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Mind [Suga BTS]
FanfictionTOP #480 IN BTSFANFIC [PART GENAP DI PRIVATE, FOLLOW DULU JIKA INGIN MEMBACA] Awalnya hanya sebatas "Majikan" dengan "Pesuruh". Awalnya aku benci dengan pekerjaan teridiot sedunia ini. Menurutku, pekerjaan tersebut adalah pekerjaan terburuk yang pe...