21. Scared

173 7 0
                                    

"Aku jadi keseringan melamun akhir-akhir ini," kataku lirih.

Suasana menjadi lengang sejenak sampai akhirnya pelayan datang dengan membawa satu cangkir cokelat hangat dan makanan berat yang kupesan sebelumnya.

Setelah mengucapkan terimakasih, pelayan tersebut kembali ke tempatnya semula. Aku menatap lawan bicaraku dalam, meneliti wajahnya yang semakin hari semakin menawan. "Harusnya itu terdengar sangat menyenangkan bukan?"

Ia mengangguk. Menyetujui maksud dari pertanyaanku tadi. "Seharusnya begitu. Aku mempunyai satu pertanyaan untukmu, bolehkah?"

Aku menenggak habis cokelat hangatku yang ia tahu sendiri uapnya masih mengepul di udara. Lalu menatapnya seakan-akan sedang berkata 'tentu saja'.

"Setelah mendengar semua penuturanmu tadi, aku memiliki pertanyaan khusus untukmu... Apakah kau juga mencintainya?"

Suasana di tempat ini mendadak kembali lengang---walaupun keadaan sekitar sedang ramai-ramainya. Aku duduk di paling pojok, dekat dengan jendela, lawan bicaraku sedang menatapku menunggu jawaban keluar. "Aku tidak yakin."

"Biar kutebak sendiri, kau pasti mencintainya. Bahkan lebih dulu mencintainya sebelum pria itu mengutarakan isi hatinya. Kita gunakan logika, siapa yang tidak tahan berbulan-bulan bersama pria tampan, berjalan bersama layaknya sepasang suami-istri. Siapa yang tidak tahan untuk tidak jatuh cinta?"

Aku diam. Menatap lantai pualam yang dingin. Orang ini benar. Siapa pun pasti akan goyah imannya jika menghabiskan waktu sekurangnya setengah tahun menjalani kehidupan bersama pria tampan. Apalagi pekerjaannya adalah seorang artis papan atas.

"Tidak perlu merutuki dirimu sendiri. Semua orang berhak jatuh cinta. Termasuk kau. Siapa pun boleh merasakan jatuh cinta. Entah cinta untuk presiden, pengemis, bahkan seorang idol sekali pun," katanya. "Idol juga manusia bukan? Mereka tidak salah. Mereka juga mau jatuh cinta. Termasuk Yoongi."

"Disini... keadaannya berbeda," kataku lirih. Hampir tak bersuara.

Ia menyesap sedikit kopi hitamnya lalu menatapku. "Kisahmu seperti kisah di film-film dengan alur si kaya dan si miskin. Pengecualian untuk kasta yang tadi. Kau takut Yoongi kehilangan penggemarnya di dunia nyata jika ia berkencan bersamamu bukan?"

Aku mengangguk.

"Nah, kuberi satu pengetahuan mengenai dunia antara idola dengan penggemar. Kau tahu? Menjadi seorang penggemar itu terkadang menyusahkan. Aku pernah merasakannya. Tahap yang paling sulit adalah jika kau sudah mulai mencintai idolamu lebih dari batas wajar.

"Egois mulai menguasai pikiran. Menganggap seorang idola adalah milik dirinya sendiri. Atau bahasa kerennya adalah bias is mine. Tipe wanita seorang idola mungkin terkadang sering berkata bahwa penggemarnya adalah tipe wanita idamannya. Namun kasus ini berbeda, bagaimana dengan Yoongi? Tipe wanitanya adalah sepertimu. Apakah penggemarnya tidak rela?

"Mungkin saja seperti itu. Mereka kesal, marah, bahkan membencimu. Tapi, coba pikirkan. Jika penggemar tersebut berpikiran dewasa, mereka pasti tahu apa yang terbaik untuk idolanya sendiri. Contoh kecilnya sih merelakan idolanya memiliki seorang kekasih yang notabennya bukan dari kalangan artis dan penggemarnya sendiri."

Ia kembali menyesap kopi hitamnya hingga habis. Raut wajahnya sedikit mengernyit tanpa kopi tersebut sangat pahit. Persis seperti pahitnya kehidupan. "Kau pasti tahu apa kesimpulannya bukan?"

**

"Aku mencintaimu."

"Apa?"

"Kau mendengarku." Yoongi berkata lirih.

Aku diam.

Detik ini juga ada bom besar seperti film Transformers ketika Bumblebee sedang meluncurkan serangan bom waktu. Saat itu juga semuanya mendadak berhenti. Pikiranku, ragaku, hilang ditelan bumi.

Semudah itukah mengutarakan perasaan? Kenapa kalau aku yang mencobanya selalu gagal? Apakah hanya seorang lelaki saja yang boleh mengungkapkan kata cinta?

Aku melankolis sekali ya.

Yoongi menetralkan kembali wajahnya. Satu yang kukagumi dari dirinya adalah itu; mudah mengubah ekspresi wajah. Wajahnya kembali datar, seakan-akan ia tak pernah mengatakan hal gila seperti tadi.

Beberapa detik selanjutnya, setelah suasana lengang mulai luntur, Yoongi mengangkat suaranya untuk terakhir kali sebelum meninggalkanku sendirian di hutan belantara yang lebat. "Kau seperti baru saja bertemu dengan hantu, gadis kaku."

Benar kan! Yoongi benar-benar pemberani. Maksud pemberani dalam artian berani dalam mengatakan hal tidak masuk akal. Bagaimana bisa ia setenang itu ketika berhadapan dengan seorang gadis yang ia cintai?

Kau harus melihat wajahku sekarang seperti apa, mungkin sudah memerah persis kepiting rebus.

Mataku masih asik memperhatikan punggung pria aneh itu yang semakin menjauh, lalu masuk ke dalam vila yang kutempati semalaman ini. Dia benar-benar gila! Bagaimana bisa hanya karena ucapannya itu hatiku mendadak menjadi bergemuruh?

Lalu Taehyung datang mengagetkanku dengan ocehannya yang selalu ceria. Aku pernah bilang kan, dia masih terlihat imut walaupun sudah berusia 23 tahun. "Noona, apa yang kau lakukan disini? Acaranya kan disana."

"Oh, tadi, aku---habis mencari inspirasi."

"Oh iya aku lupa, kau kan sedang mengincar tiga juta dolar kan?"

Aku mengangguk saja biar cepat. "Iya, siapa tahu disini ideku bisa berkeliaran."

"Kalau begitu, kau mau ikut aku atau disini mencari inspirasi? Yang lainnya sedang mencarimu."

"Aku ikut dengan kau," kataku.

"Baiklah, ayo!"

Aku sampai lupa kalau keberadaanku disini adalah untuk merayakan ulang tahun Taehyung. Tapi mengapa justru aku yang mendapatkan kejutan special?

Kau tahu, aku memang tidak menyukai Yoongi pada awalnya, aku selalu mengatakan kalau dia adalah pria yang mesum, berbicara seenaknya, menyebalkan, egois, selalu mau menang sendiri. Ingat, itu adalah awalnya.

Waktu berjalan membuat semua keburukannya sirna digantikan dengan perasaan takjub. Pria itu mengalami masa lalu yang buruk dan aku tercengang ketika mendengarnya, belum lagi tentang semangatnya yang selalu berhasil membuat semangatku kembali muncul.

Semua yang tak pernah kubayangkan sebelumnya... Hari ini kualami dengan suatu kesenangan tersendiri saat melihat sorot matanya yang lembut.

Aku sendiri tak yakin bagaimana dengan perasaanku padanya. Ini terlalu mendadak. Aku belum memikirkan harus mengatakan apa. Apakah, aku juga mencintaimu Yoongi, berkencanlah denganku! Astaga itu terlalu menjijikan.

Kalau boleh jujur, masih ada sedikit yang mengganjal tentang hal tadi. Masih ada pertanyaan yang membungkus otakku saat Yoongi mengatakan cintanya. Apakah ia sungguh-sungguh? Apakah ia tulus ketika mengatakannya?

Aku hanya takut...

Takut kalau ternyata, ia hanya bergurau seperti yang sering ia lakukan... Dan aku sudah terlanjur menjatuhkan hati untuknya.

**

Halo kembali lagi dengan saya disini!!

Nah untuk chapter kali ini, saya menggunakan alur 'maju-mundur'. Bisa kalian lihat di bagian atas, disitu Jiyoung lagi bicara sama orang tapi orang tersebut belum diketahui identitasnya alias masih rahasia.

Pas bagian setelah percakapan tersebut, balik lagi kan adegan dimana Yoongi nyatain cintanya *batuk*

Mungkin... (masih mungkin ya) untuk part selanjutnya akan seperti ini terus, pasti bakalan ada tokoh misterius yang lagi ngomong sama Jiyoung. Entah bagian atas, pertengahan, atau akhir.

Oke, akhir kata, selamat tahun baru!
Selamat datang di semester baru!

Never Mind [Suga BTS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang